
Bank RI Tiba-tiba Kebanjiran Uang, Pengusaha Angkat Bicara!

Jakarta, CNBC Indonesia - Likuiditas di perbankan kini tengah banjir, disebabkan tabungan korporasi tengah melimpah. Tercermin dari data dana pihak ketiga atau DPK di perbankan yang tumbuh tinggi.
Pertumbuhan DPK mencapai 8,21% pada April 2024, lebih tinggi dari posis Maret 2024 yang tumbuh 7,44%. Padahal, pada akhir tahun lalu atau Desember 2023 tumbuhnya hanya 3,8%.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani membenarkan tabungan korporasi saat ini tengah tinggi karena profit yang melimpah, di dukung membaiknya harga komoditas.
"Memang benar peningkatan DPK sebesar 8,21% sebagian besar banyak berasal dari korporasi, hal tersebut dipacu dari sektor komoditas yang harga rata-ratanya pada triwulan ini mulai rebound serta keuntungan atau profit yang diraup segmen korporasi melalui dividen yang mulai dibagikan," ucap Shinta kepada CNBC Indonesia, Senin (27/5/2024).
Dengan pertumbuhan itu, Bank Indonesia (BI) pun mencatat secara nilai DPK mencapai Rp 8.376,1 triliun per April 2024, dipengaruhi oleh pertumbuhan DPK korporasi sebesar 15,3% (yoy) dan perorangan 2,3%.
Porsi DPK korporasi mencapai Rp 3.846,7 triliun dengan pertumbuhan lebih cepat dari bulan sebelumnya yang sebesar 12,5%. Sisanya atau yang berasal dari nasabah perorangan senilai Rp 4.086,7 triliun dengan pertumbuhan melambat dari bulan sebelumnya sebesar 3,2%.
Shinta mengatakan, meski tabungan perusahaan kini tengah tinggi, bukan berarti perusahaan sedang ragu untuk ekspansi usaha, sebab pertumbuhan kredit masih tinggi mencapai 13,09%. Didominasi oleh kredit investasi dan modal kerja.
Namun, ia mengakui, ekspansi usaha itu belum sepenuhnya dilakukan, karena perusahaan masih melihat tantangan ekonomi pada paruh kedua tahun ini. Di antaranya suku bunga acuan bank sentral yang masih tinggi hingga daya beli masyarakat yang lemah.
"Sebagian perusahaan telah melakukan ekspansi melalui kredit. Tapi ya melihat tantangan tetap ada karena daya beli menurun dan suku bunga juga cukup tinggi sangat berpengaruh pada cost of doing business, tapi kami tetap optimis pertumbuhan ekonomi 5% bisa tercapai," tegasnya.
Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani menambahkan, tingginya angka DPK itu juga sebetulnya masih mencerminkan sikap kehati-hatian pengusaha dalam melakukan ekspansi bisnis tahun ini. Sebab tahun politik belum usai meski Pemilu 2024 sudah dilakukan pada Februari 2024.
Sebagaimana diketahui Pemilu 2024 sudah dimenangkan oleh Presiden Terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto. Namun, pelantikannya masih akan dilakukan pada Oktober 2024 dan jajaran menteri atau kabinetnya juga masih belum diumumkan, memunculkan tanda tanya di tengah publik.
"Jadi, pertama karena faktor kenaikan tingkat suku bunga acuan oleh BI pada bulan April sebelumnya, sehingga likuiditas akan banyak banyak terserap. Faktor kedua, adalah investasi yang sebagian masih wait and see, karena tahun politik masih belum selesai," tegas Ajib.
Ia menilai, pada akhir tahun, jika BI menurunkan suku bunga acuannya, dan peralihan politik berjalan mulus, maka ekspansi usaha di sektor riil akan lebih kencang dari posisi April 2024. Artinya, perusahaan tidak akan menahan dananya dengan hanya ditabung di perbankan.
"Pada akhir tahun, kalau BI menurunkan suku bunga acuan, dan peralihan politik berjalan mulus, maka investasi akan kembali masuk ke sektor riil. Triwulan ke empat, secara siklus, akan menjadi momentum kenaikan ekonomi," ungkap Ajib.
(arm/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cek Perbedaan DPT, DPTb, dan DPK dalam Pemilu 2024