
Heboh Jokowi Vs IMF, Ini Kata Negara Tetangga

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah ramainya dunia internasional melakukan "serangan" atas kebijakan Pemerintah Indonesia, khususnya terkait larangan ekspor mineral mentah dan hilirisasi di dalam negeri, ternyata ada pula yang memberikan pujian.
Negara tetangga RI, Australia, bahkan mengakui perekonomian Indonesia kini sudah semakin maju karena tetap teguh dan fokus pada program hilirisasi pertambangan.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, seperti dikutip dari akun Instagramnya, Kamis (06/07/2023).
"Meski banyak keraguan dan tantangan yang dialamatkan terhadap program hilirisasi pertambangan Indonesia, nyatanya di setiap kesempatan kunjungan ke beberapa negara mitra dan negara sahabat, program hilirisasi mendapatkan apresiasi dan pujian," tutur Luhut.
"Seperti halnya juga terjadi pada saat saya mendampingi Presiden @jokowi ke Australia beberapa hari yang lalu, mulai dari Perdana Menteri Anthony Albanese sampai Menteri Industri Australia pun mengakui dan melihat bahwa Indonesia sudah sangat maju perekonomiannya karena tetap teguh dan fokus pada program hilirisasi pertambangan," ungkapnya.
Tak hanya Australia, menurutnya Papua Nugini juga melontarkan hal serupa. Bahkan, lanjutnya, Indonesia dan Papua Nugini akan fokus bekerja sama dalam bidang hilirisasi mineral. Pasalnya, Papua Nugini juga melihat besarnya potensi program hilirisasi untuk mengentaskan kemiskinan di negara tersebut.
"Selain kunjungan ke Australia, kami juga melakukan lawatan ke Papua New Guinea (PNG) untuk membuka peluang kerjasama ekonomi. Dan sekali lagi, hilirisasi mineral jadi fokus kerjasama bilateral kedua negara, karena PNG juga melihat potensi besar program ini untuk mengentaskan kemiskinan di sana. Untuk itulah, Presiden @jokowi dan Prime Minister James Marape sepakat membentuk task force untuk menindaklanjuti hal ini," paparnya.
Meski ditentang sejumlah pihak internasional, seperti Uni Eropa hingga Dana Moneter Internasional (IMF), namun menurut Luhut, program hilirisasi yang digencarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini justru peninggalan alias legacy terbaik Presiden Jokowi untuk anak cucu.
"Mungkin di mata negara-negara maju dan institusi internasional, program hilirisasi mineral Indonesia tidak berarti apa-apa. Tetapi bagi saya, inilah legacy terbaik dari Presiden Joko Widodo yang diberikan untuk generasi penerus bangsa dalam 20 atau bahkan 50 tahun ke depan," tuturnya.
Luhut pun berpesan kepada anak muda Indonesia agar tidak gentar dalam menghadapi semua tekanan dari pihak luar ke negara ini.
"Saya ingin anak-anak muda Indonesia punya semangat untuk tidak gentar terhadap semua tekanan yang diberikan kepada bangsamu. Ambillah teladan baik dari Presiden Joko Widodo tentang bagaimana seorang pemimpin harus punya pendirian yang teguh, bahwa selama apa yang engkau kerjakan itu bermanfaat untuk kemajuan rakyat dan bangsamu, you're on the right track. Jangan pernah menyerahkan nasib masa depan bangsa kita kepada negara lain," pungkasnya.
Seperti diketahui, sejumlah negara maupun lembaga keuangan internasional terus "menyerang" kebijakan Presiden Jokowi dan meminta RI untuk segera menghapus kebijakan yang telah dibuatnya tersebut.
Kebijakan Presiden Jokowi yang terus mendapatkan "serangan" dari dunia internasional ini yaitu larangan ekspor mineral mentah hingga program hilirisasi di dalam negeri.
Mulanya, Uni Eropa lebih dahulu menentang kebijakan Presiden Jokowi ini. Pada 2020 lalu, Uni Eropa menggugat Indonesia melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena larangan ekspor mineral mentah, yakni nikel.
Dan upaya Uni Eropa ini seolah mendapatkan dukungan dari WTO karena pada Oktober 2022 lalu Indonesia dinyatakan kalah oleh Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/ DSB) WTO.
Namun demikian, pemerintahan Jokowi tak tinggal diam. Indonesia akhirnya resmi mengajukan banding atas kekalahan di WTO tersebut pada Desember 2022 lalu. Namun hingga kini proses banding belum juga dimulai karena Indonesia masih harus menunggu terbentuknya Majelis Banding WTO yang hingga kini masih "tersandera" Amerika Serikat. Pasalnya, Negeri Paman Sam tersebut menginginkan reformasi besar di tubuh Majelis Banding WTO.
Indonesia pun diperkirakan masih harus menunggu hingga setidaknya 2024 mendatang. Itu pun, masih mengantre dengan kasus banding yang telah diajukan sejumlah pihak sebelumnya.
Belum juga proses banding dimulai, kini tiba-tiba Indonesia harus mengalami "serangan" lainnya. Kali ini, "serangan" datang dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Pada pekan lalu, IMF tiba-tiba mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor nikel dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain.
IMF juga meminta agar program hilirisasi di Indonesia dikaji ulang, terutama dari sisi analisa biaya dan manfaat. Menurut lembaga internasional pemberi utang tersebut, kebijakan hilirisasi merugikan Indonesia.
"Biaya fiskal dalam hal penerimaan (negara) tahunan yang hilang saat ini tampak kecil dan ini harus dipantau sebagai bagian dari penilaian biaya-manfaat ini," kata IMF dalam laporannya Article IV Consultation, dikutip Selasa (27/6/2023).
Oleh sebab itu, IMF mengimbau adanya analisa rutin mengenai biaya dan manfaat hilirisasi. Analisa ini harus diinformasikan secara berkala dengan menekankan pada keberhasilan hilirisasi dan perlu atau tidaknya perluasan hilirisasi ke jenis mineral lain.
"Kebijakan industri juga harus dirancang dengan cara yang tidak menghalangi persaingan dan inovasi, sambil meminimalkan efek rambatan lintas batas yang negatif," tambahnya.
Dengan demikian, IMF menilai otoritas harus mempertimbangkan kebijakan hilirisasi dalam negeri yang lebih tepat untuk mencapai tujuannya dalam meningkatkan nilai tambah produksi.
"Meningkatkan nilai tambah dalam produksi, dengan menghapus secara bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan untuk komoditas lain," paparnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jreng! Aksi Jokowi Lagi Lagi Dijegal Dunia
