Bank-Bank Sentral Seluruh Eropa Alami Dilema, Kenapa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi yang tinggi terus melanda rumah tangga dan dunia usaha di Eropa. Alhasil bank-bank sentral di seluruh blok tersebut menghadapi banyak dilema.
Ini diungkap kepala makro global di bank Belanda ING, Carsten Brzeski. Ia mengatakan semua bank sentral menghadapi tiga dilema yang sama, yakni bagaimana menyeimbangkan antara perlambatan ekonomi, inflasi yang masih terlalu tinggi, dan dampak tertunda dari kenaikan suku bunga yang belum pernah terjadi sebelumnya
"Tema umum lainnya adalah, tentu saja, tingkat suku bunga di semua wilayah hampir mencapai puncaknya, sehingga memperumit dilema yang dijelaskan di atas," kata Brzeski, seperti dikutip CNBC International, dikutip Senin (25/9/2023).
Lebih lanjut, Brzeski menambahkan lonjakan harga minyak baru-baru ini juga ikut menambah masalah dan berpotensi memicu inflasi sekaligus menghambat pertumbuhan ekonomi. Ini membuat keputusan suku bunga di masa depan semakin sulit untuk diambil.
Situasi di Inggris
Bank of England (BOE) misalnya memilih untuk menghentikan pergerakan suku bunga setelah 14 kenaikan berturut-turut. Bank sentral mempertahankan suku bunga kebijakan utamanya pada 5,25%.
Sebanyak lima anggota Komite Kebijakan Moneter memilih untuk mempertahankannya sedangkan empat anggota mendukung kenaikan 25 basis poin lagi. Keputusan tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh angka inflasi Agustus yang lebih rendah dari perkiraan, yang menunjukkan inflasi year-on-year sebesar 6,7%.
Ini jauh di atas target BOE sebesar 2%. Namun di bawah perkiraan sebesar 7%.
Bank sentral juga mencatat tanda-tanda pelonggaran pasar tenaga kerja, stabilitas pertumbuhan upah, dan melemahnya pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua tahun ini. Perekonomian Inggris menyusut sebesar 0,5% pada Juli akibat jumlah keterlambatan pembayaran hipotek melonjak ke level tertinggi dalam tujuh tahun.
Meskipun Gubernur BOE Andrew Bailey mengatakan komite tersebut akan mengawasi dengan cermat untuk melihat apakah kenaikan lebih lanjut diperlukan. Banyak ekonom memperkirakan hal ini akan mewakili tingkat suku bunga puncak bank tersebut.
Situasi di Swiss
Swiss National Bank (SNB) memilih untuk melakukan jeda untuk pertama kalinya sejak Maret 2022. Dalam sebuah pernyataan, bank mengatakan pengetatan kebijakan moneter yang signifikan selama beberapa kuartal terakhir melawan tekanan inflasi yang tersisa.
Inflasi di Swiss mencapai 1,6% pada Agustus, dalam kisaran target nasional 0-2%. Namun, Gubernur SNB Thomas Jordan mengatakan bahwa perang melawan inflasi belum berakhir, seraya menambahkan bahwa bank sentral Swiss akan terus memantau tekanan inflasi dan dapat melibatkan pengetatan lebih lanjut pada Desember.
Analis menggambarkan keputusan terbaru SNB sebagai jeda hawkish, mengingat kehati-hatian yang sedang berlangsung dan tidak ada indikasi pemotongan meskipun perekonomian Swiss mengalami stagnasi pada kuartal kedua. Perekonomian negara ini diperkirakan akan mencatat pertumbuhan rata-rata sebesar 1% pada tahun ini.
SNB memperkirakan inflasi tahunan Swiss rata-rata 2,2% pada tahun 2023 dan 2024, kemudian 1,9% pada tahun 2025. Angka ini didapat dengan asumsi suku bunga kebijakannya tetap pada level 1,75% saat ini.
Bank Sentral Eropa
Sebaliknya, Bank Sentral Eropa (ECB) digambarkan oleh beberapa orang sebagai melakukan kenaikan suku bunga yang dovish pada 14 September. Ini terjadi ketika menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin sambil mengatakan mereka mungkin telah mencapai puncaknya.
"Dewan Pengatur menganggap bahwa suku bunga utama ECB telah mencapai tingkat yang, jika dipertahankan dalam jangka waktu yang cukup lama, akan memberikan kontribusi besar terhadap kembalinya inflasi ke target secara tepat waktu," kata ECB dalam sebuah pernyataan.
ECB menambahkan bahwa suku bunga akan mencapai target ditetapkan pada tingkat yang cukup ketat selama diperlukan. ECB juga memperkirakan pertumbuhan zona euro hanya sebesar 0,7% pada tahun ini dan 1% pada tahun depan, dibandingkan perkiraan pertumbuhan AS sebesar hampir 2% pada tahun 2023.
Penilaian pasar menunjukkan prospek ekonomi yang lebih negatif dan ekspektasi bahwa bank sentral mungkin akan melakukan pemotongan pada pertengahan tahun depan.
Euro telah melemah 1,7% terhadap dolar AS sepanjang bulan ini, menandai kinerja terburuknya sejak Februari. Penurunan ini terjadi meskipun kenaikan suku bunga secara umum meningkatkan nilai suatu mata uang.
Skandinavia
Di Eropa utara, Norwegia dan Swedia memilih kenaikan suku bunga hari Kamis. Ini mengindikasikan bahwa pengetatan lebih lanjut mungkin akan dilakukan.
Namun petunjuk mengenai tingkat suku bunga tertinggi juga ditemukan dalam keputusan ini. Gubernur Norges Bank, Ida Wolden Bache, mengatakan kemungkinan akan ada satu kenaikan suku bunga kebijakan tambahan pada Desember.
"Kemungkinan akan ada kebutuhan untuk mempertahankan sikap tegas untuk beberapa waktu ke depan," kata Bache.
Tingkat inflasi utama Norwegia adalah 4,8% pada Agustus, dengan inflasi inti sebesar 6,3%. Perkiraan Norges Bank sekarang menunjukkan tingkat suku bunga kebijakan sebesar 4,5% hingga tahun 2024, naik dari 4,25% saat ini.
Riksbank Swedia secara terpisah mengatakan inflasi masih terlalu tinggi dan kebijakan moneter perlu diperketat lebih lanjut. Karena menaikkan suku bunga utamanya menjadi 4%.
Mata uang krona Swedia telah mencapai rekor terendah terhadap euro selama beberapa bulan terakhir. Bank sentral Swedia mengatakan pada Kamis bahwa pihaknya akan melakukan lindung nilai terhadap sebagian cadangan devisanya untuk mengatasi undervaluation.
Swedia juga mengalami penurunan pasar perumahan yang parah. Riksbank memproyeksikan perekonomian nasional akan mengalami kontraksi sebesar 0,8% tahun ini dan sebesar 0,1% pada tahun berikutnya.
Hal ini menyebabkan Capital Economics memperkirakan penurunan suku bunga sebelum pertengahan tahun depan. Ini lebih cepat daripada yang diperkirakan oleh bank sentral Swedia.
(sef/sef)