
Harga Minyak Tinggi Lagi, Ini Respons Menteri ESDM..

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia pada pembukaan perdagangan Senin (11/9/2023) terpantau masih tinggi. Contoh harga minyak Brent menguat 0,02% ke posisi US$90,65 per barel dan harga minyak mentah WTI di buka terkoreksi 0,13% di posisi US$87,4 per barel
Harga minyak terutama brent telah naik ke level tertinggi dalam sembilan bulan karena kenaikan harga solar berjangka AS dan kekhawatiran tentang ketatnya pasokan minyak setelah Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan pasokan.
"Harga minyak mentah terus diperdagangkan berdasarkan faktor penawaran. Tidak ada yang meragukan bahwa OPEC+ akan menjaga pasar tetap ketat hingga musim dingin," berdasar catatan Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analisis OANDA.
Menanggapi tingginya harga minyak mentah dunia di level US$ 90 per barel itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif buka suara, ia menyatakan memang saat ini Indonesia tidak bisa mencari sumber minyak lain terkecuali dari impor.
Dengan tingginya harga minyak dunia itu, maka akan berdampak pada naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia seperti BBM non subsidi Pertamax Cs.
"Memangnya ga bisa sumber lain lagi, harus beli dari situ. Itu kan nanti Pertamaxnya akan tinggi (harganya), jadi Pertalitenya akan dipakai (masyarakat) lagi nanti," ungkap Menteri ESDM saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (8/9/2023).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, pemerintah tidak nyaman bila harga minyak sangat tinggi, apalagi kalau sampai di atas US$ 100 per barel.
Dia beralasan, ini tak lain karena Indonesia merupakan net importir minyak. "Sebetulnya kita itu nggak terlalu nyaman ya, dengan sangat tinggi (harga minyak global), sampai di atas US$ 100 itu nggak terlalu nyaman memang. Itu betul memang bisa tinggi," tuturnya saat ditemui di sela Indonesia Sustainability Forum (ISF) di Jakarta, Kamis (07/09/2023).
Dia menjelaskan, Indonesia mengimpor BBMÂ sekitar 35% dari kebutuhan harian 1,3-1,4 juta barel. Belum lagi impor minyak mentah.
"Kan kita itu produksi dari kilang kita, yang dihasilkan dari crude oil, gabungan dari dalam negeri dan impor itu hanya 52% lah, nambah 35% dari import fuel," lanjutnya.
Namun demikian, beban impor BBM ini bisa ditekan karena adanya program pencampuran biodiesel 35% (B35) pada minyak diesel. Dia menyebut, adanya pencampuran biodiesel ini bisa berkontribusi pada pengurangan impor BBM sekitar 13%.
"FAME (Fatty Acid Methyl Esters/biodiesel) itu kurang lebih 13% kontribusinya. Jadi membantu ya, biodiesel. Membantu mengurangi impor bahan bakar. Itu kan kalau harga minyak naik, seharusnya kan mempengaruhi, baik impor crude maupun BBM. Itu masalahnya," tuturnya.
Oleh karena itu, menurutnya pemerintah terus memantau pergerakan harga minyak dunia. Meskipun, volatilitas harga minyak tidak bisa diprediksi. "Kita amati terus, karena tiap kali ada, kita hitung lagi, dan seterusnya. Tapi harga minyak itu kan nggak bisa kita prediksi naik terus, bisa turun," ujarnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Nyaris US$ 100, Ada Berkahnya Juga Buat RI
