
7 Fakta Miris Sritex yang Mulai Karam Ditelan Utang

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada sejumlah fakta menarik sekaligus miris mengenai raksasa tekstil Indonesia, PT Sri Rejeki Isman atau Sritex (SRIL) mulai karam ditelan utang. Padahal, Sritex merupakan perusahaan tekstil tersohor karena menjadi pembuat seragam tentara di dunia.
Berikut fakta-fakta mengenai Sritex yang dirangkum oleh Tim riset CNBC Indonesia:
1. Produsen Seragam Tentara Dunia
Nama Sritex pernah melambung karena selama puluhan tahun memproduksi seragam militer yang dipakai oleh pasukan militer di 31 negara.
Produksi Sritex termasuk seragam standar untuk negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Selain itu juga ada Amerika Serikat, Filipina dan Arab Saudi yang diketahui menjadi pelanggan Sritex untuk memenuhi kebutuhan seragam militer.
2. Mendapat Notasi Khusus BEI Karena Ekuitas Negatif
Emiten yang memiliki kode SRIL tersebut memiliki notasi khusus dari Bursa Efek Indonesia yaitu "E". Dalam keterangan BEI, kode "E" berarti laporan keuangan terakhir menunjukkan ekuitas negatif berdasarkan laporan keuangan 2022 Kuartal III.
Ekuitas negatif atau defisit modal adalah kondisi di mana liabilitas lebih besar dari posisi aset yang dimiliki. Kondisi ini membuat perusahaan semakin dekat dengan kebangkrutan.
Selain kode "E", Sritex juga mendapatkan notasi "M" yakni adanya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Kemudian "X" yang berarti perusahaan Tercatat memenuhi kriteria Efek Bersifat Ekuitas Dalam Pemantauan Khusus.
3. Sudah 34 Bulan Saham SRIL di suspend
Perdagangan saham SRIL telah dihentikan sejak 18 Mei 2021 dan akan pada Maret 2024 telah memasuki bulan ke-34. Sementara laporan keuangan terakhir yang dilaporkan yakni September 2023.
4. Defisit Modal Rp8,5 Triliun
Jumlah aset yang dimiliki adalah US$653 juta atau Rp10,19 triliun. Jika total aset tersebut dibandingkan dengan jumlah liabilitas maka terjadi defisit modal sebesar Rp13,97 triliun.
Logika sederhana, misalnya perusahaan tersebut membutuhkan likuiditas segera demi membayar utang jatuh tempo. Saat kas tidak mencukupi hal yang bisa dilakukan adalah jual aset.
Nah. dengan kondisi ekuitas negatif, jual aset pun masih tidak mampu menolong perusahaan dari jeratan utang yang terlalu besar dan membutuhkan likuiditas segera.
5. Liabilitas Didominasi Utang Bank dan Obligasi (Berbunga)
Hingga September 2023, total liabilitas SRIL tercatat US$1,55 miliar atau setara dengan Rp24,16 triliun.
Sementara utang bank dan obligasi tercatat Rp20,99 triliun. Jumlah tersebut sama dengan 86,87% dari total liabilitas yang dimiliki per September 20223Di mana utang didominasi dengan masa jatuh tempo jangka panjang.
6. Berpotensi Gagal Bayar Utang Jangka Pendek
SRIL memiliki current ratio sebesar 175%, padahal maksimal adalah 100%. Current ratio digunakan untuk mengetahui seberapa sanggup sebuah perusahaan bisa memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Dijelaskan dalam buku Dasar-dasar Memahami Rasio dan Laporan Keuangan oleh Darmawan, current ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar dan kewajiban lancar.
7. Membukukan Rugi Setara Total Aset pada 2021
Pada 2021 SRIL membukukan rugi yang sangat besar bahkan setara dengan total aset yang dimiliki. Jumlah rugi tersebut sebesar US$1,81 miliar atau Rp16,76 triliun (kurs=Rp15.500/US$). Padahal asetnya sendiri adalah US$1,23 miliar atau Rp19,13 triliun.
(ras/ras)