Internasional

Tanda Kiamat Makin Ngeri, 'Neraka Bocor' Eropa Terus Makan Korban Jiwa

luc, CNBC Indonesia
22 August 2024 13:45
Tanah retak dan kering terlihat di dasar Sungai Loire dekat jembatan Anjou-Bretagne saat gelombang panas melanda Eropa, di Ancenis-Saint-Geron, Prancis, Senin (13/6/20222). (REUTERS/Stephane Mahe)
Foto: Tanah retak dan kering terlihat di dasar Sungai Loire dekat jembatan Anjou-Bretagne saat gelombang panas melanda Eropa, di Ancenis-Saint-Geron, Prancis, Senin (13/6/20222). (REUTERS/Stephane Mahe)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kematian akibat suhu panas di Eropa diprediksi bisa meningkat tiga kali lipat pada akhir abad ini, dengan peningkatan yang tidak seimbang di negara-negara Eropa selatan seperti Italia, Yunani, dan Spanyol, menurut sebuah studi.

Meskipun saat ini lebih banyak orang meninggal akibat suhu dingin dibandingkan panas di Eropa, beberapa pihak berargumen bahwa perubahan iklim akan mengurangi jumlah kematian akibat dingin.

Namun, studi yang diterbitkan di Lancet Public Health ini menemukan bahwa jumlah kematian akan merespons lambat terhadap pemanasan global dan bahkan mungkin meningkat seiring bertambahnya usia populasi yang rentan terhadap suhu ekstrem.

Jika pemanasan global mencapai 3°C atau 4°C, para peneliti menyimpulkan bahwa peningkatan kematian akibat panas akan jauh melebihi penurunan kematian akibat dingin. Hasil studi ini menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat menimbulkan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi sistem kesehatan masyarakat, terutama selama gelombang panas.

"Lebih banyak kematian terkait panas diperkirakan akan terjadi seiring dengan pemanasan iklim dan bertambahnya usia populasi, sementara kematian akibat dingin hanya menurun sedikit," kata David García-León dari Joint Research Centre di Komisi Eropa, salah satu penulis studi tersebut, dilansir The Guardian (22/8/2024).

Kematian akibat cuaca panas bisa mencapai 129.000 orang per tahun jika suhu naik hingga 3°C di atas tingkat pra-industri. Saat ini, kematian terkait panas di Eropa mencapai 44.000 orang.

Namun, angka kematian tahunan akibat panas dan dingin di Eropa diperkirakan bisa naik dari 407.000 orang saat ini menjadi 450.000 pada tahun 2100, bahkan jika para pemimpin dunia berhasil mencapai target pemanasan global sebesar 1,5°C, menurut studi tersebut.

Penelitian ini dilakukan di tengah serangkaian gelombang panas ekstrem yang melanda benua Eropa, menantang argumen dari para penyangkal perubahan iklim bahwa pemanasan global menguntungkan karena mengurangi kematian akibat dingin.

Bahkan di Eropa, yang merupakan benua berpenghuni dengan iklim terdingin, nyawa yang hilang akibat panas yang makin ekstrem akan mengimbangi nyawa yang diselamatkan oleh cuaca dingin yang lebih hangat.

"Penelitian ini menjadi pengingat yang jelas akan jumlah nyawa yang kita pertaruhkan jika kita gagal bertindak cepat melawan perubahan iklim," kata Madeleine Thomson, kepala dampak iklim dan adaptasi di lembaga penelitian kesehatan Wellcome, yang tidak terlibat dalam studi tersebut.

Peningkatan tiga kali lipat kematian langsung akibat panas di Eropa hanyalah "bagian dari gambaran keseluruhan," tambahnya, dengan mengacu pada penelitian yang mengaitkan panas ekstrem dengan keguguran dan masalah kesehatan mental yang lebih buruk. Selain itu, ada dampak tidak langsung lainnya, seperti kegagalan panen, kebakaran hutan, kerusakan infrastruktur penting, dan gangguan ekonomi yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.

Para peneliti memodelkan data dari 854 kota untuk memperkirakan kematian akibat suhu panas dan dingin di seluruh benua. Mereka menemukan bahwa suhu panas akan menyebabkan lebih banyak kematian di seluruh wilayah Eropa, dengan beban terberat jatuh pada negara-negara Eropa selatan seperti Spanyol, Italia, dan Yunani, serta beberapa bagian Prancis.

Mereka memperkirakan angka kematian akibat suhu ekstrem akan meningkat sebesar 13,5% jika suhu planet naik 3°C, yang merupakan tingkat kerusakan iklim yang sedikit lebih tinggi dari yang diperkirakan akan terjadi, yang mengakibatkan 55.000 kematian tambahan. Sebagian besar yang meninggal akan berusia di atas 85 tahun.

Para peneliti mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan yang dapat mengurangi angka kematian, seperti berinvestasi dalam fasilitas kesehatan, menciptakan rencana aksi, dan mengisolasi bangunan. Mereka menekankan bahwa peningkatan jumlah kematian ini didorong oleh perubahan dalam struktur populasi dan iklim di Eropa.

"Jika kita ingin menghindari skenario terburuk, sangat penting untuk mengatasi akar permasalahan dengan menangani emisi gas rumah kaca," kata Elisa Gallo, seorang epidemiolog lingkungan di ISGlobal yang mempelajari kematian akibat panas di Eropa.

Upaya adaptasi harus difokuskan pada wilayah yang memiliki tingkat pengangguran tinggi, kemiskinan, perubahan ekonomi struktural, emigrasi, dan populasi yang menua, karena wilayah-wilayah ini kurang mampu beradaptasi dengan kerusakan akibat perubahan iklim dan lebih terdampak oleh peningkatan kematian akibat panas.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Neraka' Makin Bocor, Suhu 2 Negara Ini Tembus 50 Derajat Celcius

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular