
30 Ekonom Dunia Beri Warning, Sepertiga Bumi Bakal 'Kejebak' Utang

Jakarta, CNBC Indonesia - Lebih dari 30 ekonom terkemuka dunia- termasuk mantan menteri keuangan dan seorang mantan bankir sentral- telah mengeluarkan seruan mendesak untuk segera memberikan bantuan utang kepada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Peringatan ini datang di tengah krisis sektor publik yang diperburuk di Afrika, di mana sebagian besar negara sangat terbebani oleh utang luar negeri.
Seruan yang dirilis pada hari Minggu, menjelang pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) bulan depan.
Dengan tegas mereka menyatakan bahwa negara-negara ini "gagal dalam pembangunan" meskipun mereka terus melakukan pembayaran utang.
"Situasi ini telah menciptakan dilema moral dan praktis, memaksa pemerintah untuk memilih antara membayar kreditor asing atau menyediakan kebutuhan dasar bagi warga negaranya," tulis surat seruan itu dikutip Al Jazeera, dikutip Senin (13/10/2025).
Beban utang terlihat jelas dalam statistik yang mengkhawatirkan dari Afrika.
Sebanyak 32 negara Afrika kini menghabiskan lebih banyak uang untuk membayar utang luar negeri daripada untuk mendanai layanan kesehatan.
Hal ini menunjukkan bahwa kepentingan para kreditor diutamakan di atas kebutuhan kesehatan masyarakat di benua tersebut.
Mereka menyebutnya "sebuah situasi yang sangat mengkhawatirkan".
Selain sektor kesehatan, pendidikan juga menjadi korban utama dari kewajiban utang yang berlebihan.
Sebanyak 25 negara Afrika mengalokasikan lebih banyak dana untuk layanan utang dibandingkan dengan anggaran untuk pendidikan.
Konsekuensinya adalah penurunan kualitas dan aksesibilitas pendidikan.
Pada gilirannya ini akan menghambat potensi pembangunan jangka panjang di benua tersebut.
Secara keseluruhan, rata-rata pemerintah Afrika menghabiskan sekitar 17% dari pendapatan negara mereka hanya untuk melayani utang.
Persentase yang sangat besar ini menunjukkan sejauh mana keuangan publik negara-negara ini telah dikuasai oleh beban utang, meninggalkan sedikit ruang untuk investasi vital dalam layanan sosial dan pembangunan infrastruktur.
Sementara itu, para ekonom global tersebut, termasuk peraih Nobel Joseph Stiglitz, mantan Gubernur Bank Sentral Kolombia Jose Antonio Ocampo, dan mantan Menteri Keuangan Afrika Selatan (Afsel) Trevor Manuel, menyoroti bahwa negara-negara di seluruh dunia menghadapi biaya layanan utang yang berlebihan.
"Dana ini seharusnya dialokasikan untuk sekolah, rumah sakit, aksi iklim, atau layanan penting lainnya yang sangat dibutuhkan oleh warga negara," tambah mereka.
Krisis pendanaan sektor publik ini semakin diperburuk oleh pengurangan anggaran bantuan internasional.
Amerika Serikat (AS), yang sebelumnya merupakan donor terbesar di dunia, telah memotong pendanaannya tahun ini karena pemerintahan Presiden Donald Trump telah menggeser prioritasnya dari bantuan ke arah yang lain.
Pemotongan bantuan ini memberikan tekanan tambahan pada negara-negara yang sudah kesulitan.
Menurut Komite Penyelamat Internasional (IRC), pemotongan bantuan AS ini memiliki dampak yang tidak proporsional.
Sepuluh dari 13 negara yang paling terpukul oleh pemotongan bantuan Amerika Serikat adalah negara-negara di Afrika, memperburuk tantangan fiskal yang sudah ada dan membuat upaya pemulihan ekonomi semakin sulit.
Dampak langsung dari krisis ini terlihat jelas pada sistem layanan kesehatan di Afrika, yang menunjukkan tanda-tanda tekanan parah.
Fasilitas kesehatan kekurangan sumber daya, dan akses ke layanan medis dasar semakin terbatas bagi jutaan orang.
Hal ini menciptakan kerentanan yang lebih besar terhadap krisis kesehatan di masa depan.
Sebuah laporan dari ActionAid yang diterbitkan awal tahun ini mengungkapkan kondisi pekerja kesehatan yang menyedihkan, mencatat bahwa 97% pekerja kesehatan di enam negara Afrika mengatakan upah mereka tidak cukup untuk menutupi biaya hidup dasar.
Gaji yang tidak memadai ini berkontribusi pada moral yang rendah dan potensi eksodus tenaga kerja terampil.
Maka itu, dengan situasi ini, para ekonom menyerukan para pemimpin untuk mengambil langkah mendesak yakni mengurangi beban utang, mereformasi cara Bank Dunia dan IMF menilai keberlanjutan utang, dan yang paling penting, mendukung pembentukan "Klub Peminjam" (Borrowers' Club).
Klub ini akan memungkinkan negara-negara yang berutang untuk bernegosiasi secara kolektif dari posisi yang lebih kuat.
"Tindakan berani terhadap utang berarti lebih banyak anak di ruang kelas, lebih banyak perawat di rumah sakit, lebih banyak tindakan terhadap perubahan iklim," tutur seruan itu lagi.
(tps/șef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Utang Luar Negeri Naik, Ini Daftar Terbaru 5 Kreditur Besar RI