Kemiskinan: PR Besar di Tahun Terakhir Jokowi

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu pekerjaan rumah Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam tahun terakhir pemerintahannya adalah kemiskinan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 disebutkan pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan di Indonesia sekitar 6-7% dan kemiskinan ekstrem mendekati 0% pada 2024.
Sejalan dengan itu, RPJMN 2020-2024 menetapkan tingkat pengangguran terbuka juga diharapkan menjadi 3,6-4,3%, tingkat rasio gini menurun menjadi 0,360-0,374; dan IPM yang mengindikasikan perbaikan kualitas sumber daya manusia meningkat menjadi 75,54.
Dari data yang dikumpulkan Tim Riset CNBC Indonesia, dalam empat tahun terakhir, rapor angka kemiskinan Indonesia masih fluktuatif. Alih-alih terus mencatat penurunan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk miskin Indonesia meningkat di tengah pandemi Covid-19.
Hingga September 2020, BPS mencatat angka kemiskinan bertambah 2,76 juta jiwa menjadi 27,55 juta jiwa.
Jika dikaji lebih dalam, sejak 1999, tingkat kemiskinan di Indonesia untuk pertama kalinya mencapai angka di bawah dua digit tepatnya di angka 9,82% pada Maret 2018. Angka ini turun jauh dari Maret yang masih di angka 10,64%.
Sayangnya, angka kemiskinan sempat melesat di era awal pandemi, kemudian turun setelah pandemi mereda. Tingkat kemiskinan melanjutkan tren penurunan menjadi 9,36% per Maret 2023 dari sebelumnya 9,57% pada September 2022. Pada Maret 2023, BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat 25,9 juta penduduk.
Saat itu, jumlah penduduk miskin berkurang sekitar 460 ribu orang dibanding September 2022, atau turun 260 ribu orang dibanding Maret tahun lalu.
Dengan perkembangan ini, bagaimana pemerintahan Presiden Jokowi mencapai target RPJMNnya?
Pemerintah memastikan kemiskinan ekstrem di Indonesia bisa hilang sesuai target pada 2024. Meskipun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlahnya masih 2,04% dari total penduduk.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, target kemiskinan ekstrem 0% pada tahun depan bisa dicapai, karena target yang realistis. Apalagi, pemerintah juga sudah menyiapkan banyak strategi untuk mencapainya.
"Ini merupakan target yang realistis, karena kita akan menggunakan pendekatan yang multidimensi dan kolaboratif lintas sektor baik di tingkat pusat atau daerah," kata Amalia dalam program Economic Update CNBC Indonesia, dikutip Rabu (16/8/2023).
Menurutnya, strategi untuk menghapus tingkat kemiskinan ekstrem itu dilakukan melalui tiga tahap, pertama pengurangan beban pengeluaran masyarakat dengan program bantuan sosial atau bansos, jaminan sosial, subsidi, hingga kebijakan stabilitas harga.
"Terus kita juga sudah membangun satu data registrasi sosial ekonomi. Ini tentunya sangat penting untuk menjamin ketepatan sasaran program bansos yang akan kita lakukan dalam waktu dekat dan ke depan," tegasnya.
Tahapan kedua ialah meningkatkan pendapatan masyarakat melalui dorongan peningkatan produktivitas dan pemberdayaan masyarakat, seperti pelaksanaan program padat karya tunai, optimalisasi karya tunai desa, dan juga pendampingan maupun pelatihan usaha.
"Yang ketiga kita juga akan dorong jumlah kantong-kantong kemiskinan melalui pemenuhan layanan dasar seperti peningkatan akses layanan dan infrastruktur kesehatan, sanitasi air minum layak, dan infrastruktur lainnya," ungkap Amalia.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bansos Rp 443 T, Kok Orang Miskin RI Masih Banyak Pak Jokowi?
