
Perang Minggir! Ancaman Resesi Muncul Lagi Warga Bumi

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi telah diperkirakan terjadi di tahun 2023 ini. Meski prediksi terkadang berubah, namun ancaman ini masih tetap terlihat bahkan hingga 2024.
Resesi sejatinya diartikan sebagai penurunan PDB di suatu negara selama dua triwulan atau lebih, berturut-turut dalam satu tahun. Menurut laporan terbaru dari National Association for Business Economics yang dirilis pekan ini, sebagian besar ekonom atau 61%, memperkirakan kemungkinan resesi hampir 50% dalam 12 bulan ke depan.
"Kami masih memperkirakan perekonomian akan melambat dan kemudian memasuki resesi pada dua kuartal pertama tahun depan," kata Kepala Ekonom di Raymond James, Eugenio Aleman, membenarkan ramalan baru itu.
Ancaman resesi ini bukan tanpa dasar. Prospek tersebut didasarkan pada ekspektasi konsumen yang diyakini akan menarik kembali belanjanya sementara pasar perumahan mungkin menghadapi tekanan. Selain itu, konflik baru di Timur Tengah dapat berdampak pada harga minyak dan rantai pasokan.
Faktor-faktor tersebut mungkin mendorong bank sentral AS, The Federal Reserve (Fed) untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi. Bahkan, untuk jangka waktu yang lebih lama.
"Ini akan terasa seperti resesi bagi konsumen," kata analis Macquarie, Thierry Wizman.
Disebutkan bagaimana kepercayaan diri konsumen hancur karena semua berita utama yang buruk dunia saat ini. Hal itu membentuk tembok kekhawatiran ini.
"Ada kemungkinan kita tidak mengeluarkan uang sebanyak yang kita rencanakan sebelum berita utama yang buruk ini muncul," tambah ahli strategi pasar global di JPMorgan Asset Management, Jack Manley.
"Resesi jelas akan terjadi suatu saat nanti.. Tetapi waktunya tidak ditentukan secara pasti," ujarnya.
Diminta Bersiap
Sementara itu, mengutip CNBC International sejumlah penasihat keuangan pun kini meminta warga menyiapkan diri. Mulai dari evaluasi keuangan, meningkatkan dana darurat, hingga mengurangi utang.
"Dampak resesi terhadap orang sebagian besar tergantung pada apakah Anda masih memiliki pekerjaan atau tidak," kata seorang perencana keuangan bersertifikat dan pendiri serta presiden Glassman Wealth Services, Barry Glassman.
Ia menyebut kemerosotan ekonomi dapat menciptakan penghasilan yang lebih rendah. Oleh karena itu, ada baiknya evaluasi dilakukan untuk menangani penurunan pendapatan.
"Kuncinya adalah mengotomatisasi tabungan," tambah Mark Hamrick, analis ekonomi senior di Bankrate.
Matt Schulz, kepala analis kredit di LendingTree, mengatakan orang-orang harus bisa mengendalikan tingkat utang yang dimiliki. Pasalnya inflasi akan membuat jumlah utang-utang semakin membesar.
"Inflasi yang tumbuh secepat ini adalah sesuatu yang sangat meresahkan masyarakat," kata Schulz.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jepang Resesi, Bukan Ekonomi Terbesar ke-3 Dunia Lagi!