
Biar Ekonomi RI 7%, Presiden Baru Harus Kantongi Investasi Rp1.950 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Menteri Keuangan yang juga merupakan dosen Indonesia Chatib Basri mengungkapkan presiden baru Indonesia harus menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, yakni 6-7% agar Indonesia menjadi negara maju 2045. Untuk itu, Indonesia harus mampu mengantongi banyak investasi.
Chatib menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih terbebani dengan incremental capital output ratio (ICOR) yang tinggi, yakni tambahan investasi yang dibutuhkan untuk 1% pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi. Pertumbuhan ekonomi RI pun kini stagnan di level kisaran 5%.
Level ICOR Indonesia Chatib tegaskan kini berada pada angka 6,8. Artinya 1% pertumbuhan ekonomi membutuhkan tambahan rasio investasi terhadap PDB sebesar 6,8. Dengan demikian, kebutuhan investasi terhadap PDB harus semakin tinggi untuk mendorong 1% pertumbuhan ekonomi.
"Jadi, jika kita ingin tumbuh 6 sampai dengan 7 persen, maka kita membutuhkan investasi terhadap PDB antara 41% sampai dengan 47%. Atau di dalam nominal, jika PDB harga berlaku kita adalah Rp 19.500 triliun, kita membutuhkan tambahan investasi sebesar Rp 780 triliun jika ingin tumbuh 6%, atau Rp 1.950 triliun jika ingin tumbuh 7%," tegas Chatib.
Dengan kebutuhan investasi yang besar antara Rp 780 triliun - Rp 1.950 triliun untuk menaikkan 1%-2% pertumbuhan ekonomi sebelum 2045, Chatib menyatakan Indonesia juga dihadapkan dengan rendahnya tabungan domestik bruto terhadap PDB.
"Persoalannya adalah tabungan domestik kita saat ini, rasio dari tabungan domestik bruto terhadap PDB kita itu adalah 37%. Di sini ada gap di mana tabungan kita, tabungan domestik kita lebih kecil dari kadar kebutuhan pembiayaan investasi," ucapnya.
Akibat porsi tabungan domestik bruto terhadap PDB yang rendah itu, Indonesia mengalami kesulitan pendanaan. Hal ini tercermin dari defisit transaksi berjalan yang mulai terjadi beberapa waktu ke belakang menyebabkan volatilitas ekonomi terjadi, karena pemenuhannya masih didominasi oleh investasi portofolio.
"Jika defisit di dalam transaksi berjalan ini lebih dari 3% dan dibiayai oleh portfolio, setiap kali ada shock, maka uang itu bisa pulang kembali ke negaranya. Akibatnya pasar keuangan terganggu, nilai tukar terganggu, dan pemerintah harus menerapkan stabilitas ekonomi kembali," tegasnya.
Untuk menghadapi persoalan itu, Chatib mengungkapkan setidaknya ada tiga cara yang bisa ditempuh pemerintah mendatang. Pertaman ialah menaikkan tabungan domestik bruto dengan meningkatkan rasio pajak terhadap PDB.
"Yang pertama adalah karena savings-nya lebih kecil dari investment, maka kita perlu menaikkan savings. Caranya adalah dengan menaikkan savings, meningkatkan tax ratio terhadap GDP, artinya peningkatan penerimaan pajak melalui administrative reform," tutur Chatib.
Kedua, peningkatan produktivitas domestik untuk menurunkan angka ICOR yang masih tinggi. Peningkatan produktivitas ini bisa dilakukan dengan cara efisiensi perekonomian, seperti memperbaiki kualitas SDM, hingga tata kelola pemerintahan.
"Artinya untuk output yang sama dibutuhkan biaya yang lebih rendah. Dengan kata lain kita bicara mengenai efisiensi di sini. Caranya dengan memperbaiki kualitas human capital, dengan terus melanjutkan program infrastruktur, dan perbaikan di dalam tata kelola pemerintahan," ungkapnya.
Ketiga, upaya memperbesar aliran modal asing yang masuk ke dalam negeri dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI). Dengan demikian, iklim investasi di Indonesia harus dijaga supaya investor menanamkan modalnya di dalam negeri untuk membuka lapangan kerja di dalam negeri dan menyerap tenaga kerja domestik.
"Karena itu, untuk membuat ekonominya relatif stabil, maka to fill the gap, untuk mengisi kekosongan ini, dia harus dibiayai melalui PMA. Maka penting sekali untuk menarik foreign direct investment untuk melakukan investasi di Indonesia. Atau alternatif terakhir adalah kombinasi dari tiga kebijakan yang saya sebut," tegas Chatib.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Blak-blakan Anggaran Pemilu 2024 Capai Rp 70,5 T