Harga Gula Sudah Gila, Emak-Emak Bakal Makin Menderita
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga gula terpantau terus melanjutkan kenaikan. Bahkan, hari ini, Jumat (17/5/2024) sempat melonjak ke level rekor baru, Rp18.450 per kg. Naik Rp80 dari sehari sebelumnya.
Harga tersebut adalah rata-rata harian nasional di tingkat pedagang eceran. Data mengacu pada Panel Harga Badan Pangan Nasional, diakses pukul 12.15 WIB.
Sepekan sebelumnya, 10 Mei 2024, harga gula eceran masih berada di Rp18.400 per kg.
Di salah satu gerai supermarket di Bekasi, Jawa Barat, harga gula dibanderol bervariasi di kisaran Rp17.000-an per kg.
Merek Rose Brand Premium dibanderol Rp17.900, begitu juga Rose Brand Gula Tebu, PSM Gula Premium, dan merek GMP Gula Premium. Sementara merek Gulaku Gula Premium dan Gulaku Gula Tebu dibanderol Rp17.500 per kg.
"Gula mahal banget sekarang. Baru tahu harganya segini. Untungnya beli sekilo tahan 2 bulan. Tapi jadi kaget harganya sudah segini," demikian celetuk konsumen yang membeli gula di supermarket tersebut.
Harga gula terpantau terus menanjak sejak bulan Agustus 2023 lalu. Sejak saat itu, harga gula belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Lonjakan harga gula ini menambah beban belanja konsumsi rumah tangga. Di tengah kenaikan harga berbagai bahan pangan pokok dan penting.
Sebelumnya, belanja rumah tangga dibebani kenaikan harga beras dan minyak goreng yang terus melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Pada saat bersamaan harga bawang, cabai, hingga, daging dan telur ayam terus berfluktuasi.
Kondisi ini dapat terlihat dari data Mandiri Spending Index yang menunjukkan, besaran porsi pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan makan minum pada 2024 melonjak tinggi dibandingkan tahun 2023.
Pada Januari 2023, porsi penghasilan yang digunakan untuk membeli kebutuhan primer masih 13,9%. Angka ini melonjak menjadi 16,6% di periode Puasa-Lebaran tahun 2023.
Namun, pada bulan Mei 2024, porsi pendapatan masyarakat yang dihabiskan untuk kebutuhan makanan dan minuman naik menjadi 26%.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, data itu menunjukkan masyarakat Indonesia semakin banyak mengalokasikan penghasilannya untuk kebutuhan sehari-hari. Hal itu bisa terjadi karena harga bahan pokok yang naik, sementara pendapatan masyarakat segitu-segitu saja.
Salahkan Pemerintah
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, kebijakan pemerintah menaikkan harga acuan penjualan (HAP) gula di tingkat konsumen justru membuat harga gula terus mengalami kenaikan.
Di saat yang sama, pemerintah tidak memiliki stok cadangan gula nasional, sehingga tidak bisa mengintervensi harga saat harga gula tengah melambung tinggi.
Menurutnya, HAP itu merupakan harga acuan bukan merupakan harga pasti seperti halnya harga eceran tertinggi (HET), sehingga di dalam HAP sendiri ada batas toleransi. Jika pemerintah terus melakukan relaksasi HAP itu justru akan mengerek harga gula, sehingga harganya naik, namun sulit untuk bisa turun.
"Karena HAP itu sebetulnya malah naikin harga. Harga ini akan terus begitu, karena pemerintah ngatur harga pasar dengan penerapan HAP yang diperlakukan sebagai HET. Padahal pada saat yang sama pemerintah tidak memiliki atau menguasai barang-nya," kata Soemitro kepada CNBC Indonesia, Rabu (15/5/2024).
Di sisi lain, kenaikan harga gula di dalam negeri saat ini berbalik dengan harga gula di pasar internasional yang justru melanjutkan tren penurunan.
Tradingeconomics menunjukkan, harga gula hari ini turun ke 18,33 sen dolar AS per pon. Angka ini level terendah sejak tahun 2023. Harga gula internasional sempat pecah rekor ke level 27,77 sen dolar AS per pon pada 30 Oktober 2023 (sesi perdagangan Jumat, 17 Mei 2024 pukul 12.26 WIB).
Dalam analisis Tradingeconomics disebutkan, para pemain pasar gula internasional bersiap mengantisipasi surplus pasokan gula untuk periode tahun 2024/2025. Terutama di Brasil.
(dce/dce)