
Menteri Trenggono Ungkap Ada Ancaman Mengintai, Wajib Lakukan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, isu ketahanan pangan akan terus menjadi topik utama di masa depan. Menyusul pertumbuhan penduduk yang terus meningkat secara eksponensial, sementara data dukung bumi tidak ikut meningkat.
Karena itu, ujar dia, dibutuhkan kebijakan yang bisa menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan ekosistem kelautan perikanan. Yang kemudian akan menjadi sumber pemenuhan ketahanan pangan. Target ke depan, kata Trenggono, Indonesia harus bisa menjadi pemimpin atau champion dalam memenuhi ketahanan pangan dunia dari hayati kelautan dan perikanan.
Salah satu kebijakan yang dibutuhkan, menurut Trenggono adalah, penangkapan ikan secara terukur. Sebab, kata dia, jika tidak ada pengaturan, ikan akan habis hingga menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem.
Hal itu disampaikan Trenggono dalam Indonesia Aquaculture Business Forum "Sustainable Aquaculture for Food Security and Economic Growth", yang ditayangkan secara live streaming oleh detik.com, Senin (29/4/2024).
Di mana, lanjut dia, penduduk bumi diperkirakan mencapai 9,7 miliar orang di tahun 2050. Trenggono mengutip data FAO, persentase masyarakat dunia yang mengalami kekurangan pangan terus meningkat, dari 7,9% di tahun 2019 menjadi 9,2% di tahun 2022. Sementara, penduduk bumi diperkirakan mencapai 9,7 miliar orang di tahun 2050.
"Kebutuhan protein diprediksi akan mencapai 70%, sehingga untuk memenuhi kebutuhan itu, salah satunya dari hayati laut. Di mana, pasar seafood dunia diprediksi akan terus meningkat dengan laju tahunan berkisar 6-6,25%. BPS menekankan, peran penting sektor kelautan dan perikanan dalam ketahanan pangan, dengan realisasi produksi perikanan dan rumput laut mencapai 24,7 juta ton, investasi mencapai Rp12 triliun, PDB perikanan 5,49%, ekspor perikanan mencapai US$5,6 miliar, dan realisasi PNBP sebesar Rp1,69 triliun," kata Trenggono.
"Tahun 2024, kami targetkan produksi menjadi 30,85 juta ton, PDB perikanan jadi 5-6%, ekspor perikanan diharapkan mencapai US$7,2 miliar, dan investasi perikanan kelautan naik 15%," tambahnya.
Indonesia, kata Trenggono, sebagai negara dengan kepulauan terbesar di dunia, harus menempatkan sektor kelautan dan perikanan di garis depan.
"Laut berfungsi strategis bagi dunia. Hanya saja, aktivitas manusia hingga polusi dan perubahan iklim, mengancam keberlangsungan sektor kelautan dan perikanan. Karena itu, pembangunan sektor ini harus menjadikan ekologi sebagai panglima," katanya.
"Penangkapan ikan ke depan harus mulai terukur. Ini sudah ditetapkan lewat Peraturan Pemerintah (PP) No 11/2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur. Sebetulnya, ini juga untuk kepentingan generasi mendatang. Kalau penangkapan ikan nggak diatur, nggak lama lagi nanti jaring kapal penangkap itu saling ketemu tapi nggak ada lagi ikannya," tukas Trenggono.
Dia mengaku sering mendapat protes akibat diterbitkannya aturan penangkapan ikan terukur tersebut. Dia pun menegaskan, PP No 11/2023 bukan untuk membatasi penangkapan ikan di laut.
"Aturan ini terus diprotes, banyak nggak suka dibatasi. Padahal sebenarnya bukan dibatasi, tapi menyadarkan. Ke depan, penangkapan ikan nggak lagi semua diambil, tapi sesuai kebutuhan pasar. Harapan saya, penangkapan ikan akan semakin menurun di masa datang, kualitasnya meningkat, dan budidaya berkembang luar biasa," sebut Trenggono.
"Karena kalau ikan diambil terus, populasinya akan terus berkurang. Kalau kita terus biarkan, hanya serahkan ke Tuhan, ekosistemnya menjadi tidak seimbang. Ini terefleksi dari hampir semua nelayan di Indonesia itu hidup di pinggiran, daerahnya kumuh, cenderung miskin, nilai tukar nelayannya di bawah 110 yang ini sama dengan miskin. Sejujurnya, target saya, kita harus punya terobosan agar Indonesia bisa menjadi champion, mungkin dalam 10-15 tahun atau mungkin 25 tahu mendatang," tegasnya.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kocak, Menteri Kelautan & Perikanan Ngaku Dulu Tak Doyan Ikan
