
Pakar ITB & BRIN Beberkan Fakta Ancaman La Nina di 2024

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memang menyebut bahwa sejak awal tahun, curah hujan pada tahun ini berkisar pada kondisi normal. Sebab, gangguan iklim dari Samudra Pasifik, osilasi selatan El Niño (ENSO) yang sempat mengancam Indonesia pada tahun lalu mulai melemah.
Namun sayangnya, fase netral ENSO justru diperkirakan berpeluang berkembang menjadi fenomena La Nina pada semester kedua 2024 atau periode Juli-Desember. La Nina akan memicu kondisi lebih basah dibandingkan kondisi normal sehingga meningkatkan risiko hujan ekstrem.
Pemerhati masalah lingkungan dan atmosfer dari BRIN Indonesia, Prof Dr Ir Eddy Hermawan MSc merespon, El Nino dan La Nina juga menjadi perhatian dunia. Sebab, tujuh lembaga riset dunia dari Australia, Kanada Eropa, Perancis, Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang juga melakukan penelitian tentang ENSO.
Hasilnya pun sama bahwa di bulan Juni hingga Juli 2024 suhu permukaan laut berada pada kondisi normal.
Namun, pada bulan Agustus hingga Oktober 2024, satu hingga dua lembaga tersebut menunjukkan hasil riset menggambarkan kehadiran fenomena La Nina. Meskipun demikian, menurutnya, tidak bisa dijadikan pertimbangan pasti jika La Nina akan terjadi secara global.
"Prediksi dari lembaga lainnya tetap menunjukkan kondisi iklim normal," katanya dikutip dari rilis di laman resmi ITB, dikutip Minggu (14/7).
Dalam riset tersebut dijelaskan, fenomena La Nina bisa terjadi ketika suhu permukaan laut berada pada rentang penyimpangan kurang dari -0,5 derajat Celcius. Sedangkan El Nino terjadi saat suhu permukaan laut ada di rentang lebih dari 0.5 derajat Celcius.
Prediksi berbagai institusi dunia menyatakan pada 2024 suhu permukaan laut saat ini berada pada rentang -0.5 °C sampai 0.5 °C yang memiliki arti kondisi netral.
Namun, Prof Eddy menjelaskan bila memandang kondisi cuaca dan musim di Indonesia tidak bisa hanya terfokus pada La Nina atau El Nino saja. Karena keadaan Indian Ocean Dipole (IOD) dapat meredam La Nina.
"Seberapapun besarnya kekuatan La Nina, kalau oleh IOD diredam, maka tidak akan memberikan impact yang besar," ujar Prof Eddy.
Sementara, Dosen Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung (FITB ITB) yang juga pemerhati sistem iklim, Dr Joko Wiratmo MP mengatakan, terkait terjadi kapan terjadinya La Nina, setiap daerah memiliki waktu yang berbeda tergantung wilayah dan sumber lembaga riset yang ada.
Menurutnya, keadaan suhu permukaan laut yang netral, meskipun beberapa daerah mengalami kondisi kering tidak akan parah dibanding saat El Nino menyerang.
"Terkait beberapa daerah di Indonesia seperti Jakarta hingga Banten, kalaupun ada kondisi kering di bulan Juni, Juli, Agustus (JJA), kondisi kering tidak akan parah dan peluang terjadinya hujan tidak akan berkurang atau bertambah signifikan," katanya.
Ia menambahkan, untuk mengetahui informasi lebih detail dapat dicari ke BMKG. Karena lembaga tersebut menggunakan data observasi yang lebih rinci dan tentu menghindari kesimpangsiuran informasi dan berita hoaks mengenai cuaca dan iklim di wilayah Indonesia.
"Merekalah yang mempunyai hak resmi untuk menyatakan kondisi wilayah Indonesia. Apa yang kami sampaikan merupakan gambaran umum serta analisis cuaca dan musim yang kemungkinan akan terjadi dari perspektif regional global," pungkasnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Peringatan BMKG: Warga RI Siap-Siap El Nino Usai, Berganti La Nina