Pengusaha 'Narkotika Baru' Kratom Teriak-Minta Bantuan ke DPR

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
06 December 2023 20:25
Tanaman Kratom. (Dok. sumsel.bnn)
Foto: Tanaman Kratom. (Dok. sumsel.bnn)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (Pekrindo) mendesak pemerintah membuka lebar-lebar peluang ekspor kratom, tanaman herbal yang disebut-sebut sebagai narkotika baru. Apalagi, menurut Pekrindo, kratom bisa menghasilkan keuntungan melebihi sawit bagi petaninya karena modal yang dibutuhkan lebih sedikit. 

Ketua Pekrindo Yosef mengatakan, dengan modal menanam kratom senilai Rp15 juta per hektare (ha), hasilnya akan mendapatkan keuntungan hingga Rp25 juta.

Ia merinci, dalam satu hektare lahan bisa ditanami sekitar 2.500 batang, dan diasumsikan satu pohon dapat menghasilkan rata-rata 2 kilogram (kg) daun kratom sekali panen.

"Kalau misalkan per pohon 2 kg, dalam jumlah 2.500 batang panen pertama 5 ribu kg (atau) 5 ton, dikali Rp5.000 per kg daun basah, itu satu bulan bisa meraup untung Rp25 juta," kata Yosef dalam audiensi bersama Komisi IV DPR RI, Senin (4/12/2023).

Yosef pun membandingkan dengan modal bertanam kelapa sawit yang sebesar Rp60 juta per ha.

"Sawit itu kurang lebih (modalnya) Rp4,5 juta per bulan per 1 hektare dengan estimasi 2-3 ton per hektare, (harga sawit) kurang lebih Rp1.000, Rp1.300 sampai Rp1.500 per kg," jelasnya.

Untuk diketahui, Kratom merupakan obat alternatif sebagai penawar rasa sakit untuk berbagai kondisi medis. Namun, melansir laman Badan Narkotika Nasional (BNN), kratom menuai banyak kontroversi karena dampaknya yang memiliki efek candu.

Namun demikian, Yosef mengeluh regulasi kratom di Indonesia tidak jelas, sehingga mengganggu kegiatan ekonomi para petani dan pengusaha kratom. Padahal, kata Yosef, kratom sudah dibudidaya dan dikomersialkan sejak tahun 2005 lalu. Hingga saat ini, aktivitas produksi kratom sudah meningkat dari yang sebelumnya 1 ton per bulan, kini menjadi ribuan ton per bulan.

"Meskipun kegiatan produksi kratom sudah berjalan puluhan tahun, tapi hingga saat ini regulasi kratom belum jelas, sehingga masyarakat yang sudah terlanjur menggantungkan ekonominya di komoditas ini kecewa dan was-was akan kegiatan ekonominya," kata Yosef.

Yosef menyebut ada ketidaksepahaman antara regulator, dan masing-masing pihak mempertahankan pendapatnya ihwal komoditas satu ini.

Padahal pada tahun 2020, katanya, Menteri Pertanian telah mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 104 Tahun 2020, yang mana dalam beleid itu menjelaskan, kratom masuk ke dalam daftar komoditas tanaman obat binaan Dirjen Hortikultura.

Kemudian, sekitar 2 bulan kemudian dibatalkan dengan membuat revisi Kepmentan terbaru, yakni Kepmentan Nomor 591 Tahun 2020, dan dalam Kepmentan baru tersebut kratom dihilangkan dalam daftar tanaman obat.

Kondisi ini karena dipengaruhi Surat Edaran BPOM No HK.04.4.42.42.019.16.1740 Tahun 2016 tentang larangan penggunaan kratom obat tradisional suplemen kesehatan.

Selain itu BNN juga mengeluarkan larangan yang tertuang dalam surat pernyataan SIKAP tanggal 31 Oktober 2019 terkait peredaran dan penyalahgunaan kratom di Indonesia.

Namun di sisi lain, berdasarkan hasil Lab Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan nomor R/06/XI/BL/BL.00.00/2015 yang dikeluarkan pada tanggal 31 November 2015, menyatakan Kratom negatif alias tidak mengandung Narkotika.

"Begitu juga dengan hasil Lab BNN di Balikpapan dengan nomor bukti 17974/2019/NNF/ yang hasilnya juga menyatakan Kratom negatif tidak mengandung narkotika," ujarnya.

"Berarti dengan 2 hasil itu dari BNN jelas kratom bukanlah produk yang berbahaya karena dari sisi kearifan lokal sudah digunakan masyarakat yang hidup di Kalimantan dan hingga saat ini belum ada ditemukan kasus yang melibatkan kratom," katanya.

Oleh sebab itu, dia meminta kepada DPR RI agar mau membantu supaya pengiriman komoditas kratom bisa berjalan lancar dan aman, dengan melakukan pendekatan melalui hubungan bilateral atau multilateral yang mungkin juga bisa melibatkan Bea Cukai, atase perdagangan luar negeri yang bertugas di setiap negara transit dengan negara tujuan ekspor.

"Kami juga meminta supaya DPR RI berkomunikasi dengan pihak bea cukai untuk memperbaiki dan menjalin koordinasi dengan pihak bea cukai negara transit dan negara tujuan ekspor komoditas kratom dan koordinasi dengan pihak World Customs Organization (WCO)," pungkasnya .


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Zulhas Restui Ekspor 'Narkoba Baru' Kratom, Ini Alasannya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular