Janet Yellen Respons Mata Uang Baru BRICS Saingan Dolar
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan (Menkeu) Amerika Serikat (AS) Janet Yellen buka suara soal wacana dedolarisasi yang tengah digarap BRICS. Hal ini diungkapkannya setelah bertemu dengan beberapa pejabat China, yang juga anggota aliansi, Minggu di Beijing.
Perlu diketahui, BRICS sendiri terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afsel. Mata uang baru dalam BRICS diusulkan Rusia awal 2023 lalu setelah snksi ekonomi Barat akibat perang di Ukraina membelenggu perdagangan Moskow.
Menurut Yellen, masih sulit berpikir tentang dolar AS bisa digantikan mata uang lain. Apalagi saat ini, dolar mendominasi mata uang global.
"Semua data yang saya ketahui menunjukkan bahwa dolar sangat dominan," katanya dimuat Reuters, dikutip Senin (10/7/2023).
"Hampir 90% digunakan dalam transaksi internasional dan saya tidak berpikir bahwa ada alternatif lain yang dapat menggantikannya di masa mendatang," ujarnya lagi.
Sebelumnya, melansir India Times, Wakil Ketua Duma Negara Rusia Babakov menjelaskan, BRICS akan menggunakan mata uang baru dengan komoditas lain, seperti emas dan logam tanah jarang (LTJ) April lalu. Perkembangan upaya menciptakan mata uang baru tersebut, rencananya akan dipresentasikan pada KTT BRICS di Afrika Selatan (Afsel) pada Agustus 2023.
AS-China
Sementara itu, secara bilateral dengan Beijing, Yellen mengatakan AS dan China tetap berselisih dalam sejumlah masalah. Meski begitu, ia tetap menyatakan keyakinannya bahwa kunjungannya ke Negeri Tirai Bambu telah meningkatkan upaya untuk menempatkan hubungan pada 'pijakan yang lebih pasti'.
"AS dan China memiliki perbedaan pendapat yang signifikan. Tapi Presiden (Joe) Biden dan saya tidak melihat hubungan antara AS dan China melalui kerangka konflik kekuatan besar," jelasnya.
"Kami percaya bahwa dunia cukup besar bagi kedua negara kami untuk berkembang," tambahnya.
Dorongan diplomatik AS datang menjelang kemungkinan pertemuan antara Biden dan Presiden China Xi Jinping pada KTT G20 September mendatang di New Delhi. Keduanya juga diyakini bisa bertatap muka langsung di pertemuan Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik yang dijadwalkan November di San Francisco.
Yellen mengatakan kunjungannya bertujuan untuk membangun dan memperdalam hubungan dengan tim ekonomi baru China, mengurangi risiko kesalahpahaman dan membuka jalan bagi kerja sama di berbagai bidang. Seperti perubahan iklim dan krisis utang yang terjadi antara negara-negara berkembang dunia dengan Beijing.
"Saya pikir kami telah membuat beberapa kemajuan dan saya pikir kami dapat memiliki hubungan ekonomi yang sehat yang menguntungkan kami berdua dan dunia," katanya lagi.
Memberi pengarahan kepada wartawan setelah kunjungan tersebut, seorang pejabat senior Departemen Keuangan mengatakan perjalanan itu tidak menghasilkan terobosan kebijakan khusus. Tetapi "sangat berhasil" dalam hal "membangun kembali kontak" dan hubungan.
Ia memaparkan pejabat China menyuarakan keprihatinan tentang perintah eksekutif AS yang diprediksi membatasi investasi keluar. Namun ia meyakinkan mereka bahwa tindakan seperti itu akan memiliki cakupan yang sempit serta diberlakukan secara transparan dan memungkinkan masukan publik.
"Pejabat China dapat menyampaikan kekhawatiran tentang tindakan AS, sehingga Washington dapat menjelaskan, dan mungkin dalam beberapa situasi, menanggapi konsekuensi yang tidak diinginkan dari tindakan kami jika tidak ditargetkan dengan hati-hati," papar Yellen.
(sef/sef)