
Dompet Putin 'Sakaratul Maut', Pajak Perusahaan Rusia Naik

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Rusia sedang mempersiapkan kenaikan pajak bagi perusahaan besar di negara itu. Hal ini terjadi setelah negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin tersebut mengalami defisit keuangan yang cukup dalam setelah perang dengan Ukraina.
Rusia menyetujui rancangan undang-undang untuk mengenakan pajak rejeki tak terduga sebesar 10% pada perusahaan besar Rusia. Peraturan ini menargetkan perusahaan yang setiap tahun menghasilkan lebih dari 1 miliar rubel atau Rp 178 miliar.
"Retribusi ini dapat mengumpulkan sekitar 300 miliar rubel (Rp 53 triliun) dalam bentuk pajak secara kolektif," kata Andrei Belousov, Wakil Perdana Menteri Pertama Rusia dalam sebuah wawancara dengan RBC TV yang dikutip Insider, Jumat (16/6/2023).
Belousov mengklaim bahwa ini merupakan ide dari para perusahaan besar itu untuk mengajukan kenaikan pajak. Ia menyebut para bisnis itu memahami bahwa mereka memiliki rejeki nomplok yang sangat besar untuk tahun 2021 dan 2022.
"Banyak dari mereka adalah patriot sejati, tidak peduli apa yang orang katakan tentang mereka. Mereka sangat dekat dengan negara," katanya.
Kementerian Keuangan Rusia mengatakan dalam pengumuman itu bahwa pajak akan digunakan untuk belanja sosial tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut. Para analis mengatakan kepada Financial Times bahwa sektor pupuk dan logam kemungkinan besar adalah kandidat pihak yang akan dijatuhkan kenaikan pajak.
Meskipun sektor energi Rusia menghadapi sanksi dan boikot oleh banyak negara Barat dan sekutunya, negara tersebut masih merupakan pengekspor komoditas penting, terutama di bidang pertanian dan beberapa bahan baku industri.
Kejadian ini bukan pertama kalinya Rusia memberlakukan pajak tak terduga untuk mendanai perang di Ukraina. Tahun lalu, negara itu memungut pajak seperti itu pada raksasa energi Gazprom setelah harga gas alam melonjak ke level tertinggi selama bertahun-tahun setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Gazprom membukukan rekor laba pada paruh pertama tahun 2022, tetapi laba bersih setahun penuh turun 40% tahun-ke-tahun karena kenaikan pajak Kremlin pada paruh kedua tahun ini. Namun, harga energi kini telah jatuh ke tingkat sebelum perang karena kekhawatiran resesi.
Pendapatan energi Rusia juga sangat terpukul oleh pembatasan besar-besaran terhadap ekspornya, terutama setelah Uni Eropa, pelanggan utama energi Moskow, melarang minyak mentah asal negara itu mulai 5 Desember lalu
Pada kuartal pertama 2023, Rusia membukukan defisit hampir 2,4 triliun rubel, berbalik tajam dari surplus lebih dari 1 triliun rubel pada kuartal pertama 2022. Negara ini membukukan penurunan pendapatan energi triwulanan sebesar 45% menjadi 1,64 triliun rubel, per data yang dirilis oleh kementerian keuangan Rusia pada 7 April.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sederet Bukti Perang Rusia di Ukraina Jadi Senjata Makan Tuan
