Internasional

Suhu Bumi Kian Mendidih, Dunia di Ambang Krisis Pangan-Ledakan Inflasi

luc, CNBC Indonesia
22 March 2024 21:40
Rice crop is held in a paddy field on the outskirts of Guwahati, India, Tuesday, June 6, 2023. Experts are warning that rice production across South and Southeast Asia is likely to suffer with the world heading into an El Nino. (AP Photo/Anupam Nath)
Foto: AP/Anupam Nath

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemanasan global dan gelombang panas diperkirakan akan makin meningkatkan harga pangan dan inflasi secara keseluruhan di seluruh dunia di masa depan. Hal itu terungkap dalam penelitian baru dari para ilmuwan dan Bank Sentral Eropa.

Dampaknya akan berbeda-beda namun akan terasa di mana-mana, terutama di negara-negara berkembang, kata makalah yang diterbitkan dalam jurnal Communications Earth and Environment pada Kamis (21/3/2024) tersebut.

Cuaca ekstrem - termasuk gelombang panas, kekeringan, dan banjir - makin sering terjadi seiring dengan memanasnya iklim, sehingga berdampak buruk pada sektor-sektor utama perekonomian, termasuk pertanian dan produksi pangan.

Untuk studi baru ini, para peneliti dari Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK) dan Bank Sentral Eropa memanfaatkan data historis harga dan cuaca dari 121 negara antara tahun 1996 dan 2021.

Mereka menemukan bahwa kenaikan suhu akibat perubahan iklim diperkirakan akan menaikkan harga pangan di seluruh dunia antara 1,49 dan 1,79 poin persentase setiap tahun pada 2035.

Dampak pemanasan global dan suhu ekstrem di masa depan terhadap inflasi secara keseluruhan akan berkisar antara 0,76 dan 0,91 poin persentase berdasarkan skenario terbaik dan terburuk.

"Kami menemukan bukti kuat bahwa suhu yang lebih tinggi, terutama di musim panas, atau di tempat-tempat yang panas, menyebabkan kenaikan harga terutama pada inflasi bahan pangan tetapi juga pada inflasi secara keseluruhan," kata Maximilian Kotz, salah satu penulis laporan dari PIK, kepada AFP.

Kotz mengatakan dampak pemanasan global terhadap harga pangan dan inflasi di masa depan akan paling terasa di "wilayah yang sudah lebih panas" terutama di wilayah miskin dan berkembang.

Wilayah Paling Terdampak

Afrika dan Amerika Selatan akan menjadi benua yang paling terkena dampaknya, demikian temuan studi tersebut.

Namun belahan bumi utara juga tidak akan terhindar dari kenaikan harga akibat iklim ekstrem, kata Kotz.

"Di tempat-tempat di belahan bumi utara - terutama di musim panas - di sanalah hal-hal tersebut paling sering terjadi. Sedangkan di belahan dunia lainnya, hal ini akan lebih tersebar sepanjang tahun," ujarnya.

Namun mereka tidak menemukan bahwa pemanasan global berdampak signifikan terhadap biaya rumah tangga lainnya, kecuali harga listrik.

Hal ini "cukup konsisten" dengan penelitian lain yang menunjukkan sensitivitas pertanian terhadap guncangan iklim, kata Kotz.

Penelitian ini juga menemukan bahwa gelombang panas besar di seluruh Eropa pada musim panas tahun 2022 kemungkinan menyebabkan inflasi pangan meningkat sebesar 0,67 poin persentase, dengan dampak yang lebih besar di Eropa Selatan.

"Perubahan iklim di masa depan akan memperbesar besarnya dampak panas ekstrem, sehingga juga memperbesar potensi dampaknya terhadap inflasi," kata laporan itu.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Siaga, Peneliti BRIN Ungkap Ada Tanda-tanda Gorila El Nino

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular