
Gaji Rp5 Juta Dipotong Tapera Rp126 Ribu, Buruh Ngotot Ogah Tapera

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyatakan dengan tegas, pihaknya menolak untuk membayar iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Alasannya, karena para buruh atau pekerja seakan dipaksa menyisihkan uangnya 2,5% dari gaji per bulan untuk membayar iuran Tapera.
"Saya ambil contoh upah Rp5.060.000 dalam sebulan, 2,5% nya sekitar Rp126.000 setiap bulan harus ditabung dan tidak tahu kapan bisa diambil, karena diwajibkan dari usia 20 sampai 58 tahun," kata Elly dalam Konferensi Pers yang digelar di kantor pusat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jakarta, Jumat (31/5/2024).
Elly menilai besaran yang harus dibayarkan para pekerja merupakan bukan angka yang sedikit, dan para pekerja dipaksa menabung yang sifatnya wajib. Padahal, konsep dari Tapera sendiri ialah tabungan, yang mana seharusnya itu berdasarkan sukarela saja, bukan malah diwajibkan.
"Kami 'dipaksa' menabung, wajib, dan itu seperti azas gotong royong atau subsidi silang. Bagaimana mungkin pekerja dengan upah yang masih kecil, serta tidak ada batasan pembayaran tabungan ini, menyumbang mereka yang miskin. Sementara kami sendiri masih miskin. Dari mana pemikiran pemerintah buat itu jadi sebuah kewajiban?" ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, uang yang dibayarkan sejak usia 20-58 tahun itu tidak serta merta bisa diambil begitu saja. Berdasarkan informasi yang dihimpunnya, uang itu baru bisa dicairkan ketika pekerja tersebut sudah berusia 58 tahun, atau saat pensiun.
"Kemarin saya tanya, uang itu bisa kita akses nggak? Bisa kita ambil nggak saat butuh? Ternyata tidak, di umur akhir 58 tahun baru boleh. Lalu kenapa overlapping? Di BPJS Ketenagakerjaan sudah ada manfaat itu yang masuk di program JHT (jaminan hari tua). Kenapa itu tidak dimaksimalkan saja? Memang niat pemerintah baik, supaya masyarakat Indonesia bisa punya rumah, tapi jangan dipaksa dong, miskin-miskin begini kita sudah punya rumah walaupun nyicil. Masa saya harus kredit lagi dan nabung," tukasnya.
Elly dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya, dalam hal ini serikat buruh seluruh Indonesia menolak membayar iuran Tapera secara wajib.
"Kami melihat juga dari DPR kemarin minta revisi, pengusaha juga sepakat, dari teman-teman puluhan provinsi di Indonesia sudah katakan 'kita tidak bisa lakukan itu'. Jadi upayakan pemerintah batalkan atau setidaknya revisi pasal paling krusial, pasal 7 yang tadinya wajib jadi sukarela," ujarnya.
Elly menilai penerapan Undang-Undang (UU) Tapera tidak menjamin bahwa upah buruh yang telah dipotong sejak usia 20 tahun sampai usia pensiun, untuk bisa mendapatkan rumah tempat tinggal. Belum lagi sistem hubungan kerja yang masih fleksibel (kerja kontrak), ini masih jauh dari harapan untuk bisa mensejahterakan buruh.
"Kami menganggap, undang-undang Tapera bukanlah undang-undang yang mendesak, sehingga tidak perlu dipaksakan untuk berlaku saat ini," kata Elly.
"Siapa saja lah kalau anda mau menabung di Tapera ya silakan, atau mau dapat rumah melalui Tapera silakan. Tapi kalau diwajibkan menabung Rp100 ribuan sampai usia 58 tahun, itu nggak sampai Rp100 juta. Kalau saya pribadi, sampai pensiun nanti belum bisa dapat rumah karena baru hanya Rp30 juta," katanya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Moeldoko Soal Tapera: Pemerintah Memahami Rakyat Khawatir dan Gelisah