Sejarah APBN Pertama RI: Mengais Uang Pasca Perang!

Muhammad Fakhriansyah, CNBC Indonesia
16 August 2023 09:30
Sejarah Rupiah
Foto: Infografis/Sejarah Rupiah/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Setiap tahunnya pada 16 Agustus pemerintah lewat Presiden Indonesia akan menyampaikan pidato kenegaraan sekaligus penyampaian Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanda Negara untuk tahun depan. Maka, di hari ini (16/8) Presiden Jokowi akan memaparkan RAPBN 2024 sebagai anggaran terakhir untuk mendukung program kerja pemerintahannya sebelum lengser.

APBN pada dasarnya menjadi instrumen penting untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kini, penyusunan dan pelaksanaan APBN bisa dikatakan mudah karena sudah ada lembaga terkait, kesediaan regulasi dan yang terpenting sudah diketahui sumber-sumber pendanaannya. Semua ini tentu berbeda dengan penyusunan APBN di tahun pertama Indonesia merdeka.

Penyusunan Penuh Kesulitan

Segera setelah Indonesia merdeka, tepat pada 19 Agustus 1945, pemerintah langsung mendirikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pendirian ini tentu berkaitan erat dengan posisi penting Kemenkeu yang mengelola keuangan dan kekayaan negara untuk pembangunan ekonomi. Namun, tugas Kemenkeu ketika itu sangatlah sulit imbas kekacauan yang terjadi di Indonesia pasca-pendudukan Jepang.

Sebagai catatan, mengutip Jan Luiden van Zanden dan Daan Marks di Ekonomi Indonesia 1800-2010 (2012), pemerintah Republik Indonesia memiliki sumber pendapatan yang terbatas. Perkebunan dan pertanian yang jadi roda penggerak ekonomi sudah hancur akibat penjajahan. Parahnya lagi di tengah keterbatasan itu Indonesia memerlukan uang banyak untuk membangun kembali negara dan membiayai perang melawan kembalinya Belanda ke Tanah Air.

Beranjak dari permasalahan itu, Oey Beng To dalam Sejarah Kebijakan Moneter Indonesia (1991) menyebut penyusunan administrasi keuangan negara menjadi tidak dapat diharapkan. Bahkan, setelah terjadi bentrokan melawan Belanda penyusunan anggaran terpaksa diterlantarkan. Kendati demikian, bukan berarti Kemenkeu mengabaikan kegiatan itu.

Faktanya Kemenkeu yang berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 1 berupaya menyusun APBN di masa sulit. Hanya saya proses dan hasilnya tidak optimal. Selain persoalan ketiadaan sumber modal, regulasi pun menjadi masalah karena Indonesia belum punya aturan tentang keuangan negara.

Akibatnya, mengacu tulisan "Mengurai Sejarah APBN Indonesia" di Lika-Liku Kisah Kemenkeu (2021), praktik penyusunan anggaran mengacu pada aturan masa kolonial bernama Indische Comptabiliteitswet (ICW, 1867). Mengacu pada paparan Iman Rusdi dalam "Perkembangan Sistem Anggaran di Indonesia" (1991), di dalam ICW diatur kewajiban negara menempatkan anggaran untuk belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal. Semuanya disetujui Gubernur Jenderal dan Volksraad (parlemen), baru setelahnya diumumkan ke publik.

Tentu saja Kemenkeu tidak menerapkan aturan kolonial seutuhnya dan ada beberapa penyesuaian. Seperti membentuk Pejabat Keuangan di Kemenkeu yang mengurusi teknis pembuatan anggaran negara. Lalu tidak berkonsultasi dengan parlemen (saat itu KNIP) karena kondisi sedang perang.

Pada akhirnya Kemenkeu mengikuti itu semua dan hasilnya sama sekali tidak sesuai. Meski tidak ada perincian dana secara spesifik, hasil penyusunan APBN tidak ideal. Akibat perang, pengeluaran jadi lebih besar dibanding pendapatan. Alias, terjadi defisit. Dan ini selalu terjadi selama periode perang hingga tahun 1949.

Jadi, selama periode perang pemerintah lebih fokus mencari uang ketimbang melakukan penyusunan anggaran yang hasilnya tidak bisa diterapkan. Sebagai contoh saat melakukan perdagangan candu atau opium untuk mengisi kas negara dari tahun 1946-1959. Hasil dari perdagangan itulah yang kemudian digunakan negara untuk membiayai gaji pegawai negeri dan memfasilitasi delegasi internasional yang berunding untuk kemerdekaan RI. 


(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sebut Lurah & Firaun, Ini Pidato Lengkap Jokowi di Sidang MPR

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular