Tapera Ditolak Buruh & Pengusaha, Ini Kata Menteri Jokowi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan pemerintah yang mewajibkan pekerja menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mendapat protes keras dari kalangan buruh dan pengusaha. Sebab, besaran iuran sebesar 3% harus dibayarkan pengusaha 0,5% dan pekerja 2,5%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun buka suara merespons keluhan itu, meski ia irit bicara. Ia hanya menegaskan akan meninjau ulang ketentuan itu dan membicarakannya dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono.
"Nanti kita lihat saja, tentu kan ini nanti dicek ke Pak Menteri PUPR," ucap Airlangga saat ditemui di kawasan Hotel St Regis, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Sebelumnya, Presiden Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (DPP ASPEK Indonesia) Mirah Sumirat mengatakan, buruh menolak aturan ini. Dia juga bilang buruh tidak pernah dilibatkan dalam lahirnya PP Nomor 21 Tahun 2024 yang merevisi PP Tapera sebelumnya PP Nomor 25 Tahun 2020.
"Sudah berat gajinya dipotong sekarang tabungan buruh sudah gak ada, kami kecewa dan menolak ini. PP ini tidak pernah ada keterlibatan secara komunikasi dengan pekerja buruh," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani meminta regulasi Tapera dikaji ulang karena memberatkan. Program ini juga tak wajib bagi para buruh. Dia juga mengungkapkan sejak awal kalangan serikat pekerja tidak dilibatkan dalam menyusun regulasi tersebut.
"Pemotongan 3% sangat memberatkan buruh dan kami mengusulkan Tapera tidak bersifat wajib. Kami usulkan bersifat opsional dan menjadi pilihan untuk bisa ikut atau tidak," timpalnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Ketua Umum Konfederasi KASBI Sunarno mengatakan pihaknya tidak pernah diajak dialog oleh pemerintah untuk membahas aturan ini.
"Bahwa kami unsur serikat buruh yang mewakili buruh tidak pernah diajak dialog/diskusi untuk membahas PP 21 tersebut, sehingga sangat jelas pemerintah memutuskan aturan tersebut secara sepihak. Prinsip hak berdemokrasi dan musyawarah justru tidak dilakukan," sebutnya.
Bos pengusaha, yakni Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani juga telah menyatakan tak sepakat bila para karyawan kini harus dibebani potongan gaji untuk tabungan perumahan rakyat. Ia pun mengungkapkan sederat potongan gaji yang telah menjadi beban pendapatan kelas pekerja saat ini dan membebani potongan pengusaha.
Beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24%-19,74% dari penghasilan pekerja. Ia pun mengungkapkan rincian dari beban potongan untuk iuran itu sebagai berikut:
i. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (berdasarkan UU No. 3/1999 'Jamsostek'): Jaminan Hari Tua 3,7%; Jaminan Kematian 0,3%; Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24-1,74%; dan Jaminan Pensiun 2%;
ii. Jaminan Sosial Kesehatan (berdasarkan UU No.40/2004 'SJSN'): Jaminan Kesehatan 4%;
iii. Cadangan Pesangon (berdasarkan UU No. 13/2003 'Ketenagakerjaan') sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 24/2004 berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar 8%.
"Untuk itu, APINDO terus mendorong penambahan manfaat program MLT BPJS Ketenagakerjaan, sehingga pekerja swasta tidak perlu mengikuti program Tapera dan Tapera sebaiknya diperuntukkan bagi ASN, TNI/Polri," tutur Shinta.
(arm/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Serikat Buruh Tolak Tapera: Was-was Uang Dikorupsi!