Ini Beda Aturan Iklan Rokok di PP Tembakau Vs RPP Kesehatan
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah akan menerbitkan aturan baru pelaksana Undang-undang (UU) No 17/2023 tentang Kesehatan berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang akan mengatur soal pengamanan zat adiktif, mencakup produk tembakau dan rokok elektronik.
Rancangan PP pengamanan zat adiktif (RPP Kesehatan) turunan UU Kesehatan tersebut saat ini sedang dalam pembahasan.
Salah satu aturan yang akan dimasukkan dalam RPP Kesehatan dan jadi sorotan adalah terkait iklan produk tembakau dan rokok elektronik.
Sebagai informasi, pemerintah sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP Tembakau). Di mana, PP ini juga mengatur iklan produk tembakau.
Selain ada tambahan rokok elektronik, lalu apa yang membedakan pengendalian iklan yang diatur PP No 109/2012 dengan RPP Kesehatan?
Pengendalian iklan produk tembakau dan rokok elektronik rencananya akan diatur dalam Pasal 152 ayat (1) dan (2).
Di mana, pasal ini rencananya bakal melarang iklan rokok di media luar ruang, situs/ dan atau aplikasi elektronik komersial, media sosial komersial, serta tempat penjualan produk tembakau dan rokok elektronik.
Selain itu, ketentuan lanjutan pengendalian iklan produk tembakau dan rokok elektronik mencakup:
- larangan mencantumkan harga jual
- larangan menggunakan kartun atau animasi sebagai bentuk tokoh iklan
- menampilkan anak, remaja, dan. atau wanita hamil dalam bentuk gambar dan/atau tulisan
- larangan memperagakan, menggunakan, dan/atau menampilkan wujud atau bentuk produk tembakau dan rokok elektronik, atau sebutan lain yang dapat diasosiasikan dengan merek produk tembakau dan rokok elektronik
- wajib mencantumkan tulisan 'dilarang menjual dan memberi kepada anak di bawah 18 tahun dan perempuan hamil'
- iklan di media cetak tidak boleh di halaman depan dan satu halaman dengan produk makanan dan minuman
- tidak boleh dimuat di media cetak untuk anak, remaja, dan perempuan
- untuk iklan di televisi dan radio hanya boleh ditayangkan setelah pukul 23.00 sampai 03.00 waktu setempat.
- iklan produk tembakau dan rokok elektronik mencantumkan peringatan kesehatan iklan bergerak di media televisi harus berukuran full screen selama paling singkat 10% dari total durasi iklan dan tidak kurang 2 detik, sementara di media cetak atau media tidak bergerak harus berukuran sekurang-kurangnya 155 dari total luas iklan.
Sementara, Bagian Ketiga PP No 109/2012 tentang Peredaran, Pasal 26 ayat (1) dan (2) juga mengatur soal pengendalian iklan produk tembakau, baik di media cetak, penyiaran, teknologi informasi, dan/ atau media luar ruang.
Selanjutnya pada Pasal 27 ditetapkan sejumlah ketentuan terkait iklan produk tembakau, yaitu:
a. mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar dan tulisan sebesar paling sedikit 10% dari total durasi iklan dan/atau 15% dari total luas iklan
b. mencantumkan penandaan/tulisan '18+ dalam iklan produk tembakau
c. tidak memperagakan, menggunakan, dan/atau menampilkan wujud atau bentuk rokok atau sebutan lain yang dapat diasosiasikan dengan merek produk tembakau
d. tidak mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah rokok
e. tidak menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan
f. tidak menggunakan kata atau kalimat yang menyesatkan
g. tidak merangsang atau menyarankan orang untuk merokok
h. tidak menampilkan anak, remaja, dan/atau wanita hamil dalam bentuk gambar dan/atau tulisan
i. tidak ditujukan terhadap anak, remaja, dan/atau wanita hamil
j. tidak menggunakan tokoh kartun sebagai model iklan
k. tidak bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pasal 28 menetapkan, iklan produk tembakau di media cetak wajib:
a. tidak diletakkan di sampul depan dan/atau belakang media cetak, atau halaman depan surat kabar
b. tidak diletakkan berdekatan dengan iklan makanan dan minuman
c. luas kolom iklan tidak memenuhi seluruh halaman
d. tidak dimuat di media cetak untuk anak, remaja, dan perempuan.
Lalu Pasal 29 PP No 109/2012 mengatur, "Selain pengendalian Iklan Produk Tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, iklan di media
penyiaran hanya dapat ditayangkan setelah pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat".
Artinya, jika mengacu pada perbandingan ketentuan tersebut, perbedaan pengaturan iklan produk tembakau dan rokok elektronik dalam PP No 109/2012 tak jauh berbeda dengan RPP Kesehatan. Hanya berbeda dengan adanya penambahan rokok elektronik.
Dan, secara lebih spesifik menyangkut waktu penayangan iklan di media penyiaran. Di mana, pada PP No 109/2012 iklan hanya bisa ditayangkan setelah pukul 21.30 sampai pukul 05.00 waktu setempat. Sedangkan di RPP Kesehatan iklan di televisi dan radio hanya boleh ditayangkan setelah pukul 23.00 sampai 03.00 waktu setempat.
Ketentuan lanjutan dalam RPP tersebut menetapkan, dilarang menyiarkan dan menggambarkan dalam bentuk gambar atau foto, menayangkan, menampilkan, dan atau menampakkan orang sedang merokok, memperlihatkan batang rokok, asap rokok, bungkus rokok, atau yang berhubungan dengan produk tembakau dan rokok elektronik di media cetak, media penyiaran, dan media teknologi informasi.
Alasan Pemerintah
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes Benget Saragih saat Halaqah Nasional Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) "Telaah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif menjelaskan, pengendalian iklan ditujukan untuk menekan jumlah perokok usia dini atau anak-anak di Indonesia.
RPP tersebut, lanjutnya, juga telah melewati proses analisis, kajian per pasal oleh Kemenkes hingga tingkat menteri, lalu di bawa dalam diskusi antar kementerian.
"Tiap-tiap pasal dikaji, kita terbuka dengan semua masukan, baik yang pro maupun kontra. Kita juga melihat dari sisi ekonomi, jangan sampai, seperti disebut, industri dan petani kolaps dan pabrik rokok tutup," katanya dalam tayangan di akun Youtube Sahabat P3M, dikutip Senin (14/11/2023).
"Ini adalah untuk melindungi anak, nggak ada niat untuk menutup pabrik atau melarang merokok, tapi mengendalikan perokok," tambah Benget.
Menurutnya, Peraturan Pemerintah (PP) No 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ternyata belum bisa menjalankan tujuan tersebut.
Di mana, kata Benget, iklan rokok masih berderet di lokasi-lokasi dekat sekolah, masih ada praktik menjual rokok ketengan atau eceran, serta pedagang masih terang-terangan mencantumkan harga rokok.
Praktik-praktik tersebut, ujarnya, termasuk dalam kategori mengiklankan rokok.
"Dan kalau kita lihat, sebenarnya di negara G20, iklan sudah dilarang total. Dan hasil survey menunjukkan, 60% anak-anak yang merokok karena melihat iklan rokok," pungkas Benget.
(dce/dce)