Bank Dunia Bawa Kabar Buruk, Seluruh Negara Dalam Bahaya!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
12 October 2023 15:45
Bank Dunia
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Bank Dunia Ajay Banga memperkirakan, tren suku bunga tinggi akan terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Ia pun memperingatkan seluruh negara untuk melindungi perekonomiannya masing-masing.

Permasalahan tren suku bunga yang tinggi ini menurutnya akan memberikan dampak langsung bagi terhambatnya arus investasi secara global, karena aliran investasi itu akan masuk ke negara-negara maju yang tengah menerapkan suku bunga tinggi.

"Saya pikir suku bunga akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama. Hal ini dapat menjadi peristiwa yang rumit dalam banyak hal," kata Ajay saat konferensi pers World Bank-IMF 2023 Annual Meetings, dikutip Kamis (12/10/2023).

Untuk mengatasi permasalahan suku bunga tinggi ini, Ajay mengatakan, tak ada cara lain bagi setiap negara untuk melindungi stabilitas makro dan fiskalnya. Salah satunya adalah dengan menjalankan reformasi struktural di sisi fiskalnya untuk mencegah terus tingginya tingkat utang.

Bila tingkat utang suatu negara tinggi di tengah tren tingginya kebijakan suku bunga acuan bank sentral negara-negara maju, maka ia memastikan beban utang itu akan bisa mempengaruhi kondisi fiskalnya karena beban bunga utang juga akan semakin tinggi.

"Saya rasa poin yang ingin saya sampaikan adalah bahwa negara-negara di masa seperti ini harus sangat berhati-hati terhadap stabilitas makro dan fiskal. Sangat penting bahwa cara terbaik untuk melindungi diri sendiri adalah dengan mulai dari dalam negeri," ucap Ajay.

"Dan saya pikir negara-negara yang melakukan hal tersebut dengan baik akan melihat diri mereka keluar dari siklus apapun dengan lebih baik," tegasnya.

Bagi Indonesia, dampak dari tren tingginya suku bunga acuan bank sentral di negara-negara maju, khususnya di Amerika Serikat telah membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah. Rupiah sempat bergerak di atas level Rp 15.700 per dolar AS meski kini telah balik ke level Rp 15.600.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka di angka 15.685/US$ atau menguat 0,03% terhadap dolar AS pada hari ini. Posisi ini senada dengan penguatan pada penutupan perdagangan kemarin (11/10/2023) yang juga menguat 0,25%.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Kamis (12/10/2023) pukul 08.58 WIB, berada di posisi 105,65 atau turun 0,16% jika dibandingkan penutupan perdagangan Rabu (11/10/2023) yang ditutup di angka 105,82.

Kendati begitu, Kemarin (11/10/2023), AS telah merilis data Inflasi harga produsen (PPI) di Amerika Serikat meningkat menjadi 2,2% tahun-ke-tahun pada bulan September 2023, tertinggi sejak bulan April dan jauh di atas konsensus pasar sebesar 1,6%.

Mengutip dari CNBC International, pasar melihat PPI sebagai indikator utama inflasi, karena PPI mengukur berbagai macam biaya untuk barang-barang yang disalurkan ke produk konsumen. Pada hari Kamis, Departemen Tenaga Kerja akan merilis indeks harga konsumen yang diawasi lebih ketat, yang diperkirakan menunjukkan sedikit penurunan laju inflasi.

Kedua laporan tersebut menjadi masukan bagi keputusan kebijakan bank sentral AS (The Fed), yang telah menaikkan suku bunga secara agresif dalam upaya membendung inflasi.

The Fed menargetkan inflasi tahunan sebesar 2% namun diperkirakan tidak akan mencapai angka tersebut dalam beberapa tahun ke depan. Perkiraan pasar menunjukkan bahwa bank sentral kemungkinan akan menaikkan suku bunga pada siklus ini, meskipun para pejabat memperkirakan akan menaikkan suku bunga lagi sebelum akhir tahun.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bank Dunia Jamin RI Tak Resesi, Ekonomi 2023 Bisa Tumbuh 4,9%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular