Internasional

Senjata Makan Tuan, AS Akui Sanksi ke Rusia Picu Dedolarisasi

luc, CNBC Indonesia
17 April 2023 16:00
U.S. Dollar and Chinese Yuan banknotes are seen in this illustration taken January 30, 2023. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration
Foto: REUTERS/DADO RUVIC

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat mulai mengakui fenomena dedolarisasi yang ditandai dengan rencana sejumlah negara untuk meninggalkan mata uang Negeri Paman Sam tersebut merupakan 'buah' senjata makan tuan dari sanksi terhadap Rusia.

Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Menteri Keuangan AS Janet Yellen. Dalam wawancaranya dengan CNN International, Minggu (16/4/2023), Yellen menyadari bahwa risiko melemahnya dominasi dolar AS merupakan konsekuensi dari serangkaian sanksi ekonomi yang dijatuhkan terhadap Rusia.

Pasalnya, negara-negara yang selama ini bergantung pada dolar AS dan tak memiliki hubungan harmonis dengan Negeri Paman Sam, mulai berpikir untuk mencari alternatif mata uang lain untuk transaksi global.

"Ada risiko ketika kita menggunakan sanksi finansial yang dikaitkan dengan peran dolar yang seiring waktu dapat merusak hegemoni dolar," kata Yellen.

Menurutnya, hal itu menimbulkan keinginan di pihak China, Rusia, hingga Iran untuk mencari mata uang alternatif. Dengan demikian, ancaman dedolarisasi benar-benar nyata.

Adapun, Langkah dedolarisasi mulai dilakukan China dan Brasil. Keduanya sepakat untuk tidak lagi menggunakan dolar AS dan beralih menggunakan mata uang mereka sendiri, yuan dan real.

Hal ini terungkap akhir Maret lalu. Terutama untuk perdagangan dan transaksi keuangan secara langsung.

Menyusul inisiatif China dan Brasil tersebut, negara aliansi BRICS juga bersiap untuk meninggalkan dolar AS serta euro Eropa untuk melakukan perdagangan antarnegara. Saat ini aliansi negara itu dalam proses menciptakan alat pembayaran baru.

BRICS merupakan gabungan lima negara, yakni Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan.

India telah mengeluarkan kebijakan baru untuk semakin meningkatkan penggunaan rupee dalam perdagangan mereka sejak April 2023. Salah satunya dengan Malaysia dan Uni Emirat Arab (UEA).

India menjalin kesepakatan dengan Malaysia untuk menggunakan mata uang masing-masing dalam transaksi perdagangan. Hal sama juga terjadi ke Uni Emirat Arab (UEA), untuk menggunakan mata uang lokal rupee dan dirham, sebagai pembayaran perdagangan non-minyak mentah.

Rencana dedolarisasi juga mengemuka di Arab Saudi. Petrodolar, akan berganti menjadi petroyuan.

The Wall Street Journal menulis pembicaraan ini sebenarnya sudah terjadi selama enam tahun terakhir. Namun ketidaksenangan Negeri Raja Salman pada komitmen keamanan AS pada kerajaan beberapa dekade ini membuat pembicaraan dengan Beijing kian gencar.

Kendati demikian, Yellen menegaskan peran dolar AS akan tetap dominan.

"Tetapi dolar digunakan sebagai mata uang global dengan alasan yang tidak mudah bagi negara lain untuk menemukan alternatif dengan sifat yang sama," tuturnya.

Menurutnya, pasar modal AS yang kuat dan supremasi hukum sangat penting dalam mata uang yang akan digunakan secara global untuk transaksi.

"Dan kami belum melihat negara lain yang memiliki dasar...infrastruktur institusional yang memungkinkan mata uangnya untuk melayani dunia seperti ini."

Dia pun tidak menyesali sanksi ekonomi yang dijatuhkan atas Rusia.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tanda Kehancuran AS di 2030 Makin Dekat, Ini Penyebabnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular