Internasional

Horor Perang Saudara di Tetangga RI, Ratusan Sekolah dan Kampus Dibom

Rindi Salsabila, CNBC Indonesia
20 July 2024 15:15
Protesters perform during a demonstration to mark the second anniversary of Myanmar's 2021 military coup, outside the Embassy of Myanmar in Bangkok, Thailand, February 1, 2023. REUTERS/Athit Perawongmetha
Foto: REUTERS/ATHIT PERAWONGMETHA

Jakarta, CNBC Indonesia - Ratusan sekolah dan kampus di Myanmar dilaporkan hancur akibat serangan udara, pembakaran, penembakan, dan pertempuran darat antara militer dan kelompok pemberontak bersenjata di Myanmar.

Melansir dari The Guardian, sebuah laporan terbaru mengungkapkan bahwa sekitar 174 sekolah dan kampus rusak hingga hancur sejak kudeta militer pada 2021 lalu.

Pusat Ketahanan Informasi (CIR) menyebut, analisis citra dari zona konflik menunjukkan banyak bangunan terbakar dan runtuh. CIR mengatakan bahwa pihaknya telah mendokumentasikan 64 orang tewas dan 106 orang lainnya luka-luka akibat serangan tersebut. Namun, CIR mengaku kesulitan untuk memverifikasi jumlah total korban jiwa akibat akses ke lokasi kejadian yang terbatas.

Direktur Proyek CIR di Myanmar Witness, Matt Lawrence, menjelaskan bahwa dalam lebih dari setengah serangan yang dilakukan, banyak pusat pendidikan telah hancur atau rusak parah. Hal ini akan memiliki dampak jangka panjang bagi anak-anak yang tinggal di wilayah tersebut.

"Hal yang membuat saya khawatir adalah ketika konflik ini terus berlanjut dan kemungkinan besar akan berlangsung lama, ini (konflik) akan diwariskan oleh generasi tersebut," kata Lawrence, dikutip Sabtu (20/7/2024).

"Bukannya mengetahui alasan dan harapan melalui sistem pendidikan, mereka justru akan mendapatkan informasi dari faksionalisme dan perang yang mereka alami saat tumbuh dewasa," lanjutnya.

Lawrence mengatakan bahwa sekolah-sekolah yang berlokasi di kawasan pertempuran sengit dipastikan bakal rusak. Beberapa kerusakan terparah terjadi di wilayah Sagaing, yakni tempat pertempuran sengit terjadi.

Ia mengatakan, meskipun sulit untuk mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan tersebut, hanya militer Myanmar yang memiliki akses terhadap pesawat yang digunakan untuk serangan udara.

"Senjata utama junta dalam konflik ini adalah serangan udara. Mereka membom dan membakar desa-desa dan sekolah-sekolah," kata Lawrence.

"Kedua belah pihak akan mengatakan bahwa sekolah yang mereka serang pada saat itu digunakan untuk tujuan militer. Hal ini sering dijadikan alasan untuk menyerang daerah-daerah yang seharusnya dilindungi," sambungnya.

Lawrence mengatakan, sekolah adalah satu-satunya tempat untuk mendidik anak-anak. "Pemusnahan" sekolah serupa artinya dengan menghilangkan kesempatan bagi anak-anak untuk memperoleh hak pendidikan.

Diketahui, Myanmar tengah terjerumus ke dalam konflik usai militer berhasil merebut kekuasaan dan menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi pada tiga tahun lalu. Kudeta ini memicu perlawanan bersenjata dan protes di seluruh negeri.

Menurut Action on Armed Violence, sekitar 50 ribu orang di Myanmar telah terbunuh akibat konflik ini.

CIR yang mempublikasikan temuannya menggunakan laporan dan gambar yang diunggah melalui media sosial, srta rekaman drone dari pasukan pertahanan rakyat akar rumput yang muncul sejak 2021 lalu untuk melawan Junta.

Menanggapi analisis tersebut, Kementerian Luar Negeri Inggris menekankan bahwa sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan memberikan peluang, bukan sebagai jaminan jika terjadi konflik.

Menurut Kemenlu Inggris, ASEAN memiliki peran penting untuk menemukan jalan perdamaian di Myanmar.

"Sekali lagi, kami menyerukan kepada semua pihak, khususnya militer Myanmar untuk menahan diri dari serangan udara, melindungi warga sipil, dan melindungi infrastruktur sipil," tegas Kemenlu Inggris.

 


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perang Saudara Tetangga RI Makin Panas, Militer dan Milisi Adu Drone

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular