Harga Jatuh Tersungkur, Juragan Batu Bara Mulai Panik!

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Jumat, 14/07/2023 08:30 WIB
Foto: Detikcom

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas batu bara saat ini terus ambles, hingga mencapai titik terendah terhitung sejak dua tahun yang lalu atau pada 29 Juni 2021.

Merujuk data Refinitiv, harga batu bara kontrak Agustus di pasar ICE Newcastle pada perdagangan Rabu (12/7/2023) ditutup di posisi US$ 128,05 per ton. Harganya ambles 4,44%. Posisi penutupan kemarin adalah yang terendah sejak 29 Juni 2021 di mana harga batu bara menyentuh US$ 124,25 per ton.

Sepanjang Juli atau dalam tujuh hari terakhir harga batu bara selalu ditutup di zona merah, hingga terkapar 17,09%. Sejak awal tahun, harga batu bara telah terjun bebas 67%.


Lantas bagaimana dampak dari terjunnya harga batu bara terhadap penambang batu bara di Indonesia?

Menjawab hal itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinada mengatakan bahwa turunnya harga batu bara secara signifikan terhitung sejak masa jayanya pada tahun 2022 lalu tentu berdampak pada profitabilitas perusahaan pertambangan batu bara di Indonesia.

Hendra mengatakan bahwa profitabilitas perusahaan batu bara akan terus tergerus menimbang biaya operasional produksi yang terus meningkat. Sedangkan beban biaya pembayaran royalti batu bara juga terus naik.

"Dampaknya ya tentu saja profitabilitas perusahaan semakin tergerus. Apalagi biaya operasional produksi juga meningkat, di rentang 20% sampai 25% karena fuel cost meningkat, stripping ratio-nya juga makin besar. Sementara beban biaya pembayaran royalti juga semakin besar," jelas Hendra kepada CNBC Indonesia, Kamis (13/7/2023).

Apalagi, lanjut Hendra, apabila harga batu bara terus menunjukkan tren penurunan maka tidak menampik kemungkinan perusahaan batu bara akan menghentikan produksinya terkhusus untuk pengusaha batu bara skala kecil.

"Bisa saja, biaya produksi lebih tinggi dari harga ya dikhawatirkan perusahaan-perusahaan terutama yang skala kecil bisa saja menghentikan usahanya," tambah Hendra.

Dia menjelaskan disparitas atau perbedaan Harga Batu Bara Acuan (HBA) dengan harga jual batu bara diklaim membebani perusahaan. Ditambah dengan royalti yang dinilai masih tinggi oleh perusahaan batu bara juga menjadi salah satu beban yang diakui oleh para pengusaha.

"Apalagi disparitas HBA dengan harga jual masih dirasakan oleh sebagian besar pelaku usaha. Sementara beban kenaikan tarif royalti yang sangat tinggi juga semakin membebani," tutupnya.

Untuk diketahui, Ambruknya harga batu bara disebabkan sejumlah faktor mulai lesunya ekonomi China, proyeksi melandainya permintaan dari India dan Eropa, serta jatuhnya harga gas alam.

China menunjukkan penurunan inflasi Juni yang sangat tajam hingga membuat pasar khawatir akan terjadi deflasi. Negeri Tirai Bambu melaporkan indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) turun menjadi 0% pada Juni 2023 (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Mei lalu sebesar 0,2%.

Kekhawatiran deflasi China menjadi indikasi daya beli lesu, sehingga harga batu bara terus tenggelam. Hal ini disebabkan Negeri Tiongkok kehilangan momentum pemulihan perekonomian, setelah pembukaan lockdown pada awal tahun.

Impor China juga akan melemah karena tingginya produksi dalam negeri sementara di sisi lain permintaan menurun. Harga batu bara thermal 5.500 kilocalories di pelabuhan utara China sudah jatuh 30% sepanjang tahun ini menjadi CNY 850 atau sekitar US$ 117 per ton.

Harga batu bara diproyeksi terus ambles hingga membuat perusahaan tambang meminta penghentian produksi. Bila produksi terus digenjot sementara permintaan lemah maka margin diyakini akan terus tergerus.

Sebanyak 30 perusahaan tambang raksasa China bahkan meminta pemerintah untuk mengizinkan mereka menyesuaikan produksi dan membatasi impor demi menjaga harga.


Kendati demikian, permintaan mereka mungkin sulit terpenuhi karena pemerintah ingin memastikan pasokan terjaga.


Sebagai catatan, China dilanda krisis energi tahun lalu sehingga pemerintah menggenjot produksi tahun ini untuk mengantisipasi krisis. Produksi batu bara China sudah menembus 1,53 miliar pada Januari-April 2023, melonjak 5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Selain itu, kabar buruk juga disampaikan India. Impor batu bara thermal India terjun 24% (month to month/mtm) menjadi 13,95 juta ton pada Juni. Impor batu bara secara tahunan juga anjlok lebih dalam yakni 33% (year on year/yoy) dibandingkan Juni 2022.

India diproyeksikan terus menurunkan impor batu bara karena musim hujan sudah tiba. Dengan datangnya musim hujan, permintaan listrik akan menurun yang akan menekan kebutuhan batu bara.

Permintaan dari Eropa juga diproyeksi turun drastis sejalan dengan masih memadainya pasokan gas serta tingginya produksi listrik dari pembangkit tenaga angin.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Batubara Sebagai Tulang Punggung Ketahanan Energi Nasional