Asal Mula Muncul Tarif Minimum Pajak Karaoke-Spa Jadi 40%

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Jumat, 19/01/2024 14:05 WIB
Foto: Ilustrasi kelab malam. AFP via Getty Images/DAMIEN MEYER

Jakarta, CNBC Indonesia - Anggota Komisi XI Fraksi Golkar Putri Anetta Komarudin menceritakan asal muasal adanya ketentuan minimum untuk pajak hiburan khusus 40% dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Dalam Pasal 58 UU itu ditetapkan bahwa pajak hiburan dikategorikan sebagai objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) dengan paling tinggi 10%. Namun, khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

Menurut Putri, dalam draf RUU HKPD usulan pemerintah yang masuk ke Komisi XI, sebetulnya pemerintah mengajukan ketentuan penurunan tarif maksimal untuk hiburan khusus itu dari yang semula diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) maksimal 75% menjadi 40%, tanpa mengubah batasan minimum 0%.


"UU HKPD ini merupakan usul inisiatif pemerintah, maka dari draf RUU yang kami terima sebelumnya juga pemerintah sebenarnya mengusulkan diturunkan batas atasnya dari 75% menjadi 40%," kata Putri dalam progran Closing Bell CNBC Indonesia, dikutip Jumat (19/1/2024).

Namun, dalam pembahasannya, fraksi-fraksi partai politik di Komisi XI, termasuk Partai Golkar, menurut Putri menginginkan batas maksimal tetap sebesar 75%. Saat itu menurutnya juga belum ada usulan adanya batas minimum 40%. Sehingga, tak ada usulan perubahan ketentuan.

"Di situ kita mengusulkan tetap ada batas maksimum 75%, tapi tidak ada batas minimumnya jadi bisa 0%, begitupan fraksi-fraksi lain yang juga mengusulkan hal serupa," tegas Putri.

Putri menjelaskan, usulan itu merupakan hasil rapat dengar pendapat Komis XI DPR dengan akademisi dan pakar dari berbagai universitas selama tujuh hari. Mereka menilai batas maksimal itu telah sesuai dengan kondisi sosial dan kultur beberapa daerah religius yang telah menerapkan tarif 75%, bukan 40% sebagaimana usulan pemerintah.

"Dari situ banyak yang mengusulkan tarif maksimalnya tetap 75% dari usulan pemerintah batasannya 40% dengan pertimbangan sosial dan kultur dari beberapa daerah yang religius," tutur Putri.

Persepsi itu pun menurutnya menguat ketika Komisi XI menggelar rapat dengar pendapat dengan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). KPPOD kata Putri menekankan pentingnya penetapan tarif berdasarkan kondisi sosial dan kultur religius masing-masing daerah.

"KPPOD yang kami undang di situ menyebut PBJT untuk hiburan ini berpotensi menimbulkan kontroversi bagi daerah yang mengedepankan nilai religius, jadi perubahan tarif pajak untuk hiburan ini semestinya memastikan kondisi sosio religius dari daerahnya masing-masing," ucap Putri.

Kendati begitu, Putri tak menjelaskan lebih rinci besaran tarif minimum sebesar 40% itu muncul dari mana. Ia hanya menyebut tarif minimum 40% yang semula tak ada di UU PDRD itu muncul selama pembahasan UU HKPD karena adanya masukan dari para pihak yang menjadi narasumber rapar dengar pendapat dan fraksi-fraksi di Komisi XI.

Tarif minimum itu pun menurutnya juga sudah dikompensasi dengan adanya Pasal 101 UU HKPD yang mendorong daerah memberikan insentif fiskal, supaya daerah yang memandang iklim usaha yang terdampak penetapan tarif itu belum kondusif bisa menerapkan tarif pajak di bawah rentang ketentuan UU HKPD.

"Makanya akhirnya ada yang ingin menetapkan supaya ada batas bawah 40% tersebut, tapi karena kita berasal dari beberbagai partai yang berbeda-beda makanya Pasal 101 itu bisa kita gunakan sekarang sebagai solusi paling cepat supaya UU ini tidak malah mengganggu proses pemulihan ekonomi kita di daerah," ucap Putri.

Namun, jika melihat kronologi penetapan aturan mengenai pajak hiburan di dalam UU HKPD ini, ternyata PKS menjadi salah satu partai yang mendukung penerapan tarif pajak hiburan hingga 75%. Dari dokumen pemerintah yang diterima CNBC Indonesia, PKS mendukung kenaikan tarif paling tinggi 75%. Ini sejalan dengan UU No.28 tahun 2000 soal tarif Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) maksimal 75%.

Dukungan PKS ini didasari oleh konsumen di sektor hiburan ini yang merupakan masyarakat menengah atas.

"Sebagai besar konsumen pada jasa tersebut adalah masyarakat menengah ke atas," ungkap dokumen tersebut. Selain PKS, ternyata Golkar dan PAN, juga mendukung aturan ini.

Golkar mengungkapkan dukungan terhadap penerapan tarif PBJT khusus jasa hiburan agar tetap 75% atau paling tidak 40%. Golkar mengingatkan agar penetapan pajak hiburan mempertimbangkan masukan narasumber dan aspek socio-religi beberapa daerah.

Sementara itu, PAN menilai jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa merupakan kebutuhan yang lazimnya dinikmati oleh orang menengah atas.

"Khusus tarif PBJT dan jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%," ungkap dokumen pemerintah tersebut.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Main Padel Kena Pajak 10% - Wajib Militer Bagi Wanita Denmark