
Bukan Putin atau Xi Jinping, Sosok Ini Mampu Redam Sepak Terjang NATO

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) yang sedang berpeluang besar untuk kembali menjadi orang nomor satu di Negeri Paman Sam, Donald Trump, dilaporkan sedang mempertimbangkan kesepakatan dengan Rusia untuk tidak memperluas NATO ke Ukraina dan Georgia. Informasi ini dilansir oleh artikel dari Politico yang mengutip sumber anonim.
Trump, yang menjadi calon utama dari Partai Republik untuk melawan Presiden Joe Biden dalam pemilihan November mendatang, belum membentuk tim keamanan nasional atau menerbitkan agenda baru untuk NATO. Namun, Politico berhasil mengumpulkan informasi mengenai kemungkinan agenda ini.
"Salah satu rencana untuk Ukraina yang belum pernah dilaporkan sebelumnya adalah calon utama dari Partai Republik ini sedang mempertimbangkan kesepakatan di mana NATO berkomitmen untuk tidak melakukan ekspansi lebih jauh ke timur - khususnya ke Ukraina dan Georgia - dan bernegosiasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai berapa banyak wilayah Ukraina yang dapat tetap dikuasai Moskow," tulis artikel tersebut, mengutip dua "ahli keamanan nasional yang sejalan dengan Trump", sebagaimana dikutip Russia Today, Rabu (3/6/2024).
Seorang sumber anonim yang konon mengenal pemikiran Trump mengatakan bahwa dia "terbuka untuk sesuatu yang menghentikan ekspansi NATO dan tidak kembali ke perbatasan tahun 1991 untuk Ukraina," namun tidak menutup kemungkinan lain, "termasuk menyediakan sejumlah besar senjata" untuk Kyiv.
Meskipun Trump "tidak mungkin" keluar dari NATO, dia kemungkinan akan merombak aliansi yang dipimpin AS ini agar anggotanya di Eropa mengambil lebih banyak tanggung jawab - sesuatu yang menurut sumber-sumber Politico dikhawatirkan tidak mampu dilakukan oleh mereka.
Anggota blok Eropa yang tidak menghabiskan setidaknya 2% dari PDB mereka untuk militer "tidak akan menikmati kelimpahan pertahanan dan jaminan keamanan" dari AS, menurut seorang sumber anonim yang sejalan dengan Trump.
AS "tidak memiliki cukup kekuatan militer untuk digunakan di seluruh dunia," ujar Elbridge Colby, mantan asisten sekretaris pertahanan untuk strategi di era Trump, kepada Politico.
"Kita tidak bisa menghabiskan kekuatan kita di Eropa melawan Rusia saat kita tahu bahwa China dan Rusia sedang berkolaborasi, dan China merupakan ancaman yang lebih berbahaya dan signifikan."
Anggota blok Eropa "perlu menghasilkan kekuatan tempur yang kredibel untuk menghadapi serangan Rusia, seperti sekarang," tambah Colby.
Sebagai bagian dari "reorientasi radikal" NATO di bawah Trump, AS akan mempertahankan pangkalan udara dan lautnya di Eropa, tetapi meninggalkan "sebagian besar infanteri, logistik, dan artileri" untuk ditangani oleh sekutu di benua tersebut.
Menurut Politico, negara-negara Uni Eropa "jelas tidak siap untuk mengisi peran militer yang sangat diperluas dalam waktu dekat," sementara benua tersebut "lebih lemah secara ekonomi dan lebih bergantung pada pasokan energi AS daripada sebelumnya."
"Penting untuk dicatat bahwa semua pendapat ini bukan berasal dari Donald Trump," kata Richard Grenell, mantan direktur pelaksana intelijen nasional Trump, di X.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: NATO 'Warning' Negara Anggota Tidak Tembak Jatuh Rudal Rusia
