Pabrik Tekstil RI "Berdarah-darah" Biang Kerok PHK Terus Berlanjut

Damiana, CNBC Indonesia
Rabu, 27/03/2024 17:40 WIB
Foto: Ilustrasi pabrik garmen (AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional dilaporkan masih terus terjadi. Dan, dikabarkan terus meningkat jelang momen pembayaran tunjangan hari raya (THR) keagamaan Lebaran 2024. 

PHK tersebut kemudian ditengarai sebagai modus perusahaan untuk menghindari pembayaran THR. Hal itu juga diungkapkan oleh serikat pekerja. Hanya saja, untuk tahun ini, tren PHK modus tak bayar THR tak sebesar tahun-tahun sebelumnya. 

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan, tren PHK jelang Lebaran banyak terjadi pada kisaran tahun 2018-2019. PHK tersebut dikemas sedemikian rupa karena manajemen memang mengatur agar masa kontrak pekerja habis mendekat masa bayar THR atau seminggu sebelum Lebaran. 


"Tapi kemudian, setelah kami lakukan negosiasi dan ngobrol dengan perusahaan, mereka mengaku kesulitan cashflow. Sehingga, tidak ada cara lain, pemutusan hubungan kerja (PHK) dilakukan. Cost disiasati seperti itu," katanya dalam Profit CNBC Indonesia, Rabu (27/3/2024). 

"Tapi memang cashflow perusahaan yang bersangkutan sedang berdarah-darah. Mereka mengaku melakukan apa saja daripada PHK. Jadi kalau saat ii ada PHK itu karena situasi perusahaan sulit. Modus itu (PHK menghindari THR) hampir nggak ada, " tambahnya.

Hanya saja, lanjut Ristadi, ada saja perusahaan yang memang nakal sehingga mencari-cari cara agar bisa PHK dan terhindari dari kewajiban membayar THR.

Karena itulah, imbuh dia, penting agar pemerintah terus melakukan penataan. Apalagi, ujarnya, pengawas ketenagakerjaan pemerintah terbatas. Belum lagi, katanya, tak semua perusahaan memiliki serikat pekerja, sehingga menyulitkan untuk melakukan advokasi. 

"Jumlah pekerja nasional itu keseluruhan ada sekitar 139 juta orang, yang permanen sekitar 57 juta orang. Tapi, pegawai pengawas itu kurang lebih hanya 1.700-an. Dan, pekerja atau buruh yang masuk serikat pekerja itu hanya kurang lebih 4-5%, tak sampai 5 juta orang," paparnya. 

"Artinya, ada gap yang lebar antara perusahaan dan pengawasan. Sehingga menyulitkan untuk kontrol dan pengawasan," sebutnya.

Gelombang PHK

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menegaskan hal senada. 

"Sama dengan yang disampaikan pak Ristadi. Ada fenomena yang bergeser, nggak semua perusahaan nakal. Sekarang sudah beda. PHK bukan lagi karena momentum Lebaran, tapi memang karena sejak kuartal III tahun 2022 itu cashflow industri tekstil terus tergerus," kata Redma.

"Hal itu terjadi pasca-Covid dan serbuan produk impor yang masuk pasar domestik. Di sisi lain, karena tensi geopolitik, ekspor terganggu," katanya.

Akibatnya, ujar Redma, perusahaan TPT nasional semakin kesulitan. 

"Mau nggak mau jadi harus mengurangi produksi hingga akhirnya PHK. Jadi bukan karena momen THR Lebaran. 2 tahun ini memang sudah terjadi, sampai kuartal I tahun 2024 ini, PHK juga masih terus terjadi," kata Redma.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Hantam Warga RI, Ternyata Ini Alasannya!