Jokowi Bertemu Menlu Malaysia di Istana, Bahas "Perang" Ini dengan UE

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
06 February 2024 17:15
Menteri Luar Negeri Malaysia Mohammad bin Hasan bicara dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai EU Deforestation Regulation (EUDR). Dalam hal itu kedua negara sepakat untuk terus menyuarakan penolakan. (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana)
Foto: Menteri Luar Negeri Malaysia Mohammad bin Hasan bicara dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai EU Deforestation Regulation (EUDR). Dalam hal itu kedua negara sepakat untuk terus menyuarakan penolakan. (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Menteri Luar Negeri Malaysia Mohammad bin Hasan di Istana Negara, Selasa (6/2/2024). Pembahasan yang dilakukan berkaitan isu perbatasan, global, dan kerja sama ekonomi.

"Jadi baru saja Menlu Malaysia melakukan kunjungan kehormatan kepada bapak presiden, dan sebelumnya melakukan pertemuan bilateral dengan saya di Kemenlu," terang Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

Retno menjelaskan kunjungan ini merupakan perkenalan Mohammad bin Hasan dengan Presiden. Ia belum lama diangkat menjadi Menteri Luar Negeri.

"Ini adalah kunjungan pertama beliau sebagai menteri luar negeri Malaysia ke Indonesia," tambahnya.

Secara rinci, ada tiga isu yang dibahas Pertama mengenai masalah perbatasan, di mana kedua negara sepakat menyelesaikan batas darat maupun laut.

Kedua, menyangkut hak pendidikan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Retno menerangkan pihak Indonesia meminta segera dibangun Community Learning Center di Semenanjung, Malaysia.

"Kemudian kita juga mengingatkan kembali bahwa kedua pemimpin sudah bersepakat untuk mengadakan special bilateral mechanism yang khusus membahas mengenai masalah pekerja migran. Jadi saya ingatkan perlu agar special bilateral mechanism ini segera berjalan," jelasnya

"Kita tahu bahwa perdagangan dan investasi kita dengan Malaysia cukup besar, salah satu yang terbesar di antara negara-negara ASEAN. Kami membahas bagaimana mengoptimalisasi ekonomi yang ada di perbatasan," terangnya.

Di luar tiga isu bilateral, Retno juga mengungkapkan Jokowi dan Menlu Malaysia membahas permasalahan di Myanmar. Khususnya implementasi 5 point of consensus.

Perang Gaza pun disinggung. Di mana posisi kedua negara sama yakni mendesak segera adanya gencatan senjata.

"Perang" dengan UE

Di sisi lain Mohammad bin Hasan juga bicara Deforestation Regulation Uni Eropa (EUDR). Kedua negara sepakat untuk terus menyuarakan penolakan.

Seperti yang diketahui UE menerapkan Undang-Undang bernama EUDR. Adanya beleid itu melarang ekspor komoditas kebun hingga hutan Malaysia dan Indonesia seperti kelapa sawit jika tidak lolos verifikasi.

Padahal minyak sawit dan turunannya merupakan komoditas andalan kedua negara. Ini dianggap mendeskriditkan kedua negara.

"Jadi ini yang saya sampaikan pada bapak presiden tadi, bahwa Malaysia dengan Indonesia mesti bersama-sama bersuara," kata Hasan di Kompleks Istana Kepresidenan.

Ia menjelaskan bersuara dalam arti, menjaga kepentingan ekonomi negara. Termasuk memastikan EUDR di Uni Eropa itu mengekang komoditas kelapa sawit.

"Bagaimana cara untuk kita pastikan supaya Deforestation Regulation yang dikemukakan oleh mereka (Uni Eropa) adalah benar-benar untuk menekan kemasukan minyak kelapa sawit ke negara mereka, ke Eropa," tegasnya.

Ditambahkan Hasan undang-undang itu dibuat tidak memperhatikan keadaan di Malaysia maupun Indonesia. Sehingga ia secara tegas untuk melakukan penolakan.

"Karena jelas sekali UU tersebut bukan merupakan UU yang established and good faith but merely just to support their other products. Jadi ini suara yang perlu kami bawa dan akan terus kami bawa bersama Indonesia dan juga Malaysia," jelasnya.

Sebelumnya Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa pemerintah bakal melawan UU EUDR ini. Menurutnya aturan bersifat diskriminatif bagi Indonesia.

Zulhas mengatakan aturan ini dapat mengganggu perdagangan Indonesia dan bersifat diskriminatif terhadap produk hasil kebun, seperti kopi, lada, coklat, sawit, karet, cengkeh.

"Oleh karena itu kita akan melakukan perlawanan, nanti berunding, perlawanan, tentu mengajak negara-negara yg mempunyai kesamaan seperti Malaysia. Saya kira itu yang barusan rapat terkait kementerian perdagangan," kata Zulhas, di Kompleks Istana Kepresidenan, Juli lalu

Selain itu Zulhas juga mengatakan bakal melakukan perlawanan itu melalui forum IEU - CEPA. Bahkan ia juga menyebut bakal melakukan gugatan jika diperlukan.

Undang-Undang anti deforestasi ini disetujui oleh Komisi Uni Eropa pada 6 Desember 2022. Ketentuan ini mengatur konsumen di Uni Eropa untuk tidak membeli produk yang terkait deforestasi dan degradasi hutan.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Indonesia-Malaysia Pastikan Dukung Palestina Merdeka

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular