
Bos Freeport Buka-bukaan Alasan Ajukan Perpanjangan Ekspor Tembaga

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Freeport Indonesia (PTFI) sebentar lagi bakal merampungkan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) konsentrat tembaga yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur.
Pabrik ini digadang bakal menjadi smelter single line atau satu jalur terbesar di dunia, yang mampu mengolah konsentrat tembaga sebanyak 1,7 juta ton per tahun dan memproduksi 600 ribu ton katoda tembaga per tahun.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas menyampaikan, smelter ini ditargetkan rampung pada akhir Mei dan mulai beroperasi pada Juni 2024. Setidaknya, hingga Agustus, diperkirakan smelter ini baru bisa menyerap konsentrat tembaga sebesar 50% dan bisa beroperasi penuh 100% pada akhir 2024 mendatang.
Oleh karena itu, pihaknya mengajukan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga yang akan berakhir pada Mei 2024.
"Baru secara bertahap dia akan naik 100% di bulan Desember 2024, sehingga kami masih membutuhkan sebagian untuk diekspor dalam 6 bulan tersebut," ungkapnya dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Selasa (26/3/2024).
Menurut Tony, apabila pemerintah tidak memberikan persetujuan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga hingga smelter baru perusahaan bisa beroperasi 100%, maka hal tersebut tidak hanya akan berdampak pada produksi PTFI, melainkan juga berdampak pada potensi menurunnya penerimaan negara.
"Penerimaan negara tentu akan berkurang dari yang mestinya US$ 4,3 miliar atau kira-kira Rp 65 triliun penerimaan negara itu akan turun US$ 1,4 miliar atau turun sekitar Rp 22 triliun, begitu juga produksi kita akan turun dan bagian dari pemerintah daerah juga akan turun, jadi memang dampaknya cukup signifikan," jelasnya.
Semula, Tony membeberkan bahwa berdasarkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang didapatkan pada 21 Desember 2018 lalu, PTFI seharusnya merampungkan pembangunan proyek smelter tembaga selama lima tahun sejak IUPK diberikan yaitu hingga 21 Desember 2023.
Namun, lantaran terdapat beberapa hal seperti pandemi Covid-19 yang berdampak pada pengerjaan proyek, perusahaan akhirnya mengajukan perubahan kurva-S kepada Kementerian ESDM.
"Terlepas dari itu smelter kami akan selesai dan beroperasi akhir Mei. Jadi bulan Juni kami sudah menyalakan smelternya, sudah beroperasi tapi belum memproses konsentrat," kata Tony.
Seperti diketahui, pemerintah resmi memberikan relaksasi izin ekspor pada lima komoditas tambang dan badan usaha setelah 10 Juni 2023 hingga Mei 2024 mendatang.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, pemerintah masih memberikan kesempatan bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) mineral logam, khususnya untuk lima komoditas, untuk menjual hasil pengolahan mineralnya ke luar negeri sampai dengan Mei 2024.
Dia menyebut, relaksasi ekspor ini terbatas pada komoditas tembaga, besi, timbal, seng, dan lumpur anoda hasil pemurnian tembaga. Dari sisi badan usaha, terdapat lima badan usaha yang mendapatkan perpanjangan izin ekspor hingga Mei 2024, antara lain PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), PT Sebuku Iron Lateritic Ores pemilik komoditas besi, lalu PT Kapuas Prima Coal dengan komoditas timbal, dan PT Kapuas Prima Coal dengan komoditas seng.
Kelima badan usaha tersebut mendapatkan perpanjangan izin ekspor hingga Mei 2024 karena progres pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) yang dibangun oleh kelima perusahaan tersebut sudah di atas 51%, per Mei 2023 lalu.
Seperti diketahui, berdasarkan Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), pemerintah melarang ekspor mineral mentah setelah 10 Juni 2023.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mesin Pabrik Raksasa Tembaga RI Mulai Beroperasi Juni 2024
