Astaga! PNS Sampai Orang Meninggal Malah Terima Bansos

Redaksi, CNBC Indonesia
21 June 2023 10:40
Infografis/Jaga Daya Beli, Penyaluran bansos tunai capai 82%
Foto: Infografis/Jaga Daya Beli, Penyaluran bansos tunai capai 82%

Jakarta, CNBC Indonesia - Bantuan sosial (bansos) kembali menjadi sorotan keras, karena ternyata disalurkan kepada yang tidak seharusnya. Adalah Aparatur Sipil Negara (ANS) termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga orang meninggal.

Demikianlah laporan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) saat disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (21/6/2023). Instansi yang diperiksa adalah Kementerian Sosial dan Kementerian Ketenagakerjaan.

BPK menemukan, dalam mengelola belanja bantuan sosial penanganan Covid-19 pada 2022 terdapat 25 temuan yang memuat 34 permasalahan.

Temuan-temuan ini termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022. Pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka mendorong pemerintah mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan ke-1, yakni mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di manapun.

"Permasalahan dalam perlindungan sosial di antaranya terkait realisasi dan penyaluran bantuan, serta ketepatan penyaluran bantuan," dikutip dari IHPS II Tahun 2022.

Untuk permasalahan realisasi dan penyaluran bantuan, BPK menemukan persoalan pada program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang tidak terdistribusi dan program Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang tidak bertransaksi bansos Program Keluarga Harapan (PKH) serta Program Sembako yang belum ditindaklanjuti.

Kondisi ini mengakibatkan penyaluran bansos menjadi tidak optimal serta terdapat kekurangan penerimaan negara sebesar Rp 165,03 triliun. Kekurangan ini disebabkan belum ditindaklanjutinya program-program itu sehingga menyebabkan pengembalian ke Rekening Pemerintah Lainnya (RPL).

Adapun untuk hasil pemeriksaan ketepatan penyaluran bantuan, terdiri dari penetapan dan penyaluran bansos Program Sembako, BLT Migor dan atau BLT BBM tidak sesuai ketentuan, antara lain terdapat penetapan dan penyaluran bantuan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN).

Selain itu, penyaluran bansos itu juga ditemukan tersalurkan ke pendamping sosial, tenaga kerja dengan upah di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), penerima bantuan terindikasi meninggal dunia, memiliki jabatan/usaha terdaftar di database AHU, dan terindikasi menerima bantuan ganda.

Selain itu, atas penetapan dan penyaluran bansos PKH, terdapat KPM PKH yang bermasalah pada 2021 yang masih ditetapkan sebagai penerima bansos PKH pada 2022, serta KPM sudah mampu, KPM telah graduasi, KPM menolak bantuan, KPM ASN yang sudah mengajukan pengunduran diri, dan KPM yang tidak pernah mengambil KKS dan buku tabungan yang masih masuk dalam data salur.

"Mengakibatkan penyaluran bansos sebesar Rp 185,23 miliar terindikasi tidak tetpat sasaran," sebagaimana tertulis dalam IHPS.

Baik untuk permasalahan realisasi dan penyaluran bantuan serta ketepatan penyaluran bantuan, BPK telah memberikan rekomendasi kepada menteri sosial secara langsung, seperti menginstruksikan Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial serta Dirjen Pemberdayaan Sosial untuk lebih optimal mengendalikan dan mengawasi bansos.

Selain itu, mensos juga diminta memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada Bank Penyalur yang lalai dalam menyampaikan laporan, hingga memerintahkan bank penyalur untuk mendebet ke RPL dan mengembalikan ke kas negara terhadap KKS tidak terdistribusi dan KPM tidak bertransaksi sebesar Rp 165,03 miliar.

Adapun untuk program perlinsos di Kementerian Ketenagakerjaan yang terindikasi memuat permasalahan terletak pada belum adanya pengelolaan pembayaran bantuan iuran program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Ini antara lain belum adanya alokasi anggaran iuran program JKP pada DIPA Kemnaker, belum melakukan verifikasi dan pembayaran atas tagihan BPJS Ketenagakerjaan untuk pencairan dana bantuan iuran JKP dari pemerintah Tahun Anggaran 2022, dan belum memiliki instrumen atau petunjuk teknis pengelolaan program JKP 2022.

Kemnaker juga belum mengelola pemberian manfaat pelatihan kerja dalam rangka program JKP secara optimal, antara lain pelaksanaan konseling sebagai prasyarat untuk memperoleh manfaat pelatihan kerja belum optimal.

Selain itu tidak seluruh penerima manfaat tunai menggunakan manfaat pelatihan kerja, klaim biaya pelatihan kerja masih rendah, dan terdapat tagihan atas biaya pelaksanaan pelatihan kerja yang tidak dapat dibayarkan kepada Lembaga Pelatihan Kerja (LPK).

"Selama proses pemeriksaan berlangsung, entitas (Kemensos dan Kemnaker) telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan melakukan penyerahan aset atau penyetoran ke kas negara sebesar Rp 376,48 miliar," sebagaimana dikutip dari IHPS II 2022


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BPK Serahkan Hasil Investigasi LPEI & Kemenpora ke Kejagung

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular