Top! RI Punya 'Senjata' Mengerikan Bikin Uni Eropa Ketakutan

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
14 August 2023 17:30
uni eropa
Foto: REUTERS/Paul Hackett/File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Uni Eropa sedang ketar-ketir dan takut dengan Indonesia. Penyebabnya, Indonesia memiliki 'senjata' top yang bisa menyingkirkan produk buatan mereka. 'Senjata' tersebut adalah kelapa sawit.

Mantan Menteri Pertanian periode 2000-2004 yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Bungaran Saragih menuturkan bahwa keberhasilan industri sawit Indonesia telah membawa dinamika baru pada persaingan minyak nabati dunia. Sekarang minyak sawit Indonesia lebih berdaya saing dibandingkan produk minyak olahan Uni Eropa seperti minyak jagung (corn oil), minyak kedelai (soybean oil), rapeseed, hingga minyak bunga matahari (sun flower oil).

"Harga minyak sawit jauh lebih kompetitif dibandingkan minyak nabati lain, telah menggeser persaingan minyak nabati dunia dari price competition jadi non price competition. Kenapa? Karena mereka gak bisa bersaing dalam price competition. Maka dipakailah non price competition," ujarnya di acara Advokasi Sawit di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (14/8/2023).

Bungaran mengatakan, salah satu isu yang sering digunakan Uni Eropa untuk menangkal minyak sawit asal Indonesia adalah dengan melakukan non price competition, yaitu melawan sawit adalah isu keberlanjutan, baik itu dari sisi keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

"Kita setuju bangsa telah berkomitmen mencapai sustainability (keberlanjutan) sawit. Bahkan sebelumnya sudah adopsi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil. Persaingannya disini paling sedikit dipakai karena kalah dari price. Kita jangan kalah," kata Bungaran.

Dia menyampaikan bahwa Indonesia sudah memiliki ISPO sejak tahun 2011 lalu. Namun masalahnya, keberlanjutan yang dituntut adalah keberlanjutan yang absolut (absolute sustainability), yang hanya ada di dunia teoritis dan tidak akan pernah ada di dunia nyata.

Minyak goreng sawit di pasar modern (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)Foto: Minyak goreng sawit di pasar modern (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Minyak goreng sawit di pasar modern (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

"Dalam konsep sustainability absolute, pilihannya ada dua, hitam atau putih, yakni sustainable atau unsustainable. Setelah dicap unsustainable, maka tidak bisa ikut dalam kompetisi," tutur dia.

Menurutnya, konsep keberlanjutan yang realistis juga diadopsi oleh Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu keberlanjutan yang relatif (relative sustainability).

"Semuanya relatif, gak tahu level sustainability dimana, tapi itu adalah perjalanan menjadi lebih baik dari kemarin. Itu yang saya maksud dengan relative sustainability dan itu belum masuk dalam ISPO kita," terangnya.

Namun demikian, Bungaran menekankan bahwa ISPO tetap akan dilakukan, karena itu merupakan aturan dari pemerintah, tetapi hal itu juga harus direvisi sedemikian rupa supaya banyak yang ikut dalam keberlanjutannya.

"ISPO tetap kita lakukan karena itu aturan dari pemerintah, tapi harus revise sedemikian rupa biar banyak yang ikut dalam sustainability," tuturnya.

Selain itu dari segi waktu, katanya, dengan berbagai perbaikan seperti perbaikan tata kelola, perbaikan GAP telah membuat sawit Indonesia semakin sustainable atau berkelanjutan.

"Dan kami sudah lebih baik. Itu kita harus berani katakan, apalagi kalau negosiasi internasional, apakah soybean, sunflower sudah lebih sustainable dari sawit kami? Mari tunjukan bukti ilmiahnya dan kami sudah punya bukti itu," ujar dia.

"Dari segi waktu dengan berbagai perbaikan, sawit indonesia makin sustainable dari tahun ke tahun. Hal ini terkonfirmasi dari makin meningkatkan kebun sawit yang sudah memperoleh sertifikat keberlanjutan ISPO dan sertifikat RSPO," imbuhnya.

Dimana, lanjut dia, 50% minyak sawit global yang tersertifikasi sustainability atau ISPO berasal dari Indonesia. Secara relatif, kata Bungaran, Indonesia sudah lebih sustainable dibanding minyak nabati lain. Dari 17 jenis minyak nabati dunia, sawit merupakan salah satunya atau baru minyak sawit yang sudah memiliki sistem berkelanjutan.

"Jadi jangan hanya dilihat komoditas sawit saja, minyak nabati," ucapnya.

Bungaran mengutip studi yang dilakukan Beyer et,al (2020) dan Beyer dan Rademacher (2021), yang mengungkapkan bahwa dengan emisi karbon salah satu indikator sustainability, emisi sawit ternyata lebih rendah dari emisi minyak nabati lainnya.

"Ini diteliti dari orang-orang sana, ini harus kita gunakan," pungkasnya.


(wur/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Bertemu Menlu Malaysia di Istana, Bahas "Perang" Ini dengan UE

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular