AS & Eropa Kacau Balau! Sawit-Nikel RI Bisa Kena Imbasnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, di tengah ketegangan geopolitik yang belum memudar, menjadi alarm bagi Indonesia karena bisa menimbulkan dampak buruk bagi nilai perdagangan.
Airlangga mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan melambat, akibat melemahnya perekonomian dua negara yang berpengaruh di dunia yakni Amerika Serikat (AS) dan China.
"Indonesia sendiri sudah membicarakan Indo Pasific Economic Framework, yakni 14 negara salah satu antisipasi dari ketegangan AS dan China. Di mana dalam supply chain dibahas berbagai hal yang bisa mendisrupsi production atau industri dunia," jelas Airlangga dalam Economic Update CNBC Indonesia, Senin (10/7/2023).
Berkaca saat pandemi Covid-19, dimana rantai pasok atau supply chain komoditas bahan baku dan modal terganggu, maka kata Airlangga diversifikasi negara tujuan ekspor harus diperluas.
"Sebagian besar dunia manufaktur itu ada di China. Begitu ada Covid-19, langsung terpukul dan harga komoditas menjadi tidak terkendali. Belajar dari situ, kita sekarang sedang mempersiapkan gimana mengamankan supply chain," kata Airlangga lagi.
Bagi Indonesia, kata Airlangga terpenting adalah untuk mengamankan komoditas nikel, yang menjadi bahan baku baterai. Hal ini tidak hanya bermanfaat untuk mobilitas seperti mobil listrik atau kendaraan listrik lainnya, tapi juga untuk energi terbarukan atau renewable energy.
Pasalnya, hampir seluruh renewable energy akan mengandalkan ketersediaan baterai. Dan ini yang menjadi kekuatan ekonomi Indonesia.
Masalahnya, AS memiliki kebijakan Inflation Reduction Act (IRA). IRA adalah undang-undang yang disahkan oleh Joe Biden pada 16 Agustus 2022 dan dinilai sebagai tindakan signifikan oleh kongres, mengenai energi bersih dan perubahan iklim dalam sejarah bangsa.
Pengesahan IRA di AS bertujuan mengkatalisasi investasi dalam kapasitas produksi dalam negeri, mendorong pengadaan pasokan penting di dalam negeri atau dari mitra perdagangan bebas, memulai R&D serta komersialisasi teknologi terdepan seperti penangkapan dan penyimpanan karbon serta hidrogen bersih.
"Sehingga ini akan menghambat ekspor dan turunan nikel termasuk potensi baterai Indonesia ke AS nantinya," jelas Airlangga.
Kita ketahui, hampir 90% ekspor nikel Indonesia ke China, oleh karena itu saat ini pemerintah tengah berupaya untuk membicarakan terkait fasilitas critical mineral yang jadi komoditas andalan Indonesia di dalam Indo Pacific Economic Framework.
"Kalau bisa diberlakukan, maka ekspor Indonesia dalam produk turunan dari critical mineral, apakah itu baterai, katoda, bisa diterima di pasar Amerika Serikat bagian dari supply chain industri otomotif di AS sendiri," ujar Airlangga.
Selain dengan AS, Indonesia juga waspada dengan kebijakan yang dijalankan Eropa terkait EU Deforestation Regulation (EUDR), yang dipekerkirakan bisa membuat Indonesia mengalami kerugian hingga 6 miliar euro saat kebijakan ini diberlakukan.
"Ekspor Indonesia bisa terganggu di tahun depan, sebesar 6 billion Euro, karena EUDR ini akan diberlakukan dalam waktu 18 bulan setelah diberlakukan pada Juni 2023 dan akan berlaku pada Desember 2024," jelas Airlangga.
EUDR merupakan rancangan regulasi yang dimiliki oleh Uni Eropa yang bertujuan mengenakan kewajiban uji tuntas terhadap 7 komoditas pertanian dan kehutanan, termasuk kelapa sawit.
Kewajiban EUDR adalah untuk membuktikan bahwa barang yang masuk ke pasar Uni Eropa merupakan barang yang bebas dari deforestasi. Regulasi ini diberlakukan sejak Juni 2023.
"Tentu turunan dari deforestasi turunannya dari Indonesia cukup banyak, seperti kelapa sawit, kopi, karet, kakao, atau furniture," ujar Airlangga.
Indonesia bersama Malaysia juga sudah menyatakan keberatannya kepada Uni Eropa terkait EUDR, yang meminta agar ketentuan kebijakan EUDR mengikuti best practice yang sudah berlaku.
"Misalnya di furniture dengan verifikasi sertifikasi SVLK (Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu) atau di kelapa sawit melalui standar yang sudah berlaku. Jadi jangan reinventing the new standard, yang belum pernah diberlakukan selama ini dalam pengembangan industri," jelas Airlangga.
(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Airlangga Ungkap Fakta Baru, Ekspor Sawit RI Setara Nikel
