Sustainable Future 2023

Pensiun Dini PLTU Batu Bara RI Terancam Batal, Ini Pemicunya

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Rabu, 27/09/2023 14:25 WIB
Foto: PLTU Suralaya di Cilegon, Banten. Doc PT PLN (Persero)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pemerintah Indonesia untuk menjalankan program penghentian operasional sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) lebih cepat dari rencana awal alias pensiun dini terancam batal. Hal tersebut menyusul ketidaksiapan negara-negara maju dalam memberikan pendanaan untuk program tersebut.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto menyebut negara-negara maju selama ini merupakan penghasil emisi CO2 terbesar di dunia. Sehingga sudah sewajarnya bagi mereka untuk terlibat dalam menurunkan emisi global.

Namun sayangnya, berdasarkan diskusi terakhir diketahui negara-negara maju tersebut tidak tertarik untuk mendanai program pensiun dini PLTU batu bara di Indonesia. Padahal pensiun dini PLTU menjadi langkah penting dalam menekan tingkat emisi.


"Saya kira mereka harus punya tanggung jawab. Makanya JETP adalah suatu langkah yang bagus. Kan JETP mereka berikan pendanaan US$ 20 miliar untuk transisi energi di Indonesia. Tapi sayangnya ketika kita lakukan diskusi ini mereka gak tertarik untuk pendanaan early retirement PLTU batu bara," ungkap Seto dalam Program Closing Bell CNBC Indonesia, dikutip Rabu (27/09/2023).

Menurut Seto kondisi ini menjadi suatu kendala bagi Indonesia apabila harus menjalankan program pensiun dini PLTU batu bara sendirian. Terlebih pasokan listrik yang ada di dalam negeri saat ini tengah mengalami oversupply.

"Kecuali kalau cuma 1-2 masih bisa. Jadi kita harapkan pendanaan dari negara maju bukan hanya sekedar pendanaan tapi pendanaan yang mereka berikan juga murah," katanya.

Seto membeberkan berdasarkan kajian International Energy Agency atau IEA, modal yang dibutuhkan untuk pensiun dini PLTU secara global dapat mencapai US$ 1 triliun. Sementara, dari total kebutuhan tersebut, Indonesia hanya membutuhkan puluhan miliar dollar.

"Jadi pertanyaannya bagaimana sumber pendanaan atau pembiayaan. Kalau 1-2 PLTU dari APBN atau kemudian kombinasi dengan world bank atau Asian Development Bank (ADB) masih memungkinkan tapi kalau kita lakukan secara masif terus terang ini perlu ada dorongan dari negara maju," katanya.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PLTU Bertambah, Energi Terbarukan Tetap Jadi Prioritas