Internasional

Awas, Raksasa Properti China Mau Bangkrut

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
16 August 2023 21:00
Logo perusahaan pengembang China Country Garden ditampilkan di Shanghai Country Garden Center di Shanghai, China 9 Agustus 2023. (REUTERS/Aly Song)
Foto: Logo perusahaan pengembang China Country Garden ditampilkan di Shanghai Country Garden Center di Shanghai, China 9 Agustus 2023. (REUTERS/ALY SONG)

Jakarta, CNBC Indonesia - China kembali dihadapkan pada kasus raksasa properti yang gagal bayar. Setelah Evergrande, salah satu pengembang non-BUMN terbesar berdasarkan penjualan, Country Garden, diprediksi akan bernasib sama.

Perusahaan dilaporkan telah melewatkan dua pembayaran kupon obligasi dolar pada 1 Agustus, senilai total US$ 22,5 juta (Rp 342 miliar). Obligasi yang dimaksud adalah obligasi yang jatuh tempo pada Februari 2026 dan Agustus 2030.

"Meningkatkan pengaturan modal untuk memastikan hak legal atas utang," kata pernyataan resmi perusahaan yang memiliki total kewajiban US$194 miliar pada akhir tahun 2022 dan eksposur besar di kota-kota tingkat rendah China itu.

"Uang tunai yang dapat digunakan telah menurun, menunjukkan tekanan likuiditas berkala, karena penurunan dalam lingkungan penjualan dan pembiayaan kembali, dan dampak dari berbagai peraturan dana," kutip Reuters mengutip pernyataan Country Garden, Rabu (16/8/2023).

"Perusahaan telah bertahan dengan cepat, tetapi sulit untuk melihat cahaya fajar ... kesulitan yang belum pernah terjadi sebelumnya," tambahnya.

Alhasil saham Country Garden yang terdaftar di Hong Kong amblas serai awal minggu. Sentimen negatif juga terjadi pada sejumlah saham pengembang non-BUMN lainnya seperti Longfor.

Selama beberapa tahun terakhir, otoritas China telah berusaha untuk mengekang spekulasi yang dipicu oleh utang di pasar real estat negara itu. Pada tahun 2020, Beijing menindak ketergantungan pengembang yang tinggi pada utang untuk pertumbuhan.

Kebangkrutan raksasa properti Evergrande di akhir 2021 menjadi tamparan awal. Perusahaan gagal membayar utang dengan nilai sekitar US$ 300 miliar.

Sebelumnya di pekan lalu, lembaga pemeringkat Moody's telah menurunkan peringkat perusahaan menjadi "B1". Moody's menyoroti akses pendanaan yang masih terbatas dan utang jatuh tempo yang cukup besar selama 12-18 bulan ke depan.

Harga Rumah Terjun Bebas

Sementara itu, harga rumah baru China turun untuk pertama kalinya tahun ini pada Juli. Menurut perhitungan Reuters berdasarkan data Biro Statistik Nasional, penurunan 0,2% month-to-month terjadi setelah pembacaan datar Juni, turun 0,1% dari tahun sebelumnya.

Ini terjadi di tengah memburuknya krisis utang pada pengembang besar, penurunan investasi properti dan penjualan rumah. Sebagian besar analis memperkirakan penurunan harga rumah dan penjualan lebih lanjut selama beberapa bulan mendatang, menimbulkan tantangan bagi pembuat kebijakan karena banyak sektor ekonomi menghadapi peningkatan tekanan di tengah lemahnya permintaan.

"Di antara 70 kota, sebanyak 49 kota mengalami penurunan harga rumah baru pada Juli dari 38 kota pada bulan sebelumnya," muat Reuters.

Bulan lalu, para pemimpin China dalam pertemuan politbiro berjanji untuk menyesuaikan kebijakan properti. Regulator perumahan juga mendesak upaya untuk menopang sektor ini seperti melalui tingkat hipotek rumah yang lebih rendah dan rasio uang muka untuk pembeli rumah pertama kali, serta pelonggaran pembatasan hipotek bagi orang yang ingin meningkatkan rumah mereka.

Beberapa kota termasuk Zhengzhou telah melonggarkan beberapa pembatasan properti dalam upaya menopang sentimen. Ibu kota provinsi seperti Xian dan Fuzhou sedang mempertimbangkan pengurangan rasio uang muka bagi penduduk yang akan membeli apartemen kedua mereka.

Ramalan Default JPMorgan

Sementara itu, JPMorgan menaikkan perkiraan gagal bayar corporate high-yield pasar berkembang, seiring kemungkinan gagal bayar Country Garden. Per 15 Agustus potensinya naik menjadi 9,7% menjadi 6%.

Itu juga menaikkan perkiraan untuk Asia menjadi 10% dari 4,1%. Namun angka hanya akan berkisar di 1% jika properti China dikecualikan.

"Properti China diperkirakan hampir 40% dari semua volume default pada tahun 2023, diikuti oleh 35% dari perusahaan Rusia dan 12% dari penerbit Brasil," kata media itu.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Sebut Ada Raksasa Properti China Punya Utang Rp4.400 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular