Menebak Arah APBN Terakhir Jokowi: Ngegas atau Main Aman?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan menyampaikan anggaran negara terakhir dalam masa pemerintahannya, yakni Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 beserta dengan nota keuangannya, Rabu (16/8/2023).
Rancangan anggaran itu akan dibacakan oleh Presiden dalam Sidang Tahunan MPR RI, Sidang Bersama DPR RI - DPD RI, dan Sidang Paripurna DPR RI Tahun 2023 di Gedung Parlemen, Jakarta. Ini merupakan agenda rutin yang dilaksanakan sebelum HUT RI 17 Agustus.
Sebelum dibacakan, pemerintah dan DPR telah terlebih dahulu membahas postur awal RAPBN 2024 dengan acuan rentang angka Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM) yang didasari dari Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sejak periode awal tahun ini, tepatnya Mei.
Tema KEM-PPKF dan RKP 2024 mengangkat tema "Mempercepat Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan. Tema itu lalu dibahas lebih dalam untuk merancang RAPBN 2024 antara Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik dan DPR sejak Juni.
Dalam pembahasannya, pemerintah dan DPR saat itu melihat kondisi ekonomi secara garis besar mulai dari kondisi ekonomi global hingga domestik. Untuk global, faktor risiko ekonomi yang menjadi sorotan di antaranya eskalasi tensi geopolitik yang menyebabkan peningkatan ketidakpastian dan fragmentasi global.
Kondisi itu mereka anggap berdampak besar pada arus investasi dan perdagangan internasional. Indikasi perlambatan kinerja ekonomi dunia pun mereka anggap sudah semakin terlihat, khususnya di banyak negara maju maupun Tiongkok sebagai mitra dagang utama Indonesia.
Dari sisi domestik, beberapa indikator perekonomian Indonesia mereka anggap tetap ekspansif. Mengacu pada aktivitas konsumsi yang terus menunjukkan tren penguatan, meskipun dari sisi ekspor akan melambat karena dampak dinamika ekonomi global.
Kinerja investasi juga mereka anggap berpotensi tertahan, sejalan dengan sikap wait and see para pelaku usaha terkait dinamika ekonomi dunia dan periode menjelang Pemilu 2025. Maka, secara garis besar pertumbuhan ekonomi mereka patok dalam rentang yang moderat, tak lebih dari 5% sebagaimana rentang pertumbuhan selama masa kepemimpinan Jokowi dua periode sejak 2014.
Kendati begitu, pertaruhan untuk mendorong ekonomi melalui RAPBN 2024 mereka rancangan untuk pengembangan industri potensial, termasuk sektor terkait dengan hilirisasi sumber daya alam yang pemerintah anggap berpotensi terus memacu kinerja pertumbuhan ekonomi ke depan, terutama melalui peningkatan investasi dan daya saing produk ekspor.
Oleh sebab itu, asumsi pertumbuhan ekonomi yang semula pemerintah patok sebesar 5,3-5,7% dalam KEM-PPKF disesuaikan menjadi sebesar 5,1-5,7%. Alasannya supaya lebih realistis seiring dengan perkembangan terkini serta tantangan dan risiko eksternal akibat pelemahan ekonomi global.
Dari sisi inflasi pemerintah dan DPR patok dalam rentang 2,5% plus minus 1%, sesuai dengan usulan KEM-PPKF. Nilai tukar Rupiah diperkirakan sebesar 14.700-15.200 per dolar Amerika Serikat, lebih kuat dari nilai tukar di KEM-PPKF dengan pertimbangan terkendalinya inflasi, kinerja baik neraca pembayaran, serta obligasi negara yang tetap menarik bagi investor portofolio.
Suku bunga SUN 10 tahun berkisar antara 6,49-6,91. Sementara itu, asumsi harga minyak dan gas, disepakati untuk ICP sebesar US$ 75-80 per barel, lifting minyak bumi sebesar 615-640 ribu barel per hari, dan lifting gas sebesar 1.030-1.036 ribu barel setara minyak per hari.
Untuk itu, rasio perpajakan didorong meningkat dari 9,91-10,18% terhadap PDB dalam KEM-PPKF 2024 menjadi 9,92-10,2% terhadap PDB. Sementara itu, postur makro fiskal yang besarannya dalam bentuk persentase terhadap PDB ditetapkan untuk pendapatan negara 11,88-12,38%, Perpajakan 9,95-10,20%, PNBP 1,92-2,16%, Hibah 0,01-0,02%.
Untuk belanja negara ditetapkan dalam rentang 14,03-15,01% dari PDB, Belanja pemerintah pusat 10,49-11,36%, Transfer ke daerah 3,55-3,65%, Keseimbangan primer 0,0035-(0,428)%, Defisit (2,16)-(2,64)%, Pembiayaan 2,16-2,64%, Utang netto 2,46-3,41%, Investasi netto (0,3)-(0,67)%, dan Rasio utang 38,07-38,97%.
Terakhir, juga ditetapkan target-target pembangunan, yakni penurunan kemiskinan: 6,5-7,5%, dan rasio gini: 0,374-0,377, tingkat pengangguran terbuka 5,0-5,7%, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 73,99-74,02, Nilai Tukar Petani (NTP): 105-108, dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) 107-110.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Usai Pidato Jokowi, Puan Cs Nyanyi-nyanyi di Gedung DPR
