
Cuma Orang Kaya Banyak Jajan, Kelas Menengah RI Nasibnya Begini!

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren pembelian barang tahan lama atau durable goods seperti kendaraan bermotor turun drastis, membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menaruh perhatian khusus. Ekonom senior yang juga mantan menteri keuangan Chatib Basri menganggap kondisi itu menjadi pertanda adanya tekanan daya beli kelas menengah.
Meski begitu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menganggap, sebetulnya daya beli masyarakat khususnya kelas atas masih cukup baik, tercermin dari saldo mereka yang tinggi. Sementara itu, untuk kelas menengah dan bawah, David menilai trennya juga searah meski ada sedikit penurunan untuk kelas menengah.
"Sebenarnya dari sisi kemampuan daya beli relatif tinggi. Bahkan kalau dilihat dari rasio saldo/belanja untuk masyarakat atas cenderung tinggi sekali. Sudah hampir sama dengan posisi pandemi ketika banyak masyarakat menahan spending," kata David kepada CNBC Indonesia, Selasa (26/3/2024).
Merujuk pada data Mandiri Spending Index yang disusun Mandiri Institute, apa yang dikatakan David sejalan. Indeks tabungan atau saving index untuk kelompok atas (konsumen dengan rata-rata tabungan di atas Rp 10 juta) naik dari 100 pada Januari 2022 menjadi 105,1 pada Maret 2024.
Sementara itu, kelompok menengah dengan rata-rata tabungan antara Rp 1 -10 Juta, indeks tabungannya berkurang dari 100 pada Januari 2023 menjadi 96,2 per Maret 2024. Lain halnya dengan indeks tabungan kelompok bawah (tabungan kurang dari Rp 1 juta), trennya turun drastis dari kisaran 100 pada Januari 2023 ke 39,5 pada Maret 2024.
Di tengah tren indeks tabungan itu, untuk kelompok masyarakat kelas bawah justru indeks belanjanya paling tinggi hingga Maret 2024, mencapai 306,1 dari kisaran atas 150 pada Januarin2023. Sedangkan kelas menengah di level 183,5 dari kisaran atas 100, dan kelas atas di level 129,5 dari Januari 2023 di kisaran atas 100.
Meski begitu, David mengingatkan, porsi belanja kelas menengah dan atas itu menjadi dominan dari total belanja masyarakat di Indonesia, mencapai 70%, sisanya baru kelas bawah. Oleh sebab itu, ia berkesimpulan bahwa saat ini bukan daya beli masyarakat yang turun, melainkan adanya tren menahan belanja dari golongan menengah atas.
"Jadi kelihatannya lebih karena faktor sentimen, sehingga mereka masih menunda pembelian barang durables di awal tahun ini," tegas David.
David menganggap, belanja yang ditahan kelas menengah dan atas itu lebih disebabkan faktor keyakinan atau confidence yang masih stagnan pasca Pemilu atau Pilpres 2024. Ditambah dengan adanya kemungkinan suku bunga acuan bank sentral global, termasuk Bank Indonesia akan turun pada Semester II-2024.
"Bisa saja masyarakat menengah atas menunggu kemungkinan penurunan suku bunga, karena ada ekspektasi suku bunga akan turun di Semester II. Basically pasca pemilu ini mereka menahan belanja karena confidence masih stagnan," tegas David.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti secara khusus tren penjualan mobil dan motor yang anjlok drastis pada akhir Februari 2024. Meskipun ia meyakini tingkat konsumsi masyarakat masih sangat baik.
Ia mengatakan, penjualan mobil telah terkontraksi delapan bulan berturut-turut hingga akhir Februari penjualannya minus 18,8% secara tahunan atau year on year. Sementara itu, penjalan sepeda motor telah terkontraksi selama enam bulan berturut-turut hingga ke level minus 2,9%.
"Ini berarti untuk pembelian barang durable goods seperti mobil dan motor mengalami tekanan. Meski, consumer index kuat. Ini yang perlu kita jaga" kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN, Senin (25/3/2024)
Di tengah lesunya pembelian barang-barang bertahan lama itu, Sri Mulyani memastikan indeks keyakinan konsumen (IKK) masih di level optimistis di level 123,1 per Februari. Sementara itu Mandiri Spending Index menurutnya masih di level yang menunjukkan konsumsi terjaga tinggi di level 43.
Adapun indeks penjualan riil juga masih tumbuh menguat, karena menurutnya terjaga di kisaran 3,6, Purchasing Manager's Index atau PMI Manufaktur juga masih di level ekspansif di level 52,7. Konsumsi listrik ia akui melemah untuk kalangan industri yang terkontraksi 0,8%, sedangkan di sisi bisnis masih tumbuh 10,5%.
"Jadi dari sisi agregat demand prospek pertumbuhan ekonomi kita dari jangka pendek masih kuat dan cukup resilient," paparnya.
Meski demikian, Ekonom Senior yang juga mantan Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri menganggap, tekanan penjualan kendaraan bermotor atau durable goods yang menjadi sorotan khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi pertanda daya beli kelas menengah tertekan.
"Saya sudah sampaikan concern saya mengenai tekanan terhadap daya beli kelas menengah. Tampaknya concern saya mulai terlihat," ujar Chatib Basri dikutip dari akun X @ChatibBasri, Selasa (26/3/2024).
Menurutnya, jika daya beli masyarakat kelas menengah tidak segera dipulihkan direspons pemerintah, akan mampu menciptakan risiko pada stabilitas sosial dan politik, sebagaimana yang terjadi di Chile saat terjadi krisis yang disebut The Chilean Paradox oleh ekonom asal Amerika Serikat Sebastian Edwards.
(arm/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Situasi RI Terbaru: Kelas Atas Aman, Menengah-Bawah Menderita