Dear Mr. Next President, Warga RI Harus Bisa Kaya Sebelum Tua
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom senior yang juga mantan menteri keuangan, Chatib Basri mengatakan presiden baru Indonesia kelak harus bisa membuat negara ini terlepas dari jebakan berpendapatan menengah sebelum bonus demografi menyusut mulai 2025 sampai 2050.
Ancaman middle income trap dan aging population di tengah ketidakpastian perekonomian global adalah kondisi nyata yang harus dihadapi presiden mendatang.
Bila presiden pengganti Jokowi nanti gagal membuat ekonomi Indonesia tumbuh di atas 6% pada periode itu, dia memastikan hingga 100 tahun kemerdekaan Indonesia tak akan pernah menjadi negara maju.
"Maka kebijakan ke depan more or less begitu, tapi pertanyaannya beda enggak dengan yang sekarang atau zamannya Pak SBY, Bu Mega, enggak banyak berbeda masalah ekonominya, yang berbeda masalah leadership aja," kata Chatib kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu, dikutip Selasa (13/2/2024).
Dengan tantangan seperti itu, Chatib Basri menegaskan, setidaknya presiden ke depan harus memperkuat dua aspek. Pertama, pemahaman yang kuat dan kemampuan secara aktif untuk terlibat dalam isu-isu geopolitik, karena tantangan dunia masih penuh dengan ketidakpastian ke depan.
Kedua, kemampuan eksekusi yang baik. Sebab, menurut dia, Indonesia sudah memahami masalah besar bangsanya yang perlu diselesaikan dalam waktu singkat dan cepat, yaitu terlepas dari jebakan negara berpendapatan menengah dan menjadi negara maju 2050 dengan mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 6% tiap tahun.
"Jadi kemampuan leadership sebetulnya ya, jadi dia dengerin orang, dia pilih yang benar, punya tim kuat, itu yang akan menentukan. Kemudian dia lihat oke, dia bikin decision, dia eksekusi, itu yang jadi kuncinya kalau kita belajar dari pengalaman lalu," ungkap Chatib Basri.
Sementara itu, ekonom senior yang juga merupakan Co-founder Creco Research Raden Pardede juga menilai Indonesia terlepas dari middle income trap dan menjadi negara maju merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi presiden mendatang.
Batas Indonesia harus bisa keluar dari middle income trap adalah pada 2035-2040. Batas itu didasari atas median usia produktif masyarakat Indonesia yang puncaknya berakhir pada periode tersebut.
"Saya melihat bahwa batas kita keluar dari middle income trap kita itu antara 2035-2040," ucap Raden dalam program Squawk Box CNBC Indonesia.
Sampai pada periode itu, Raden berujar, pemerintahan mendatang harus bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi sambil menjaga stabilitas makro ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tak lagi bisa terus menerus stagnan di level 5% seperti delapan kuartal terakhir, karena menandakan aktivitas ekonomi mandek.
"Artinya 5-6% rata-rata, mereka inilah, pemimpin inilah, pembuat kebijakan inilah yang bisa membawa kita keluar dari middle income trap tadi," kata Raden.
Untuk mencapai pertumbuhan itu, maka presiden mendatang harus bisa memastikan inflasi terjaga di bawah 3% untuk menekan biaya hidup, defisit transaksi berjalan di bawah 3% dengan melepas ketergantungan investasi portofolio, serta defisit APBN harus terjaga rendah dengan tingkat utang yang aman.
Selain itu, efisiensi birokrasi menjadi penting untuk menekan biaya investasi, serta mendorong produktivitas dengan cara penguasaan teknologi tinggi di tiap-tiap sumber daya manusianya.
"Sebetulnya pertumbuhan 5% satu modal yang baik bagi kita, tinggal didongkrak dengan kita melakukan efisiensi dan perbaikan alokasi modal, investasi, mungkin 1% tambahan itu kita bisa peroleh. Artinya untuk mencapai 6% minimal sampai 10 tahun ke depan itu bisa," papar Raden.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menilai ketergantungan Indonesia kepada sumber daya alam membuat semakin sulitnya keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap. Untuk keluar, kuncinya adalah industrialisasi
Negara-negara yang mampu keluar dari middle income trap, menurutnya, seperti Korea Selatan memiliki share industri terhadap PDB di level 24,7% pada saat memasuki fase negara maju pada 1996, dan Singapura sebesar 26,6% pada 1991.
"Idealnya kalau kita mau loncat menjadi negara maju biasanya sektor industri manufaktur itu yang menjadi prime mover dan memberi kontribusi ke PDB yang cukup tinggi," tegas Amalia.
Tak heran, Indonesia kini kata Amalia harus menerima nasib 30 tahun terjebak dalam middle income trap, dan masih akan terus terjebak hingga 20 tahun mendatang hingga terealisasinya target Indonesia maju atau Indonesia emas 2045.
"Pengalaman dari Korea Selatan yang bisa keluar dari middle income trap hanya dalam waktu 17 tahun dari mulai lower, middle, masuk ke high income hanya butuh waktu 17 tahun," ungkap Amalia.
"Indonesia sudah 30 tahun berada dalam status negara berpendapatan menengah dan kita mau sbelum 20 tahun sudah keluar, artinya total di middle income trap kita hampir 50 tahun kalau 20 tahun ke depan kita jadi high income economy, ini terlalu lama, jadi jangan sampai ini lewat," ungkapnya.
(haa/haa)