Makin Kuat, Negara 'OPEC' Sawit Bertambah Papua Nugini

teti purwanti, CNBC Indonesia
Selasa, 04/07/2023 12:55 WIB
Foto: Secretary General CPOPC, Rizal Affandi Lukman dalam acara Squawk Box, Sawit Week, Selasa (4/7/2023). (Tangkapan layar CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Negara yang akan bergabung dalam dewan negara produsen minyak sawit, Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) kini bertambah. Semula, kelompok ini baru beranggotakan 2 produsen utama minyak sawit dunia yaitu Indonesia dan Malaysia.

Kini, CPOPC memiliki anggota baru yaitu Honduras. Dan rencananya Papua Nugini bakal bergabung dalam gabungan negara produsen serupa OPEC itu.

Sekretaris Jenderal CPOPC Rizal Affandi Lukman mengatakan, CPOPC dibentuk negara-negara penghasil utama yaitu Indonesia dan Malaysia pada tahun 2015. Di mana kontribusi Indonesia terhadap produksi dunia 56% dan Malaysia 25%.


"Jadi 80% persen produksi sawit dunia itu dihasilkan oleh dua negara," kata Rizal dalam CNBC Indonesia 'Sawit Week 2023, Industri Sawit Dijegal Uni Eropa Ini Siasat CPOPC', Selasa (4/7/2023).

"Saat ini, Alhamdulilah, negara ketiga, yang juga bisa mewakili Amerika Latin sudah on board, sudah bergabung di dalam CPOPC. Dan berikutnya adalah Papua Nugini, pemerintahannya sudah menyetujui bergabung di dalam CPOPC," tambahnya.

Saat ini, imbuh dia, persiapan proses administrasi sedang dilakukan. Dan diharapkan bisa segera terealisasi.

"Dengan bergabungnya negara-negara penghasil palm oil (minyak sawit) di dalam CPOPC berarti langkah-langkah diplomasi, upaya promosi, dan kampanye, maupun dalam rangka bertukar pengalaman bagi para petani kecil, karena smallholders (petani kecil) juga bagian yang penting di dalam kerja sama CPOPC," jelas Rizal.

Apalagi, dia menambahkan, di negara-negara Amerika Latin, petani kecilnya juga sangat dominan, sampai 70%. Sementara di Indonesia, 41% luas lahan sawit disumbang petani kecil, sementara di Malaysia 26-27%.

"Ini menunjukkan bahwa memang perhatian untuk smallholders menjadi sangat penting oleh CPOPC," kata Rizal.

Terkait langkah diplomasi, dia mengatakan, masing-masing negara bisa melakukannya sendiri.

"Tapi dengan CPOPC bisa dilakukan bersama di bawah kerja sama CPOPC. Ini seperti tercermin dalam joint mission, yang dilakukan Bapak Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Deputi Perdana Menteri/ Menteri Perladangan dan Komoditas Malaysia (YAB Dato' Sri Haji Fadillah bin Haji Yusof) ke Uni Eropa," ujarnya

"Ini menurut saya adalah langkah diplomasi yang sangat brilliant dan berani. Indonesia dan Malaysia jadi direspons sangat positif oleh EU (Uni Eropa) di dalam penerapan EUDR (UU Antideforestasi Uni Eropa) yang saat ini sudah diberlakukan dan nanti akan entry into force pada akhir 2024," jelas Rizal.

Peluang 18 bulan ini, katanya, akan dimanfaatkan oleh Indonesia dan Malaysia untuk mengawal penyusunan aturan pelaksana EUDR. Melalui task force yang dibentuk sebagai hasil dari misi bersama Indonesia-Malaysia yang difasilitasi CPOPC pada akhir Mei tersebut.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Miris! RI Produsen CPO Tebesar Tapi Tak Bisa Kontrol Harga