Gawat Pak Jokowi, Produksi Minyak RI Ambles Mirip Era 1960-an

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Selasa, 07/11/2023 09:20 WIB
Foto: Pompa angguk Wilayah Kerja (WK) Rokan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). (CNBC Indonesia/Pratama Guitarra)

Jakarta, CNBC Indonesia - Produksi minyak bumi Indonesia terus menunjukkan penyusutan, dalam data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per 4 November 2023, produksi harian minyak nasional tercatat baru mencapai 571.280 barel per hari (bph) atau 86,5% dari target produksi minyak 2023 ini sebesar 660.000 bph.

Bila dirunut ke belakang, produksi minyak nasional ini bahkan di bawah level produksi pada era tahun 1968-an. Produksi minyak RI pada 1968, berdasarkan data BP Statistical Review, tercatat mencapai 599.000 bph, sebelum mengalami kenaikan terus-menerus yang mencapai masa puncak produksi pada 1977 sebesar 1.685.000 bph, lalu puncak produksi ke-2 sebesar 1.669.000 bph pada 1991, hingga kemudian terus mengalami penurunan secara bertahap.

Adapun sebelum 1968, produksi minyak RI masih berada di level 400 ribuan barel per hari. Berikut datanya:


1965: 486.000 bph
1966: 474.000 bph
1967: 510.000 bph
1968: 599.000 bph
1969: 642.000 bph
1970: 854.000 bph

Bila dibandingkan dengan data produksi minyak rata-rata selama Januari-September 2023, produksi minyak harian ini juga terlihat penurunan. Mengutip data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hingga September 2023 produksi minyak mencapai sebesar 608,6 ribu barel per hari (bph). Per 31 Oktober 2023 lalu, Kementerian ESDM mencatat produksi minyak 582,69 ribu bph.

Sementara lifting minyak pada Semester I-2023, berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), tercatat baru mencapai 615,5 ribu bph, atau 93% dari target dalam APBN 2023 yang sebesar 660 ribu bph.

Adapun realisasi produksi minyak RI pada 2022 tercatat mencapai 644.000 bph.

Lantas, mengapa produksi minyak RI terus mengalami penurunan?

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif membeberkan turunnya produksi minyak nasional karena sumur minyak di Indonesia sudah tua, sehingga rasio air lebih besar dibandingkan minyak ketika diproduksi.

"Jadi memang kan sumur kita juga sudah tua ya memang sumurnya memang umur. Kan minyak itu semakin lama dipompa kan akan semakin dalam, kemudian campurannya juga sama air makin banyak. Jadi yang dipompa dulunya hasil minyak 10 liter, 9 liternya minyak, kalau sekarang sudah sekian puluh tahun sudah setengah liter minyak setengah liter air," jelas Menteri Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (7/11/2023).

Saat ini pemerintah terus mengupayakan untuk terus mempertahankan produksi minyak harian dalam negeri dengan memaksimalkan sumur tua dengan memperdalam pengeboran. Salah satu yang dilakukan adalah menambahkan produksi dari sumur minyak non konvensional (MNK) salah satunya di Gulamo.

"Tapi untuk penambahan itu harus ada menambahkan yang baru, itu sekarang di Gulamo, itu yang nonkonvensional atau MNK. Sejauh ini indikasinya sih ada harapan di Gulamo, karena sudah selesai dibor," tuturnya.

Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menjelaskan, penurunan produksi minyak nasional disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya karena produksi migas RI masih mengandalkan lapangan-lapangan yang sudah berumur tua.

Oleh sebab itu, kenaikan harga minyak mentah di kancah global tidak akan berpengaruh signifikan dalam kenaikan produksi. Hanya saja, kenaikan harga minyak akan membantu dari sisi keekonomian.

"Yang akan membuat produksi naik adalah kalau sudah ada investasi dan produksi dari lapangan-lapangan baru yang skalanya besar seperti sekelas Blok Cepu atau Rokan misalnya. Harus berhasil dulu eksplorasinya atau upaya EOR nya di lapangan besar sekelas itu, baru akan bisa naik produksi," kata Pri kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (7/11/2023).

Senada, Ketua Komite investasi Aspermigas Moshe Rizal menilai penurunan produksi minyak yang terus terjadi di Indonesia lantaran mayoritas lapangan migas di Indonesia sudah cukup berumur. Sehingga dari sisi produksi akan terus mengalami penurunan secara alamiah.

"Namun bukan berarti tidak ada lagi potensi untuk Indonesia meningkatkan produksi, karena potensi migas yang belum ter-eksplorasi ataupun ter-produksi masih sangat besar, hanya semua itu membutuhkan investasi yang tidak kecil," kata Moshe.

Moshe memerinci, setidaknya terdapat dua hal yang dapat mengurangi penurunan produksi minyak nasional. Pertama, yaitu optimalisasi produksi yang ada seperti dengan workover wells, peningkatan produktivitas dan pemanfaatan sumur-sumur yang ditinggalkan (abandon wells) dengan re-entry.

Kemudian yang kedua yakni dengan percepatan monetisasi rencana pengembangan lapangan migas atau Plan of Development (PoD). "Dan kalau untuk meningkatkan produksi nasional, ada dua hal juga, yaitu implementasi teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) dan Eksplorasi untuk menemukan cadangan-cadangan baru," tambahnya.

Sulit Tembus Target

Oleh sebab itu, ia pun mendorong Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) selaku regulator di sektor hulu, untuk dapat mempermudah proses-proses yang perlu dilalui Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Khususnya dalam menjalankan aktivitasnya di Indonesia.

"Perlu untuk SKK Migas mengambil kembali perannya sebagai pemegang hak kuasa tambang, yaitu bertanggung jawab dalam pengurusan perizinan dan pembebasan lahan, KKKS sesuai namanya hanyalah kontraktor pemerintah yang bertanggung jawab segala hal-hal teknis dan juga pendanaannya," kata Moshe kepada CNBC Indonesia, Selasa (7/11/2023).

Sementara itu, Praktisi Migas Hadi Ismoyo menilai cukup berat untuk merealisasikan target produksi terangkut (lifting) minyak seperti yang sudah ditetapkan di dalam APBN 2023. Mengingat, target lifting minyak tahun ini berada di level 660 ribu barel per hari (bph).

"Proyeksi sampai akhir tahun diperkirakan sangat berat untuk mencapai target APBN di angka 660 ribu bph," kata Hadi kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (7/11/2023).

Bahkan menurut Hadi, sampai akhir tahun 2023 diproyeksikan produksi minyak nasional justru akan di bawah 620 ribu bph dengan estimasi 609 ribu bph. Sedangkan untuk lifting minyak, diproyeksikan hingga akhir tahun ini hanya berada di level 591 ribu bph.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Siapkan Gebrakan Menuju Produksi Minyak 1 Juta Bph