Menperin: Manufaktur Masih Ekspansif Tapi Cenderung Melambat

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
16 June 2023 11:18
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12/2022). (Tangkapan layar via Youtube PerekonomianRI)
Foto: Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12/2022). (Tangkapan layar via Youtube PerekonomianRI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengumpulkan anak buahnya dalam Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Tahun 2023. Agus mengatakan, rapat itu untuk membahas strategi dan langkah-langkah mitigasi situasi terkini berdasarkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Purchasing Manager Index (PMI) pada tahun 2023.

Agus mengatakan, baik Purchasing Managers Index (PMI) maupun data dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI), menunjukkan kondisi industri Indonesia sejak awal tahun 2023 dalam kondisi ekspansif, namun ada kecenderungan tumbuh melambat.

"Di awal tahun 2023, PMI pun sebenarnya pada kondisi ekspansif, namun tidak seekspansif tahun sebelumnya. Begitu pula dengan IKI, dari Januari hingga Mei 2023 masih dalam kondisi ekspansif, namun cenderung melambat," ujarnya dalam Rapat Kerja Kemenperin di Jakarta, Jumat (16/6/2023).

Sehingga pada perkembangannya, lanjut dia, ada 3 bulan yang nilai PMI-nya mendekati angka 50 atau tidak ada ekspansi yang berarti. Salah satunya pada PMI bulan Mei 2023.

"Kondisi ini juga terjadi di negara-negara lain di ASEAN dan negara ekonomi besar dunia. Untuk itu, perlu dipahami faktor-faktor yang mempengaruhi ekspansi manufaktur di Indonesia," ujarnya.

Adapun alasan menurunnya indeks industri, menurutnya, ada dari sisi eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, diantaranya karena terjadinya resesi global, kebijakan moneter (suku bunga) yang diambil The Fed untuk menyelamatkan perekonomian Amerika Serikat, perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan terganggunya rantai pasok.

Sementara dari sisi internal atau domestik, terjadi karena momen hari raya dan faktor musiman, serta naiknya belanja domestik.

Selain itu, Agus menambahkan, penurunan nilai IKI Mei 2023 terjadi karena penurunan nilai variabel pesanan baru sebesar 0,73 poin atau menjadi 49,84, dan variabel produksi yang menurun 2,07 poin atau menjadi 50,01.

Di sisi lain, variabel persediaan mengalami kenaikan 2,67 poin atau menjadi 54,90.

"Kondisi ini menunjukkan kegiatan produksi di bulan Mei hampir sama dengan bulan April, disebabkan oleh volume pesanan baru yang mengalami penurunan. Sementara itu, industri menghabiskan menghabiskan persediaan produknya untuk dijual," jelasnya.

Lebih lanjut, Agus mengatakan, pesanan domestik masih menjadi faktor dominan yang mempengaruhi indeks variabel pesanan baru.

"Baik PMI maupun IKI, bisa menjadi alert kita sebagaimana indikator kinerja makro industri seperti perkembangan pertumbuhan industri pada triwulan I-2021 sampai triwulan I-2023 terlihat stagnan," ujar Agus.

"Begitu juga dengan pertumbuhan ekspor, terlihat cenderung melambat bila dibandingkan tahun sebelumnya, juga pertumbuhan investasi yang masih terlihat fluktuatif," tambahnya.

Agus mengatakan, kinerja industri masih menghadapi tantangan dari supply, salah satunya kompleksitas produk, daya saing produk, produktivitas tenaga kerja, adopsi teknologi, kemampuan inovasi, serta partisipasi dalam global value chains (GVC/ rantai pasok global).

"Selain itu, ada beberapa permasalahan di bidang industri yang menjadi isu utama antara lain mulai dari akses bahan baku atau penolong, skill SDM, tantangan produk impor, pengolahan limbah B3," pungkas Agus.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Di Tengah Gempuran Impor, Bos Manufaktur RI Masih Pede

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular