Hilirisasi RI Sempat Diserang, Luhut Temui Langsung Bos IMF

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
11 August 2023 10:25
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan bertemu dengan Managing Director IMF Kristalina Georgieva di AS. (Dok: Kemenko Marves)
Foto: Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan bertemu dengan Managing Director IMF Kristalina Georgieva di AS. (Dok: Kemenko Marves)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya menemui Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva. Diketahui, pertemuan itu membahas mengenai kebijakan Indonesia dalam meningkatkan nilai tambah.

Menko Luhut memang belum merilis pertemuan tersebut, namun dalam akun resmi twitternya, Kristalina Georgieva mengatakan bahwa pertemuannya dengan Menko Luhut pada Kamis (10/8/2023) kemarin, di Amerika Serikat (AS), membahas tentang kebijakan di Indonesia yang bisa memberikan peningkatan ekonomi dan peningkatan standar hidup di Indonesia.

"Diskusi yang aktif dan konstruktif dengan Menteri @luhut_binsar dan timnya. Kebijakan yang baik di Indonesia memberikan hasil yang luar biasa bagi rakyatnya. Ekonomi yang dinamis, pekerjaan yang lebih banyak dan lebih baik, peningkatan standar hidup di seluruh negeri," jelas Georgieva dilansir dari sosial media Twitter resminya, dikutip Jumat (11/8/2023).

Georgieva mengatakan bahwa pertemuannya dengan Menko Luhut juga mempelajari soal rencana Indonesia dalam meningkatkan nilai tambah dan lapangan pekerjaan dengan pembangunan yang ambisius. Dia bahkan mengatakan bahwa pertemuannya dengan Menko Luhut menyenangkan.

"Selalu menyenangkan melihat teman baik saya @kemenkomarves , Menteri @luhut_binsar dan mempelajari tentang rencana Indonesia untuk lebih meningkatkan nilai tambah dan lapangan kerja untuk memenuhi tujuan pembangunannya yang ambisius," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, IMF meminta agar program hilirisasi di Indonesia dikaji ulang, terutama dari sisi analisa biaya dan manfaat. Menurut lembaga internasional pemberi utang tersebut, kebijakan hilirisasi merugikan Indonesia.

"Biaya fiskal dalam hal penerimaan (negara) tahunan yang hilang saat ini tampak kecil dan ini harus dipantau sebagai bagian dari penilaian biaya-manfaat ini," kata IMF dalam laporannya Article IV Consultation, dikutip Selasa (27/6/2023).

Oleh sebab itu, IMF mengimbau adanya analisa rutin mengenai biaya dan manfaat hilirisasi. Analisa ini harus diinformasikan secara berkala dengan menekankan pada keberhasilan hilirisasi dan perlu atau tidaknya perluasan hilirisasi ke jenis mineral lain.

"Kebijakan industri juga harus dirancang dengan cara yang tidak menghalangi persaingan dan inovasi, sambil meminimalkan efek rambatan lintas batas yang negatif," tambahnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan lantang menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia tidak akan mundur untuk melanjutkan program hilirisasi meskipun sejumlah negara dan organisasi internasional kompak "menyerang" kebijakan RI.

Presiden Jokowi menegaskan, pemerintah tidak akan menghentikan kebijakan menuju industrialisasi dan hilirisasi komoditas mentah. Pasalnya, kebijakan ini akan memberikan nilai tambah besar untuk negara ini.

"Yang jelas hilirisasi tidak akan berhenti. Hilirisasi setelah nikel, stop. kemudian yang masuk ke tembaga, ke copper. Nanti masuk lagi ke bauksit dan seterusnya karena memang siapapun negara manapun organisasi internasional apapun saya kira nggak bisa menghentikan keinginan kita untuk industrialisasi, untuk hilirisasi dari ekspor bahan mentah ke barang setengah jadi atau barang jadi karena kita ingin nilai tambah ada di dalam negeri," tutur Jokowi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/08/2023).

Jokowi menegaskan, hilirisasi nikel akhirnya membawa Indonesia mendapatkan keuntungan lebih besar, bahkan mencapai Rp 510 triliun dari sebelum hilirisasi ini berjalan, Indonesia hanya bisa mendapatkan nilai ekspor sebesar Rp 17 triliun.

Presiden juga sempat mengungkapkan dampak hilirisasi nikel yang sudah dijalankan Indonesia sudah menyerap lapangan kerja jauh berlipat-lipat dibandingkan ketika hanya menjual mineral mentah.

Dia menyebut, sebelum hilirisasi, lapangan kerja di sektor nikel hanya sebesar 1.800 tenaga kerja. Namun ketika sudah melakukan program hilirisasi, jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 71.500 orang. Itu pun hanya yang berada di Sulawesi Tengah, belum termasuk di daerah lain yang juga turut menggencarkan program hilirisasi.

Kemudian, di Maluku Utara, sebelumnya hanya 500 orang, setelah hilirisasi, jumlah pekerja tercatat mencapai 45.600 orang.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Luhut Geram Saat Bicara WTO, Sampai Keceplosan Bilang Ini..

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular