
Gawat! Dompet Warga RI Dihantui La Nina

Jakarta, CNBC Indonesia - Musim kemarau berkepanjangan akibat fenomena El Nino memang sudah berakhir. Sebagaimana diketahui, musim kemarau panjang itu telah menyebabkan harga beras melonjak gila-gilaan di Indonesia.
Namun, ancaman krisis pangan akibat fenomena cuaca ternyata belum berakhir. Sebab, setelah El Nino yang panas, para pakar memprediksi musim 'dingin' La Nina akan datang sejak bulan Juni lalu. Fenomena cuaca tersebut akan terasa efeknya di Indonesia dan berpotensi memicu inflasi.
Head of Equity Research Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro mengatakan fenomena La Nina yang identik dengan curah hujan tinggi di Asia Tenggara dapat memicu gagal panen. Akibatnya, kata dia, lonjakan inflasi pangan bisa jadi lebih buruk daripada saat El Nino.
"Temuan kami menunjukan lonjakan inflasi bahan pangan di Indonesia lebih buruk pada saat La Nina," kata Satria dan tim dikutip pada Senin, (15/7/2024).
Sebagai informasi, La Nina adalah fenomena iklim ketika suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. Fenomena ini biasa datang menyusul setelah El Nino berakhir.
Para ahli mengatakan fenomena La Nina akan mempengaruhi cuaca di berbagai belahan bumi. Misalnya di belahan bumi bagian utara, fenomena ini akan menyebabkan musim dingin yang lebih ekstrem. Sementara di Asia Tenggara, Australia dan Amerika Latin, fenomena La Nina akan menyebabkan terjadinya curah hujan di atas normal dan badai tropis.
Fenomena ini juga disebut akan mempengaruhi kehidupan di bawah laut. Perairan lepas pantai Pasifik akan lebih dingin mengandung lebih banyak nutrisi. Kondisi tersebut akan menarik banyak spesies ke perairan dingin, seperti cumi-cumi dan salmon ke tempat-tempat seperti pantai California.
Satria Sambijantoro mengatakan musim dingin yang terjadi di belahan bumi utara akan berpengaruh ke berbagai harga komoditas seperti minyak, CPO, beras, kopi, jagung dan kakao. Sementara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia fenomena ini akan menyebabkan banjir dan berakibat pada harga-harga makanan.
Satria mengatakan meskipun inflasi umum di Indonesia saat ini relatif rendah, namun daya beli masyarakat sudah terkikis oleh inflasi bahan makanan bergejolak selama periode El Nino kemarin. Dia mengatakan dampak kenaikan harga pangan bisa lebih buruk oleh depresiasi nilai tukar rupiah.
"Sehingga impor pangan akan lebih mahal," katanya.
Kementerian Keuangan menyatakan juga mengantisipasi dampak La Nina terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, setoran PNBP yang berpotensi terganggu akibat La Nina adalah sektor perikanan. Sektor itu masuk ke dalam penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.
"PNBP kita yang sensitif terhadap iklim seperti La Nina dan El Nino adalah di perikanan," kata Isa.
Dia mengatakan kontribusi sektor penerimaan terhadap keseluruhan PNBP memang relatif kecil. Namun, kata dia, dampak tersebut tetap harus diwaspadai. "Mudah-mudahan terhadap PNBP secara keseluruhan tidak terlalu berdampak," kata dia.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Alarm La Nina Menyala, Harga Beras 'Menyala' Abangku?
