Internasional

Terancam Bangkrut, Negara Ini Naikkan Pajak Demi Dapat Bantuan IMF

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
03 July 2024 13:35
Pendukung mantan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan membakar untuk memblokir jalan selama bentrokan dengan polisi menjelang kemungkinan Khan ditangkap di luar rumahnya, di Lahore, Pakistan 14 Maret 2023. (REUTERS/Mohsin Raza)
Foto: Pendukung mantan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan membakar untuk memblokir jalan selama bentrokan dengan polisi menjelang kemungkinan Khan ditangkap di luar rumahnya, di Lahore, Pakistan 14 Maret 2023. (REUTERS/MOHSIN RAZA)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pakistan mengadopsi anggaran US$68 miliar (Rp1.114 triliun) dengan peningkatan pajak sejak Jumat (28/6/2024). Langkah ini diambil sebagai upaya mendapatkan dana talangan baru dari Dana Moneter Internasional (IMF) setelah hampir gagal bayar tahun lalu.

Salah satu negara Asia Selatan yang kekurangan uang ini berpenduduk lebih dari 240 juta orang dan sebagian besar pekerjaan berada di sektor informal. Akibatnya hanya 5,2 juta yang mengajukan pengembalian pajak penghasilan pada tahun 2022.

Selama tahun fiskal 2024-25 yang dimulai pada 1 Juli, pemerintah Pakistan bertujuan untuk mengumpulkan hampir US$46 miliar dalam bentuk pajak, peningkatan 40% dari tahun sebelumnya.

Untuk meningkatkan pengumpulan pajak, pemerintah antara lain, memblokir kartu SIM telepon seluler dan juga membatasi orang yang tidak mengajukan pajak untuk bepergian ke luar negeri.

"Tidak ada hal yang tabu, setiap orang harus membayar pajak mereka," kata Menteri Keuangan Muhammad Aurangzeb awal bulan ini, seperti dikutip AFP.

Penerimaan pajak pendapatan dan penjualan akan meningkat, begitu pula pungutan minyak bumi selama tahun fiskal. Namun angkah-langkah ini mungkin akan merusak popularitas pemerintahan koalisi baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri Shehbaz Sharif.

"Memang benar bahwa kami harus menyiapkan anggaran bersama dengan IMF karena keadaan yang ada mengharuskannya," kata Sharif kepada parlemen pada Selasa (2/7/2024).

Negara Asia Selatan tersebut telah memulai diskusi dengan IMF untuk perjanjian pinjaman baru bernilai miliaran dolar untuk mendukung program reformasi ekonominya. Ini merupakan dana talangannya yang ke-24 dalam lebih dari enam dekade.

Bank Dunia mengatakan pada April bahwa sekitar 40% penduduk sudah hidup di bawah garis kemiskinan. Badan tersebut khawatir bahwa 10 juta warga Pakistan tambahan akan jatuh di bawah ambang batas ini.

"Pembayar pajak yang ada menghadapi langkah-langkah pajak baru sementara mereka yang kurang membayar pajak tetap tidak terbebani," kata Ali Hasanain, profesor ekonomi di Universitas Ilmu Manajemen Lahore.

Kebijakan penghematan "akan mempercepat eksodus pekerja yang sangat terampil," kata Hasanain.

Islamabad juga bermaksud mengurangi defisit fiskalnya sebesar 1,5% hingga 5,9% pada tahun mendatang, dengan memperhatikan tuntutan utama IMF lainnya.

Analis mengatakan Pakistan terbebani oleh utang publik sebesar US$242 miliar pada akhir Maret, dan terpaksa mengambil pinjaman baru untuk menutupi pembayaran bunga.

Pinjaman terakhir, kesepakatan IMF selama sembilan bulan senilai US$3 miliar, terbukti menjadi penyelamat, sebagian karena pinjaman tersebut memperkuat kepercayaan negara lain terhadap kemampuan mereka untuk membuka kas negara dan menawarkan pinjaman tambahan.

Namun, pinjaman tersebut diberikan dengan syarat adanya langkah-langkah penghematan yang tidak populer, termasuk diakhirinya subsidi yang meringankan biaya konsumen.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Resmi Dilantik Usai Kekacauan, Ini Sosok PM Baru Pakistan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular