
Heboh RI Mau Ekspor 'Narkoba Baru' Kratom, Bisa Cuan Besar

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana akan menggenjot ekspor tanaman herbal daun Kratom meskipun tengah diwacanakan masuk dalam kategori narkotika golongan I. Mengutip situs resmi Badan Narkotika Nasional (BNN) Sumatra Utara, Narkotika Golongan I sangat berbahaya karena menimbulkan efek ketergantungan. Ganja, koka, dan opium masuk dalam kategori narkoba golongan 1.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Didi Sumedi mengungkapkan jumlah daun Kratom di Indonesia dapat dikategorikan melimpah. Namun, saat ini substansi dari tumbuhan Kratom masih dalam proses penggalian.
"Ya, kalau dari sumber daya alamnya, sih, kita banyak, tapi, kan, ini sedang digali masalah substansi-nya. Substansi Kratom sendiri, apakah dia memang termasuk golongan yang dikatakan ada mengandung psikotropika, tapi, kan, masih dalam kajian, ini belum selesai," kata Didi kepada wartawan, dikutip Sabtu (2/9/2023).
Didi mengatakan, pihaknya baru akan mengeluarkan izin ekspor jika daun Kratom sudah memperoleh izin dari Kementerian atau Lembaga terkait. Saat ini, Kemendag berencana akan berkomunikasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BNN terkait daun Kratom.
Lebih lanjut, Didi menyebutkan potensi ekonomi berkat ekspor daun Kratom lumayan besar. Terlebih, sumber daya alam (SDA) di dalam negeri yang berlimpah dan permintaan pasar yang tinggi membuat pemerintah yakin untuk mendorong ekspor dari tanaman herbal ini.
"Itu lumayan besar, ya, potensi ekonominya. Dari sisi SDA kita cukup banyak, terutama di Kalimantan. Pasarnya juga terbuka, ya, Amerika Serikat (AS) yang paling besar," ujarnya.
Lantas, Apa Itu Kratom?
Mengutip BNN, Kratom adalah tanaman asal Asia Tenggara yang selama ratusan tahun sudah menjadi bagian dari budaya dan kehidupan penduduk asli Asia Tenggara.
Tanaman ini tumbuh di Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Papua Nugini. Kratom memiliki nama latin Mitragyna Speciosa. Kratom juga memiliki sebutan lain di beberapa negara Asia Tenggara di antaranya ketum, kutuk, atau biak-biak di Malaysia, kratom, kadam, atau ithang di Thailand, purik atau ketum di Kalimantan Barat, kedamba atau kedemba di Kalimantan Timur, dan sapat atau sepat di Kalimantan Tengah dan Selatan.
Kratom tumbuh di daerah dengan tanah yang sedikit basah. Tanaman Kratom berbentuk pohon perdu dengan tinggi mencapai ± 15 m, dengan cabang menyebar lebih dari ± 4,5 m, memiliki batang yang lurus dan bercabang, memiliki bunga kuning dan berkelompok berbentuk bulat. Daun kratom berwarna hijau gelap dang mengkilap, halus, dan berbentuk bulat telur melancip. Daun dapat tumbuh sepanjang lebih dari 18 cm dan lebar 10 cm.
Di Indonesia, Kratom menjadi tanaman endemik yang tumbuh di sejumlah wilayah di Kalimantan. Masyarakat telah memanfaatkan Kratom selama berabad-abad sebagai obat alami untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan. Manfaat kesehatan inilah yang menjadikan Kratom di Kalimantan banyak diekspor ke negara-negara Amerika Serikat dan Eropa. Tidak mengherankan jika Kratom dianggap sebagai komoditas ekspor yang menjanjikan di Kalimantan.
Namun pengguna Kratom rupanya juga mengalami kecanduan. Efek yang dirasakan berupa perasaan relaks dan nyaman, serta euforia jika kratom digunakan dengan dosis tinggi. Efek yang ditimbulkan ini disebabkan oleh senyawa mitraginin sebagai senyawa utama yang terkandung dalam daun Kratom.
Di beberapa negara terjadi penyalahgunaan Kratom dimana seringkali dicampurkan dengan bahan-bahan lain yang menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh. Efek keracunan dapat terjadi jika Kratom dicampurkan dengan obat yang bekerja pada reseptor di otak yang sama dengan stimulan dan yang memiliki efek opiat.
Campuran ini juga dapat menimbulkan efek kematian, seperti yang terjadi di Eropa (Swedia) dimana Krypton yang merupakan campuran antara kratom dan tramadol dijualbelikan secara ilegal dilaporkan menimbulkan kematian.
Pada tahun 2013, UNODC, lembaga PBB yang menangani permasalahan narkoba, telah memasukan Kratom ke dalam NPS kategori Plant-based Substances. NPS adalah jenis zat psikoaktif baru yang ditemukan namun regulasinya belum jelas atau masih dalam proses. Dengan masuknya kratom ke dalam salah satu jenis NPS, maka penanganan penyalahgunaan kratom perlu menjadi perhatian.
BNN RI juga telah menetapkan Kratom sebagai NPS di Indonesia dan merekomendasikan Kratom untuk dimasukkan ke dalam narkotika golongan I dalam Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penggolongan ini didasarkan pada efek kratom yang berpotensi menimbulkan ketergantungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan. BNN sendiri mengemukakan bahwa efek kratom 13 kali lebih berbahaya dari morfin.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Zulhas Restui Ekspor 'Narkoba Baru' Kratom, Ini Alasannya