
Redenominasi Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1, BI: Ingat 3 Faktor Ini!

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengingatkan rencana redenominasi atau penyederhanaan nilai rupiah agar dilakukan secara seksama dan memperhatikan sejumlah faktor.
Dia mengingatkan untuk melakukan redenominasi harus dengan memperhatikan tiga faktor. Tiga faktor tersebut a.l. kondisi makro ekonomi yang stabil, stabilitas sistem keuangan dan moneter yang stabil, serta kondisi sosial dan politik yang kondusif.
"Timing-timing itu yang menjadi pertimbangan utama. Ekonomi kita kan sudah bagus, tapi ada baiknya memberi momen yang tepat," jelas Perry dalam konferensi pers hasil RDG BI, dikutip Senin (26/6/2023).
Menurut Perry, saat ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan redenominasi. Karena perekonomian tanah air masih dibayangi oleh dampak rambatan atau spillover dari perekonomian global.
"Sekarang masih spillover rambatan dari global masih berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan kita. Juga kan (perekonomian domestik) bagus stabil, tapi dari global kan masih ada," ujarnya.
Dengan demikian, Perry meminta agar masyarakat bersabar. Pasalnya, redenominasi adalah kebijakan yang membutuhkan perhatian besar dan pemerintah adalah pihak yang akan memutuskan. "Jadi sabar kalau di pemerintah yang lebih tahu untuk di dalam negeri," kata Perry lagi.
VP Economist Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, ada dua kondisi stabilitas utama yang mendukung penerapan redenominasi, antara lain stabilitas makro ekonomi dan stabilitas sosial politik.
Stabilitas makro ekonomi untuk mendukung redenominasi yang dimaksud, yakni ditandai dengan tingkat inflasi yang relatif terkendali, perningkatan pertumbuhan ekonomi, yang didukung berbagai implementasi kebijakan fiskal dan moneter. Selain itu juga, tren cadangan devisa yang cenderung meningkat.
Melihat faktor-faktor di atas, menurut Josua saat ini sebenarnya Indonesia sudah bisa melakukan redenominasi. Namun sosialisasi kepada masyarakat yang paling penting untuk dilakukan.
"Sosialisasi kepada masyarakat umum yang paling penting. Selain edukasi dan sosialisasi yang intensif, keberhasilan dari redenominasi juga dipengaruhi oleh dukungan dari seluruh pihak, antara lain pemerintah, DPR, dan pelaku bisnis dan masyarakat," jelas Josua.
Sementara itu, Kepala Ekonom BCA David Sumual meyakini Indonesia sudah siap untuk meredenominasi rupiah, melihat inflasi yang mulai dalam tren melandai.
Menurutnya, inflasi Indonesia sempat menyentuh level tertinggi pada level 5,51% pada 2022. Saat ini inflasi Indonesia sudah mencapai 4%pada Mei 2023.
"Inflasi sudah turun, sehingga BI sebenarnya saat ini bisa saja melakukan redenominasi rupiah," jelas David kepada CNBC Indonesia.
Kendati demikian, redenominasi perlu disinkronkan dengan blue print sistem pembayaran BI, terutama rupiah digital. Selain itu, proses redenominasi perlu dilakukan bertahap dan membutuhkan sosialisasi kepada publik yang baik.
Juga kontrol harga barang harus dilakukan saat redenominasi, karena risiko terancam menaikkan harga kebutuhan masyarakat.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rencana RI Ubah Rp1.000 jadi Rp1, Kapan Dimulai?