
BI Warning Inflasi RI Bisa Naik di November 2023

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memperkirakan tekanan inflasi di dalam negeri berisiko meningkat pada November 2023.
"Hal ini diindikasikan oleh Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) November 2023 sebesar 119,9, lebih tinggi dari periode sebelumnya, sebesar 118,7," kata BI dalam laporan survei penjualan eceran, Senin (10/10/2023).
Namun, inflasi diperkirakan akan menurun pada Februari 2024. Pasalnya, IEH pada Februari 2024 tercatat sebesar 129,7. Ini lebih rendah dari periode sebelumnya 134,0.
Inflasi pada September 2023 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 3,0±1%. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) September 2023 tercatat sebesar 0,19% (mtm), sehingga secara tahunan menjadi 2,28% (yoy). Ini lebih rendah dari inflasi IHK bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,27% (yoy).
Sejauh ini, BI optimistis tingkat inflasi akan sesuai dengan sasaran BI di 3,0±1%. Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan permintaan yang terkelola, ekspektasi inflasi yang terjaga, serta imported inflation yang rendah. Hal ini tampak pada terkendalinya inflasi inti. Inflasi inti turun menjadi 2,43% (yoy), dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 2,58% (yoy).
"Kelompok volatile food tetap terkendali sebesar 2,42% (yoy) sejalan dengan kesuksesan GNPIP di berbagai daerah dalam mengendalikan harga pangan. Inflasi kelompok administered prices terus menurun menjadi 8,05% (yoy), lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 8,42% (yoy)," paparnya, dalam RDG BI September 2023, beberapa waktu lalu (21/9/2023).
Namun, tantangan El Nino dan nilai tukar rupiah yang anjlok tergilas dolar AS berisiko menimbulkan tekanan pada inflasi. Di sisi lain, permintaan jelang libur akhir Natal dan Tahun Baru 2024 akan sangat mempengaruhi laju inflasi.
Perry meyakini base effect akan hilang setelah Agustus dan inflasi akan rendah ke depannya. "Rendahnya inflasi di semua komponen dan IHK sebagai hasil nyata dari konsistensi kebijakan moneter antar BI dan pemerintah pusat maupun daerah," ungkapnya.
Tentunya ini tampak pada sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam TPIP dan TPID.
"Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1% pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1% pada 2024," tegas Perry.
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengungkapkan, pelemahan kurs rupiah beberapa hari terakhir tentu akan berdampak negatif pada kinerja pelaku usaha yang bergantung pada bahan baku impor, mulai industri farmasi, makanan-minuman, tekstil hingga industri petrokimia.
"Sektor-sektor yang kami perkirakan akan terdampak dari adanya pelemahan rupiah yakni sektor yang mengandalkan bahan baku impor seperti Makanan dan Minuman, terutama yang banyak bahan baku impor seperti Gandum, Gula, dan Kedela, lalu sektor Farmasi, Elektronik dan Barang Elektrikal, serta Tekstil," kata Josua kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (10/10/2023).
Josua juga mengingatkan, selain berdampak terhadap industri, pelemahan rupiah juga berpotensi mendorong tekanan inflasi pangan berlanjut, terutama bila pemerintah mendorong impor-impor pangan strategis.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Redenominasi Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1, BI: Ingat 3 Faktor Ini!