RI Butuh Peta 'Canggih' Buat Sejajar dengan Negara Maju
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah memperkuat pembangunan data peta Indonesia melalui Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy. Kebijakan ini dijadikan salah satu alat untuk mengeluarkan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap.
Ketua Tim Ahli Sekretariat SDG's Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Yanuar Nugroho mengatakan, kepemilikan data dalam sebuah peta yang komprehensif dan detail itu sangat berkaitan dengan kemajuan ekonomi suatu negara.
Sebab, melalui peta dasar skala besar yang lengkap, akan membuat sisi perencanaan pembangunan semakin terukur ke depan, dan proses investasi akan semakin mudah karena adanya kepastian lokasi berusaha sesuai detail peta. Suap dan pungli untuk memperoleh izin usaha dan pengukuhan lahan dapat dihindari karena data peta tak lagi tumpang tindih.
"Jadi bagaimana kita mau bangun dengan benar, bagaimana kita mau tarik investasi masuk, kalau soal lahan bermasalah sejelas itu," kata Yanuar dalam acara One Map Policy Summit 2024 yang digelar di Jakarta, Jumat (12/7/2024).
Pemerintah kata Yanuar pun menyadari, Indonesia sudah sangat lama terjebak dalam status negara berpendapatan menengah. Ia mengatakan, sejak 1993 hingga saat ini Indonesia telah masuk ke dalam jurang middle income trap.
"Sebenarnya ujungnya karena kita mau maju, kecuali kita enggak mau maju ya. Ceritanya kan ini negara gede yang mau maju, yang mau jadi ekonomi yang terkemuka, visi Indonesia Emas, kan gitu kan," ucap Yanuar.
"2045 kita mau jadi ekonomi terbesar nomor 4, nomor 5 dunia. Namun kan masalah yang kita hadapi saat ini kita sudah 30 tahun terjebak ke dalam middle income trap, dari tahun 93 sampai sekarang kita gak ada tanda-tanda kapan mau keluar," tegasnya.
Oleh sebab itu, Kebijakan Satu Peta ini menurutnya penting untuk terus dikembangkan dan diperluas cakupannya oleh pemerintah. Selain bisa memotret kondisi di darat, ia harap peta itu mampu mengungkap seluruh layer kondisi yang ada di lautan Indonesia.
"Peta dasar skala besar mesti jadi prioritas nasional. Tanpa itu semua cerita datangkan investasi, enggak usah kejauhan ngomongin teknologinya, anda bisa bangun teknologi apapun, tapi anda butuh data, datanya itu loh," tegas Yanuar,
Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta sebenarnya sudah berjalan selama 8 tahun. Dimulai dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016, kebijakan ini diperbarui dengan adanya Perpres 23 Tahun 2021 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta.
Sejak saat itu, Indonesia telah memiliki 151 peta tematik yang dapat menyelesaikan berbagai isu strategis, mulai dari reforma agraria, food estate dan Stranas PK-KPK, tata kelola perizinan sawit, tata kelola perizinan tambang timah, proyek strategis nasional maupun kawasan ekonomi khusus, hingga cetak sawah.
"Ke depan kalau kita mau bicara mengenai penggunaan satu peta ini enermous bisa ke mana. Kita baru ngomong tanah, belum ke laut. Kalau kta bicara satu peta diterapkan di laut dengan potensi laut kita, luas laut kita, itu 8,1 juta km2 loh, daratnya cuma 1,8 juta km2 kan, itu kita belum sentuh," tutur Yanuar.
Dengan berbagai data dari Kebijakan Satu Peta itu, Yanuar meyakini, pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan bisa makin kencang hingga sesuai target untuk lepas dari middle income trap, yakni di level 6,5%-7,5%.
"30 tahun kita terjebak jadi negara nanggung, miskin enggak, kaya jelas tidak, tapi anda happy-happy aja, ya kalau cara menanganinya begini nanggung terus, gimana? itu kenapa ketika kami mendorong ini sebetulnya satu kesatuan Perpres SPBE, Satu Data Indonesia, dan Satu Peta itu satu nafas," ucap Yanuar.
(arm/mij)