Warning IMF: Negara Cari Utang Bakal Makin Berat
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional atau IMF, Kristalina Georgieva mengungkapkan tren tingkat suku bunga acuan yang tinggi akan menyusahkan negara untuk menarik utang.
Ia pun menyarankan supaya negara-negara di dunia untuk mulai melaksanakan konsolidasi fiskal. Artinya, kebijakan belanja negara saat ini harus diperketat sesuai dengan kebutuhan mendesak sambil mencari sumber pendapatan negara dari sisi domestik demi meminimalisir kebutuhan utang.
Reformasi struktural ini menurutnya menjadi semakin penting karena tren kebijakan suku bunga acuan bank sentral di dunia, khususnya di negara-negara maju akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang panjang atau higher for longer. Maka beban bunga utang juga bisa makin tinggi.
"Inflasi kini memang sudah turun, tapi masih di atas target berbagai negara. Jadi, tingkat suku bunga akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang panjang," kata Kristalina dalam Press Briefing on The Global Policy Agenda di sela Annual Meetings IMF-World Bank 2023 Marrakech, Maroko, Kamis (12/10/2023).
Untuk menghadapi kondisi itu, IMF sendiri katanya sudah menetapkan agenda prioritas untuk di dorong bagi negara-negara dunia. Pertama adalah memerangi inflasi atau menjaga stabilitas harga sebagai kondisi awal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai negara.
Kedua, ia melanjutkan, mendorong negara-negara dunia untuk memperkuat stabilitas sistem keuangannya. Terlebih, ia mengungkapkan bahwa pergerakan imbal hasil obligasi Amerika Serikat dan negara-negara Eropa telah menyesuaikan levelnya dengan tingkat suku bunga acuan.
"Kondisi ini akan membuat pembiayaan semakin ketat dan dapat memukul pasar, baik bank maupun non-bank. Oleh karena itu pengawasan keuangan yang kuat sangat diperlukan saat ini," ucap Kristalina.
Ketiga, mengungkapkan, kini saatnya pemerintah di berbagai negara dunia melaksanakan konsolidasi fiskal, setelah selama masa pandemi Covid-19 gencar menggelontorkan belanja negara untuk mendorong pertumbuhan. Ia menyarankan belanja negara kini harus dialokasikan untuk kebutuhan prioritas.
"Dalam banyak kasus, hal ini berarti penerapan kebijakan fiskal yang lebih ketat dan lebih tepat sasaran. Memprioritaskan pengeluaran dan memobilisasi pendapatan domestik, terutama di negara-negara berkembang dan negara-negara berpenghasilan rendah, kini menjadi semakin penting," ujarnya.
Langkah kebijakan keempat yang harus dilakukan, menurutnya adalah mendorong laju pertumbuhan ekonomi jangka menengah untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Maka harus didukung dengan infrastruktur yang moderen dan hijau, serta digitalisasi.
Selain itu, juga dengan memperkuat tata kelola pemerintahan, menciptakan ruang usaha bagi para pelaku bisnis untuk berkembang dan berinvestasi pada sumber daya manusia, hingga mempersiapkan mempersiapkan masyarakat untuk mendapat kesempatan kerja di masa depan.
"Hasil riset kami menunjukkan bahwa paket reformasi yang cerdas ini dapat memberikan dampak jangka pendek yang besar, meningkatkan output atau hasil produksi sebanyak 8% selama empat tahun di sejumlah negara," tutur Kristalina.
Terakhir, ia menyerukan penguatan kerja sama internasional di tengah kondisi perekonomian yang redup seperti saat ini. Kerja sama internasional menurutnya akan membuka peluang peningkatan aktivitas ekonomi dan pembiayaan karena rasa kekeluargaan semakin kuat.
(mij/mij)