Bos BPDPKS Blak-blakan Ungkap Alasan Biodiesel 'Anak Emas'

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
14 August 2023 15:10
Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman, dalam acara Energy Corner Special B35 Implementation bertajuk
Foto: Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman, dalam acara Energy Corner Special B35 Implementation bertajuk "B35 Untuk Ketahanan dan Kemandirian Energi Menuju Transisi Energi yang Merata dan Berkeadilan" pada (31/1/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman mengatakan, program biodiesel sangat penting untuk keberlanjutan industri sawit. Juga, kata dia, untuk menjaga stabilisasi harga sawit di dalam negeri. 

Dia menuturkan, sebelum pemerintah menggencarkan program mandatory biodiesel, minyak sawit Indonesia sangat bergantung pada pasar ekspor. Akibatnya, kata dia, pergerakan harga sangat dominan ditentukan oleh pasar luar negeri. 

Karena itu lah, ujar dia, pemerintah meluncurkan mandatory biodiesel. Meski, dia mengakui membutuhkan dana yang relatif besar. Yang tergambar dari alokasi pemanfaatan dana pungutan dana perkebunan kelapa sawit yang dikelola BPDPKS. Dana itu berasal dari pungutan atas setiap ekspor minyak sawit dan turunannya.

Hal itu pula lah, ujar Eddy, yang kemudian memunculkan stigma, BPDPKS lebih pro kepada pengusaha-pengusaha sawit yang khususnya bergerak di badan penyediaan atau pemanfaatan program biodiesel. 

"Mohon untuk tidak mendikotomikan. BPDPKS selalu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan amanah yang dibebankan kepada mereka," katanya dalam acara Advokasi Sawit di Jakarta, Senin (14/8/2023).

"Karena, dana BPDPKS memang proporsi yang terbesar saat ini adalah untuk membiayai pengembangan bahan bakar nabati yang berasal dari sawit dalam bentuk biodiesel. Mengapa demikian? Karena program biodiesel ini merupakan program yang 'sangat penting' khususnya untuk keberlanjutan daripada industri sawit," jelas Eddy.

Sebagai informasi, mengutip catatan Kemenko Perekonomian, sejak tujuh tahun terakhir, tingkat pencampuran biodiesel terus ditingkatkan dari 15% (B15) pada tahun 2015, 20% (B20) pada tahun 2016, dan 30% (B30) pada tahun 2020. Dan, mulai 1 Februari 2023 tingkat campuran mandatory biodiesel dinaikkan menjadi 35% (B35).

BPDPKS mencatat, sejak tahun 2015 sampai Mei 2023 tercatat dana pungutan sawit yang terkumpul mencapai Rp186,6 triliun. Yang kemudian disalurkan untuk pendanaan berbagai program, termasuk membayar selisih harga untuk mandatory biodiesel. 

Penggunaan dana pungutan ekspor sawit sejak tahun 2015 diantaranya:

- Rp 146,56 triliun untuk selisih harga indeks pasar antara biodiesel dan solar, merupakan porsi terbesar pemanfaatan dana BPDPKS sejak tahun 2015 hingga Mei 2023 mencakup total 48,19 juta kiloliter

- Rp 7,78 triliun untuk peremajaan sawit dengan total luas lahan 282.490 hektare (ha) yang melibatkan 124.152 pekebun dan tersebar di 21 provinsi

- Rp72,3 miliar untuk dukungan kepada 26 lembaga pekebun yaitu gabungan kelompok tani

- Rp356,52 miliar untuk pengembangan SDM dan pelatihan hingga litigasi terhadap gugatan yang diajukan ke lembaga internasional seperti WTO karena perlakuan diskriminasi sawit.

"Program biodiesel sengaja diinisiasi oleh pemerintah untuk menciptakan pasar domestik dalam rangka menyerap produksi sawit yang dari tahun ke tahun semakin meningkat," katanya.

Sebelum ada mandatory tersebut, kata dia, Indonesia sangat bergantung ke pasar ekspor. Sebab, pemanfaatan minyak sawit di pasar domestik, khususnya untuk kegunaan industri pangan, oil food, maupun untuk chemical masih relatif sangat rendah. Sementara, produksi minyak sawit terus meningkat. 

"Nah menyadari hal itu, maka pemerintah menginisiasi bagaimana agar supaya produksi sawit Indonesia itu tadi banyak diserap untuk kebutuhan domestik, sehingga dimunculkan lah program mandatory biodiesel," kata Eddy.

Dan, dari tahun ke tahun, ujarnya, volume mandatory biodiesel semakin meningkat. Untuk  tahun 2023 ini dialokasikan kurang lebih 12,9 juta metrik ton, naik dari tahun 2022 lalu yang sekitar 9 juta metrik ton. 

"Begitu besar serapan daripada biodiesel itu tadi, sehingga memberikan dampak positif terhadap stabilisasi harga sawit di dalam negeri," tuturnya.

"Volumenya dari tahun ke tahun meningkat, harga demikian juga. Harga biodiesel atau sawit ini relatif lebih tinggi daripada harga solar sebagai fosil fuel, sehingga dampaknya dana relatif lebih besar yang diperlukan untuk biodiesel itu tadi," ujar Eddy.

Karena itu lah, menurut Eddy, alasan alokasi dana BPDPKS untuk program mandatory biodiesel lebih besar. Dan, sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku. Yaitu, untuk menutup selisih antara harga biodiesel dengan harga solar, lalu dikalikan dengan volume daripada biodiesel itu sendiri.

Terkait program lain seperti peremajaan sawit rakyat, lanjut Eddy, sebenarnya BPDPKS sudah mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan target yang telah ditetapkan dikalikan dengan jumlah dukungan yang sesuai dengan delegasi yang diberikan.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)Foto: Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

"Tetapi, penyerapan terhadap dana yang sudah dialokasikan untuk program peremajaan sawit rakyat itu tadi relatif rendah, mengapa rendah? Disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya kesiapan dari pekebun kita, khususnya dalam rangka memenuhi persyaratan untuk peremajaan sawit rakyat ini belum terpenuhi," ungkapnya.

Penyebabnya, lanjut dia, karena sejumlah persyaratan. Misalnya lahan harus clean and clear, tidak berada di kawasan hutan, tidak terjadi tumpang tindih lahan dengan hak-hak pertanahan lainnya, dan bisa membentuk suatu organisasi kelembagaan dalam bentuk gabungan kelompok tani ataupun koperasi.

"Nah persyaratan-persyaratan yang diatur dalam regulasi ini belum bisa sepenuhnya dipenuhi oleh para pekebun-pekebun kita. Sehingga realisasi dari program-program peremajaan sawit rakyat sangat rendah daripada yang ditargetkan," pungkas Eddy.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Hashim Sebut Perjanjian IEU-CEPA Untungkan Kelapa Sawit RI

Next Article Gokil! BPDPKS Guyur Insentif Harga Biodiesel Rp 146,5 Triliun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular